Besarnya jumlah penduduk lansia di suatu negara menjadi tantangan yang harus disikapi serius. Sebab, jika populasi lansia yang dimiliki tidak sehat dan produksi bisa menjadi beban negara.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program pos pelayanan terpadu atau posyandu orang lanjut usia dinilai belum terlaksana secara optimal. Akibatnya, layanan kesehatan serta upaya deteksi dini penyakit menjadi kurang. Untuk itu, upaya perbaikan perlu segera dilakukan karena posyandu lansia punya fungsi strategis membentuk lansia yang berkualitas.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, penduduk lansia pada 2010 sekitar 18 juta jiwa atau 7,56 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Jumlah ini diprediksi terus meningkat menjadi 27,1 juta jiwa pada 2020 dan 42 juta jiwa pada 2030.
Besarnya jumlah penduduk lansia di suatu negara menjadi tantangan yang harus disikapi serius. Sebab, jika populasi lansia yang dimiliki tidak sehat, itu bisa menjadi beban negara. Sejumlah tantangan yang dihadapi lansia antara lain multimordibilitas (multipenyakit), masalah psikososial yang kompleks, risiko sindrom kerentaan, dan penurunan cadangan fisiologi.
”Masalah lansia kompleks. Upaya preventif dan promotif harus lebih kuat. Sayangnya, peran posyandu lansia yang berfungsi menjalankan kedua upaya itu belum maksimal,” kata Ketua Perhimpunan Gorontologi Medik Indonesia (Pergemi) Siti Setiati di Jakarta, Kamis (4/7/2019).
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67/2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lansia di puskesmas disebutkan, layanan kesehatan diberikan bagi pralansia dan lansia. Pada pralansia, puskesmas akan memberikan layanan berupa peningkatan kesehatan, penyuluhan kesehatan, deteksi dini masalah kesehatan, serta pemulihan kesehatan. Lansia merupakan penduduk dengan usia lebih dari 60 tahun.
Menurut Siti, upaya deteksi dini harus dilakukan sejak dini. Secara berkala, pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh (medical check up) perlu dimulai pada usia 40 tahun. Melalui pemeriksaan ini, seseorang bisa mengetahui status diabetes dan hipertensi, kadar kolesterol, fungsi penglihatan, serta fungsi pendengaran. Pemeriksaan mendasar ini sangat penting agar risiko penyakit bisa cepat terdeteksi.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 mencatat, penyakit terbanyak pada lansia adalah hipertensi (57,6 persen), arthritis (51,9 persen), dan stroke (46,1 persen). Rata-rata lansia di Indonesia menderita lebih dari satu penyakit. Sekitar 28 persen lansia dengan 2 penyakit, 14,6 persen dengan 3 penyakit, 6,2 persen dengan 4 penyakit, 2,3 persen dengan 5 penyakit, dan 0,8 persen dengan 6 penyakit atau lebih.
Penguatan layanan
Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2014 juga menunjukkan angka kesakitan penduduk lansia sebesar 25,05 persen. Artinya, dari 100 orang lansia, 25 orang di antaranya mengalami sakit.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi mengatakan, jumlah tenaga ahli yang masih terbatas menjadi salah satu kendala dalam penguatan layanan kesehatan lansia. Saat ini, dokter dengan subspesialis geriatri (berkaitan dengan orang lanjut usia) baru sekitar 70 orang.
Meski demikian, pemerintah tetap berupaya meningkatkan melalui pelatihan geriatri kepada tenaga kesehatan yang berada di sejumlah rumah sakit. Untuk pemeriksaan dasar, masyarakat bisa dilayani di puskesmas dengan pelayanan kesehatan santun lansia dan posyandu lansia.
Oscar menyatakan, jumlah puskesmas santun lansia pada 2018 sebanyak 4.835 unit. Sementara, posyandu lansia sebanyak 100.470 unit. ”Fasilitas ini tentu akan terus ditingkatkan secara kuantitas dan kualitas agar bisa mengimbangi jumlah lansia yang memerlukan layanan,” ucapnya.