JAKARTA, KOMPAS Rencana Presiden Joko Widodo memasukkan anak muda di kabinet pemerintahannya butuh kajian dan pertimbangan mendalam. Sejumlah faktor, seperti kompetensi, rekam jejak kemampuan manajerial, dan kepekaan dalam berpolitik, perlu diperhatikan saat menentukan anak muda masuk ke jajaran kabinet.
Penelusuran Kompas, Rabu (3/7/2019), sejak reformasi 1998, umur menteri di Indonesia saat dilantik berkisar 51-56 tahun. Menteri termuda yang pernah menjabat di kabinet pascareformasi berusia 34 tahun saat dilantik. Hal itu terjadi pada era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (1999-2001).
Sementara menteri berusia paling tua pascareformasi yang dilantik pada awal masa pemerintahan berusia 66 tahun. Hal itu ada pada era pemerintahan Presiden BJ Habibie (1998-1999), Presiden Megawati Soekarnoputri (2001-2004), dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014).
Memasuki periode kedua kepemimpinannya, Oktober 2019, Presiden Jokowi mengatakan, kabinet membutuhkan menteri-menteri yang mampu mengeksekusi program yang tepat secara cepat atau memiliki karakter eksekutor yang kuat. Untuk itu, Jokowi menyebutkan, kabinet mendatang akan banyak diisi menteri muda dengan kisaran usia 20-30 tahun (Kompas, 2/7/2019).
Pemerhati kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Agus Pambagyo, mengatakan, melibatkan anak muda dalam kabinet bisa menjadi bagian dari alih generasi. Namun, rencana tersebut perlu dikaji secara realistis dan mempertimbangkan sejumlah faktor untuk menjaga efektivitas pemerintahan.
Jam terbang dan pengalaman para anak muda dalam posisi manajerial serta kepemimpinan menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan. Pasalnya, tantangan dalam mengelola kementerian berikut birokrasinya tidak sama dengan mengelola perusahaan. Kemampuan manajerial itu juga harus diiringi dengan kepekaan dalam berpolitik karena menteri adalah posisi politik.
”Dengan kultur birokrasi seperti yang kini ada di Indonesia, dibutuhkan jam terbang yang tinggi dari seorang menteri. Tokoh muda diperlukan, tetapi rekam jejaknya amat penting karena ia akan punya ribuan pegawai di seluruh Indonesia. Jika menteri tidak bisa mengelolanya, akan merepotkan Presiden,” ujar Agus, Rabu (3/7), saat dihubungi di Jakarta.
Terkait hal itu, menurut Agus, usia yang rasional untuk masuk dalam kabinet adalah di atas 35 tahun. Meski demikian, pada prinsipnya, usia jangan dijadikan sebagai patokan dalam menyeleksi figur menteri di kabinet mendatang. Kompetensi dan profesionalitas tetap harus menjadi pertimbangan utama dalam memilih menteri.
Hal senada disampaikan mantan Menteri Perindustrian Saleh Husin. Menurut dia, hal terpenting yang dibutuhkan dari seorang menteri adalah kemampuan dalam mengelola birokrasi, kebijakan, dan relasi dengan parlemen. ”Umur itu relatif,” katanya. Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Firman Noor menambahkan, profesionalitas dan kecakapan amat
dibutuhkan pada sosok menteri karena pada periode kedua pemerintahan Jokowi telah menanti sejumlah pekerjaan berat untuk diselesaikan. Mulai dari menuntaskan program pemerintahan Jokowi-Kalla, yang belum selesai, hingga merealisasikan program Jokowi-Ma’ruf Amin yang dijanjikan saat kampanye.
Di sisi lain, Firman mengatakan, menteri berusia muda memang dibutuhkan untuk memberikan pandangan baru dalam pembangunan bangsa. Selama ini, pelibatan kaum muda cenderung hanya pada aspek simbolis karena mereka tidak pernah ditempatkan pada posisi strategis.
Siapkan kader
Sejumlah partai politik yang tergabung dalam koalisi pendukung Jokowi-Amin mendukung rencana Jokowi melibatkan lebih banyak anak muda dalam pemerintahan.
Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Johnny G Plate dan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa Jazilul Fawaid mengatakan, partai mereka siap mengusulkan kader muda jika dibutuhkan untuk mengisi kementerian tertentu.
Namun, mereka juga mengingatkan, kompetensi dan rekam jejak harus menjadi pertimbangan utama. ”Saat ini memang saatnya anak muda lebih banyak dilibatkan agar ada regenerasi. Namun, jangan sampai hanya diukur dari usia yang penting muda, tetapi yang utama tetap harus dilihat dari kemampuannya,” kata Jazilul.
Senada, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Achmad Baidowi mengatakan, langkah itu merupakan cara yang baik untuk menyiapkan regenerasi kepemimpinan. Akan tetapi, selain kompetensi, anak-anak muda itu juga harus mampu berkomunikasi secara baik dengan menteri lain dan pemimpin lembaga negara lain. Ia juga berharap anak muda yang nanti masuk kabinet tetap mempertahankan ciri khas anak muda, yaitu egaliter dan humanis. Dengan demikian, perubahan yang dicita-citakan dapat tercapai.
(AGE/NIA)