Rapuhnya Urat Nadi Transportasi di Sultra
Jalan Trans-Sulawesi di Kabupaten Konawe ambles. Akses utama transportasi di Sulawesi Tenggara itu tersendat, bahkan putus selama tiga hari. Ribuan kendaraan tertahan, arus logistik dan ekonomi pun terganggu. Kerugian pelaku usaha mencapai ratusan juta rupiah.
Jalan Trans-Sulawesi selebar belasan meter di Kabupaten Konawe ambles. Akses utama transportasi di Sulawesi Tenggara itu pun tersendat, bahkan putus selama tiga hari. Ribuan kendaraan tertahan, arus logistik dan ekonomi pun terganggu. Kerugian mencapai ratusan juta rupiah, bahkan mungkin miliaran rupiah.
Menghirup dalam-dalam rokok kreteknya, lalu mengembuskan dengan kuat, Asri (26) menunggu dengan malas. Ia menghibur dirinya yang letih menunggu sembari tetap duduk di kursi ”kebesarannya”, di belakang kemudi truk.
Sudah berjam-jam sopir antarkota dan kabupaten ini menunggu untuk melintas di jalan utama Kilometer 22 di Kelurahan Rowua, Kecamatan Sampara, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra). Jalan sepanjang 50 meter di depannya ambles, dan ditutup untuk sementara.
Akan tetapi, setelah batang rokok terakhir dari bungkus keduanya habis, jalan belum kunjung dibuka. Sopir truk yang mengangkut sepeda motor ini telah menunggu selama 5 jam terakhir.
”Mau putar, jauh sekali. Solar truk habis, eror sekali ini. Saya tunggu saja, siapa tahu sebentar lagi jalannya sudah selesai diperbaiki,” kata Asri, Rabu (3/7/2019).
Pemuda asal Konawe ini bercerita bahwa pada Senin malam ia melewati jalan yang sama dari Kota Kendari menuju Kabupaten Kolaka. Semuanya baik dan lancar jalannya. Longsoran kecil di sisi jalan yang berbatasan dengan sungai memang telah lama ada dan tidak menjadi masalah berarti. Tengah malam, ia tiba di Kolaka, lalu menunggu puluhan motor yang diangkutnya diturunkan.
Selasa pagi sekitar pukul 08.00, ia kembali memacu truknya menuju Kota Kendari. Setiba di Jembatan Pohara, lewat tengah hari, sekitar 30 km sebelum Kendari, kemacetan panjang menghadang. Ratusan kendaraan mengular beberapa kilometer.
”Jalannya jatuh, kata teman-teman. Banyak yang putar, cari jalan lain. Saya tidak bisa karena solar habis, uang juga hampir habis,” ujarnya.
Sekali jalan, ia diberi modal Rp 1.050.000. Modal tersebut dipakai untuk membeli bahan bakar sebesar Rp 500.000. Bersama kernetnya, ia menghabiskan Rp 200.000 untuk makan dan rokok. Sisanya, sebesar Rp 350.000, menjadi upah bersih. Ia mendapat Rp 200.000, sementara kernetnya Rp 150.000.
Lebih dari empat jam menunggu, dan ia telah mengurangi upahnya untuk membeli sebungkus rokok. Meski begitu, jalan belum selesai diperbaiki. Ia khawatir jika tertahan lebih lama, bisa-bisa ia tidak dapat membawa uang pulang ke rumah, atau malah nombok.
Baca: Jalan Trans-Sulawesi Ambles Sepanjang 50 Meter
”Sopir sangat dirugikan kalau begini. Cari uang kecil saja sulit, ya,” kata mantan nelayan yang pernah bekerja di kapal Taiwan ini.
Esoknya, pada Rabu (3/7/2019) siang, berjarak 50 meter dari lokasi jalan yang ambles itu, Arifuddin (22) terlihat segar. Wajahnya berseri. Badannya beraroma wangi sabun, tidak lagi berbau knalpot. Berbaju merah dan bercelana puntung yang rapi, ia berdiri dekat bus Cahaya Ujung. Kernet bus ini baru saja menumpang mandi dari rumah warga.
Seharian, Arif, panggilannya, harus menahan gerah dan resah. Bus yang ia ikuti tiba di lokasi jalan yang ambles itu sejak Selasa sore. Bus berangkat dari Makassar pada Senin siang.
Bus berwarna putih tersebut terlihat penuh barang. Bagian dalam kendaraan sesak dengan dus dan karung. Di atap juga sama. Di bagian belakang apalagi. Bus ini mengangkut berbagai macam barang untuk dibawa ke Kendari.
”Ada komputer, ada tepung, juga telur. Ini lagi tunggu jemputan untuk dibawa ke Kendari,” kata Arif.
Karena tertahan, barang-barang itu akan diusung dengan berjalan kaki melintasi jalan sekitar 300 meter hingga ke seberang jalan yang ambles tersebut. Sebuah kendaraam lain menunggu untuk mengangkut barang-barang yang ia angkut menuju Kota Kendari yang berjarak tempuh sekitar 30 menit. ”Kalau selesai, kami berencana sore ini kembali ke Makassar,” katanya.
Untuk sekali jalan, ia diupah Rp 400.000. Kepada sopir, ia menyarankan untuk tidak memutar karena jalur memutar rusak dan bakal menambah biaya operasional. Meski begitu, mereka tetap mengeluarkan upah untuk mengangkut barang-barang ke seberang jalan yang ambles tesebut.
Jalur alternatif rusak
Di luar jalur utama ini sebenarnya ada dua jalan alternatif menuju Kota Kendari. Akan tetapi, akses yang rusak dan sulit dilalui kendaraan dengan muatan banyak membuat jalur alternatif tidak menjadi pilihan. Sopir tidak ingin menambah biaya operasional karena akan mengurangi upah harian yang diterima.
Jalan Trans-Sulawesi di Km 22 itu ambles pada Selasa pagi. Saat itu, kendaraan kecil masih diperbolehkan melintas, tetapi harus antre. Menjelang siang, jalan ambles lebih dalam, mencapai 2 meter. Kendaraan tidak diperbolehkan melintas lagi.
Jalan selebar lebih dari 20 meter itu hanya tersisa 1 meter penampang jalan. Selebihnya benar-benar ambles dan tidak bisa digunakan.
Penanggung Jawab Pelaksanaan Kegiatan Wilayah II Balai Pelaksanaan Jalan Nasional XXI Kendari Rudi Rachdian menyampaikan, beberapa hal diduga menjadi penyebab amblesnya jalan. Banjir yang merendam wilayah Sultra beberapa waktu lalu membuat air sungai naik dan terus menggerus sisi penampang jalan. Terlebih sebagian penampang jalan yang berbatas sungai memang telah ambles sebelumnya.
Air sungai yang tinggi diperkirakan masuk ke dalam pori-pori jalan. Ketika air surut, bagian tengah jalan menjadi berongga. Hal itu memicu amblesnya badan jalan.
Selain itu, ada pipa utama PDAM berada di bagian bawah jalan. Air yang merembes membuat tanah melemah dan tergerus.
Untuk sementara, tambah Rudi, penanganan jalan yang ambles itu akan dilakukan dengan menimbun, jembatan bailey, atau memperlebar jalan menjadi beberapa alternatif.
”Jelasnya, kami terus melakukan penanganan. Hari ini sudah ada jalan darurat. Tapi, untuk penanganan total masih menunggu pengerjaan pipa PDAM,” ujarnya, Kamis siang.
Penanganan jalan yang ambles itu sementara ini terhambat adanya pipa PDAM Tirta Anoa Kendari sebesar 24 inci. Sejumlah pipa harus diangkat terlebih dahulu sebelum dilakukan penimbunan. Perbaikan pipa memakan waktu berkisar dua hari. Setelah itu jalan ditimbun untuk sementara, lalu nantinya dibuatkan tanggul permanen senilai Rp 19,7 Miliar.
Kerugian besar
Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional XXI Kendari Yohanis Tulak Todingara menjabarkan, penanganan tanggul permanen diharapkan bisa segera dikerjakan pada Agustus mendatang. Target penyelesaian diupayakan bisa tuntas pada akhir tahun.
”Ini menjadi prioritas. Selain jalur ini, juga akan dikerjakan dua buah jembatan yang runtuh waktu banjir kemarin dan beberapa ruas lainnya,” kata Tulak.
Situasi jalan ambles di Km 22 ini memang tidak separah saat banjir bandang melanda Konawe pada pertengahan Juni lalu. Namun, dampak 50 meter ruas jalan yang ambles sangat dirasakan pengguna transportasi dan pelaku ekonomi.
Mustadjab, Ketua Asosiasi Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia (Asperindo) Sultra, mengatakan, terputusnya jalan ini menghambat distribusi barang masuk dan keluar dari Kota Kendari. Sebab, jalan ini merupakan jalan nasional yang menghubungkan sejumlah kabupaten dan provinsi.
Jalur utama ini, tambahnya, menjadi akses menuju Kabupaten Konawe, Konawe Utara, Kolaka Utara, Kolaka, dan Kolaka Timur. Selain itu, juga menjadi akses menuju Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah.
Apalagi, selain pengiriman cepat seperti yang dilakukannya, tambahnya, selama ini sebagian besar sayur, juga bahan makanan, didatangkan dari Sulawesi Selatan. Jalur darat menjadi pilihan karena murah dan tergolong cepat menuju sejumlah wilayah di Sultra.
”Ini kerugian besar bagi kami. Dari anggota kami saja, saya perkirakan ada Rp 50 juta-Rp 100 juta kerugian. Keterlambatan pengiriman berimbas biaya pengiriman bertambah. Bayangkan, biaya pengiriman kami sendiri naik, terus untuk kirim lagi itu ada biaya tambahan,” ucap Mustadjab.
Oleh karena itu, ia berharap agar semua permasalahan jalan segera bisa ditangani dan benar-benar dijadikan pertimbangan untuk ditangani ke depannya.
”Cukuplah jalan ambles dan banjir kemarin (Juni lalu) merugikan kami. Ke depannya, semuanya sudah baik,” ujarnya, menambahkan.
Banjir besar yang terjadi beberapa waktu lalu membuat sejumlah ruas jalan tergenang dan membutuhkan penanganan. Dua buah jembatan utama juga membutuhkan penanganan dalam waktu yang cepat. Tak urung hal itu membuat arus logistik lumpuh beberapa waktu.
Baca: Trans Sulawesi Masih Lumpuh
Jalur Trans-Sulawesi andalan transportasi warga sudah dua kali lumpuh oleh banjir dan jalan ambles tiga minggu terakhir. Jalur andalan warga itu rapuh oleh aneka gangguan.
Keluhan Wahyu (33), seorang sopir dengan dua anak, pun terdengar. ”Ini kalau jalan putus, sopir pusing. Kemarin banjir baru selesai, jalan di mana-mana putus, sekarang ini jalan ambles lagi. Kami mau makan apa?” katanya.