Bulog Subdivre Banyumas siap menyalurkan beras dan menunggu arahan teknis setelah ada keputusan dari Kementerian Sosial untuk menjadikan Perum Bulog sebagai pengelola pasokan bahan pangan program bantuan pangan nontunai.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Bulog Subdivisi Regional Banyumas siap menyalurkan beras dan menunggu arahan teknis dari pusat setelah ada keputusan dari Kementerian Sosial untuk menjadikan Perum Bulog sebagai pengelola pasokan bahan pangan dalam program bantuan pangan nontunai. Saat ini, pasokan beras di Bulog Subdivre Banyumas sekitar 20.000 ton.
”Insya Allah siap, sekarang stoknya ada 20.000 ton. Paling banyak ada di wilayah Cilacap, seperti di Gumilir. Hampir 60 persen stok ada di Cilacap,” kata Kepala Bulog Subdivre Banyumas Sony Supriyadi, Jumat (5/7/2019), di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah.
Adapun kondisi beras sebanyak 500 ton yang terserang hama Rhyzoperta sehingga berdebu, lanjut Sony, masih dalam perawatan dan bisa dikonsumsi. ”Itu masih proses, tetapi sebenarnya masih bagus, hanya turun mutu karena waktu simpan yang lama. Masih bisa dikonsumsi,” tuturnya.
Sony mengatakan, dulu saat Bulog menyalurkan raskin (sekarang rastra), pihaknya bisa menyalurkan beras kepada ribuan keluarga penerima manfaat (KPM). Di Kabupaten Cilacap, misalnya, terdapat 1.600 KPM, di Banyumas 1.300 KPM, Banjarnegara 800 KPM, dan Purbalingga 800 KPM. ”Ini masalah rastra, yang sekarang saya tidak tahu,” ujarnya.
Selain itu, Sony juga menyampaikan, serapan hingga saat ini masih tetap berjalan. Per hari, serapan beras mencapai 125-150 ton.
Seperti diberitakan sebelumnya (27/6/2019), di sembilan gudang milik Bulog terdapat persediaan beras sebanyak 19.400 ton. Dari jumlah itu, 10.000 ton adalah beras lama yang masuk ke Bulog pada periode April-Juli 2018. Dari jumlah 10.000 ton beras lama itu, 500 ton rusak terserang Rhyzoperta.
Bulog Subdivre Banyumas memiliki sembilan gudang, yaitu di Gumilir, Lomanis, Majenang, Maos (Kabupaten Cilacap), Sokaraja, Klahang, Cindaga (Kabupaten Banyumas), Purbalingga, dan Banjarnegara, dengan total kapasitas 60.000 ton. Bulog kesulitan melakukan penyaluran karena belum ada keputusan dari pusat, padahal di Banyumas penyerapan dari petani rata-rata 3.000 ton per bulan.
”Beras idealnya disimpan 6-8 bulan. Namun, di sini ada sebagian beras yang ulang tahun. Kebijakan pemerintah itu kita tidak boleh menghentikan penyerapan hasil produksi petani, tetapi outlet kita belum ada jaminan ke mana,” kata Sony.
Mulai kering
Dari pantauan di sekitar Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas, petani mulai menanami kembali sawahnya. Aliran irigasi masih mengalir lancar dan sawah masih tergenang air.
Namun, di Desa Wlahar Wetan, Kecamatan Kalibagor, sedikitnya 6 hektar sawah terancam gagal panen karena kesulitan air. ”Sudah lebih dari dua bulan tidak ada air. Embung juga kering,” kata Nasiyem, petani di Desa Wlahar Wetan.
Nasiyem mengatakan, sawahnya merupakan sawah tadah hujan dan mengandalkan air di embung. Namun, karena tidak ada hujan, saat ini sawahnya tidak produktif lagi.
Sawah seluas 100 meter persegi miliknya dibiarkan begitu saja dan kini dirinya lebih memilih mencari rumput untuk memberi makan kambing-kambingnya. ”Sawah sudah ditanami padi sebulanan, tetapi mati tidak dapat air. Mungkin ruginya sekitar Rp 500.000,” ucapnya.
Hal serupa juga disampaikan Yoman, petani setempat, yang biasanya mengerjakan sawah orang. Akan tetapi, kini tidak ada lagi sawah garapan. ”Kalau pas ada air dan panennya bagus, saya bisa dapat bagian gabah 3,5 kuintal. Kalau diproses jadi beras dapat sekitar 1,5 kuintal beras. Tetapi, sekarang tidak bisa garap sawah,” kata Yoman yang kini juga mencari rumput untuk pakan kambingnya.