Doa terus dipanjatkan untuk keselamatan para awak dan penumpang helikopter MI-17 milik TNI Angkatan Darat yang hilang kontak di Pegunungan Bintang, Papua.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
Tepat pada Jumat pekan lalu, helikopter MI-17 milik TNI Angkatan Darat yang mengangkut 12 penumpang dilaporkan hilang di Pegunungan Papua. Hingga kini, belum ada kabar tentang keberadaan mereka. Doa pun terus dipanjatkan untuk keselamatan semua penumpang heli tersebut, termasuk lima penumpang yang berasal dari Batalyon Infanteri 725/WRG (Woroagi) Kendari, Sulawesi Tenggara.
Pada Jumat (5/7/2019) siang, puluhan personel Komando Distrik Militer 1417/Kendari berdoa bersama tepat setelah pelaksanaan shalat Jumat. Bertempat di masjid kompleks markas Kodim, para personel TNI melantunkan Surah Yasin, lalu dilanjutkan dengan doa bersama.
Komandan Kodim 1417/Kendari Letkol (Cpn) Fajar Lutvi Haris Wijaya mengatakan, doa bersama dipanjatkan untuk memohon keselamatan bagi semua awak dan penumpang heli yang masih hilang kontak tersebut. Doa juga dipanjatkan agar segera ada kabar baik dari proses pencarian yang sedang dilakukan di wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang itu.
”Kami berdoa untuk keselamatan semua yang ada di heli yang hilang. Kami berharap mereka segera kembali dengan selamat,” ucap Fajar.
Helikopter milik PusatPenerbangan TNI AD itu dilaporkan hilang kontak beberapa saat setelah terbang dari Bandara Oksibil, ibu kota Pegunungan Bintang. Heli bertujuan Sentani, Kabupaten Jayapura, tersebut mengangkut tujuh awak dan lima penumpang. Lima penumpang tersebut berasal dari Batalyon Infanteri (Yonif) 725/WRG Kendari. Yonif 725/WRG merupakan batalyon yang berada di lingkup teritorial Kodim 1417/Kendari.
Lima personel Yonif 725/WRG itu merupakan anggota Satgas Pengamanan Perbatasan yang bertugas di wilayah perbatasan RI-Papua Niugini di Papua. Kelimanya yaitu Sersan Dua Ikrar Setya Nainggolan, Prajurit Satu Yanuarius Loe, Prajurit Satu Risno, Prajurit Dua Sujono Kaimuddin, dan Prajurit Dua Tegar Hadi Sentana.
Sementara itu, tujuh awak helikopter yaitu Kapten (Cpn) Aris (pilot), Letnan Satu (Cpn) Ahwar (kopilot), Kapten (Cpn) Bambang, Sersan Kepala Suriatna, Prajurit Satu Asharul, Prajurit Kepala Dwi Pur, dan Sersan Dua Dita Ilham.
”Tim SAR gabungan yang menyisir Gunung Mol hingga Gunung Aprok ditarik kembali ke Oksibil. Hasil pencarian dari udara belum ditemukan helikopter di lokasi itu,” kata Wakil Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih Letnan Kolonel (Inf) Dax Sianturi di Pangkalan Udara Silas Papare Jayapura, Senin, (Kompas, 2/7/2019).
Pencarian pun terus dilakukan hingga hari ini, baik lewat darat maupun udara, yang melibatkan personel SAR gabungan.
Ujian penerbang
Terkait kelima anggota Yonif 725/WRG, kata Fajar, mereka dikenal sebagai prajurit dengan tekad dan mental yang baik. Ia memiliki harapan tinggi akan keselamatan semua penumpang dan awak heli tersebut.
”Saya juga mengenal Kapten (Cpn) Aris dengan baik. Dia adik tingkat saya sewaktu sekolah penerbang dulu. Dia orang yang punya kemampuan penerbangan yang baik, mental yang kuat, dan pribadi yang mengayomi. Saya berharap agar semuanya bisa bertahan karena medan di Oksibil sulit,” kata Fajar.
Ia menceritakan, pada 2007 hingga 2012, dirinya bertugas di wilayah tersebut. Ketika itu, ia membawa pesawat Casa 212 dengan jadwal terbang hampir setiap hari. Pesawat ini memiliki kemampuan angkut 20 penumpang dan logistik sebanyak 1,6 ton. Setelahnya, helikopter MI-17 dianggap jauh lebih maksimal karena mampu mengangkut 30 penumpang dan logistik seberat 3 ton.
Medan yang berbukit dengan ketinggian di atas 2.100 meter dari permukaan laut, lembah yang curam, akses komunikasi yang timbul tenggelam, juga cuaca yang tidak bisa diprediksi membuat kawasan ini begitu sulit untuk dilalui. ”Kalau cerita di kami, Pegunungan Bintang dan sekitarnya itu seperti jenjang S-1 dan S-2 penerbang. Kalau sudah pernah bertugas di sana, semua (daerah) yang lain pasti lulus,” kata Fajar.
Dalam sebulan, ia rerata terbang sebanyak 87 jam di kawasan tersebut. Beberapa kejadian pun pernah dialaminya. Saat terbang membawa awak atau logistik, ia kerap harus kembali ke pangkalan (return to base/RTB) karena buruknya cuaca. Dalam ingatannya, ia pernah RTB sebanyak 12 kali dalam sebulan.
Sebuah kejadian cukup parah pernah dialaminya ketika terbang dari Sentani ke Oksibil. Cuaca yang buruk dan guncangan (turbulence) hebat melanda pesawat. Namun, ia dan kopilot berusaha untuk tetap melanjutkan perjalanan.
”Setelah tembus, dan pesawat penuh air, ternyata di depan ada awan Cumulonimbus yang menghitam persis di depan kami. Akhirnya, kami putuskan untuk kembali,” ungkap Fajar yang memiliki catatan terbang sebanyak 4.982 jam ini.
Meski begitu, harapan terhadap keselamatan personel dan awak heli MI-17 terus ada. Doa dan segala upaya dilakukan untuk menemukan keberadaan mereka agar semuanya kembali dengan selamat.