Harapan Setelah Lama Ditelan Sepi
Bandara Internasional Jawa Barat Kertajati di Kabupaten Majalengka mulai ramai seiring berpindahnya penerbangan domestik dari Bandara Internasional Husein Sastranegara, Bandung, ke Kertajati. Namun, masalah belum usai. Perjalanan masih terjal dan berliku.
Mimi Inah (45) tersenyum lebar mendengar pengumuman jadwal pendaratan dan lepas landas pesawat di BIJB Kertajati, Senin (1/7/2019). Tidak hanya berbahasa Indonesia dan Inggris, informasi terkait penerbangan juga menggunakan bahasa Sunda.
Bagi pengelola warung makan di lantai dasar bandara ini, pesawat datang membawa rezeki. Dari pagi hingga malam, tercatat 36 pergerakan pesawat yang membawa 3.782 penumpang dari dan menuju Kertajati. Sebuah pertanda baik bagi warga Desa Mekarmulya, Kertajati, itu. ”Siang ini sudah habis tiga liter beras untuk dimasak. Biasanya 2,5 liter saja tidak habis sehari. Untung, rumah di belakang bandara. Jadi, dekat kalau ambil bahan,” ujar Inah.
Tidak hanya masakan rumah, ia juga menjajakan makanan lokal milik tetangganya, seperti kerupuk boled dan mangga gedong gincu. Warung Inah termasuk satu dari enam warung di food corner. Usaha mikro, kecil, dan menengah itu digerakkan warga sekitar Kertajati. Empat karyawan Inah adalah tetangganya. Jika bandara ramai, mereka turut merasakan efeknya meski hanya ”setetes”.
”Kemarin-kemarin tekor, pendapatan tidak bisa menutup biaya sewa yang jutaan rupiah per bulan,” ucap Inah menolak menyebut angka untuk biaya sewa tempat sekitar 6 meter persegi itu. Sejumlah warung di sebelahnya bahkan sempat tutup.
Selama tujuh bulan menjajakan dagangan di Bandara Kertajati, Inah lebih banyak berteman senyap. Sejak diresmikan Presiden Joko Widodo 24 Mei 2018, bandara seluas 1.800 hektar itu melayani sejumlah rute penerbangan ke Surabaya, Jakarta, Semarang, Balikpapan, dan sekali ke Madinah, Arab Saudi.
Citilink, maskapai pertama di Kertajati, bahkan melayani penerbangan ke Surabaya setiap hari. Maskapai lain ialah Wings Air, Lion Air, Garuda, dan TransNusa. Namun, satu per satu maskapai angkat kaki karena minim penumpang. Citilink yang mengurangi frekuensi penerbangan tiga kali sepekan pun akhirnya tak terbang lagi sejak 21 Mei.
Bandara yang dicanangkan sejak awal 2000 dan menelan investasi Rp 2,6 triliun itu pun dimakan sepi. Hingga Desember 2018, jumlah penumpang Kertajati hanya sekitar 36.000 orang. Padahal, target penumpang di Kertajati 2,6 juta orang per tahun atau sekitar 7.000 penumpang per hari.
PT BIJB, badan usaha milik daerah Jabar yang mengelola bandara, pun merugi. Biaya operasional sekitar Rp 6 miliar per bulan, termasuk Rp 1,5 miliar untuk listrik, tidak tertutupi. Bagi Inah, karyawan PT BIJB menjadi pelanggan satu-satunya. Sebaliknya, karyawan butuh makan.
Harapan datang ketika Kementerian Perhubungan menetapkan pemindahan rute penerbangan ke 12 kota dari Bandara Husein ke Kertajati efektif 1 Juli. Sesuai izin, terdapat 48 frekuensi penerbangan, baik yang mendarat maupun lepas landas dari pukul 06.00 hingga 21.00.
Rutenya Denpasar dengan 6 penerbangan sehari, Surabaya 4 penerbangan, Medan 3 penerbangan, serta Palembang dan Pekanbaru masing-masing 2 penerbangan. Adapun Makassar, Padang, Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, Batam, dan Lombok sekali penerbangan sehari. Dalam setahun, potensi penumpang mencapai 2 juta orang.
Telur dan ayam
Bagi Direktur PT BIJB M Singgih, pemindahan itu menjawab persoalan telur dan ayam. ”Selama ini, semua menunggu. Investor menunggu bandara ramai. Sebaliknya, bandara menunggu investasi dari pelaku usaha. Ini seperti pertanyaan, mana duluan, telur atau ayam. Dengan pemindahan rute ke Kertajati, telur sudah pecah,” ujarnya.
Sebenarnya, Kertajati dengan landas pacu sepanjang 3.000 meter memiliki potensi besar. Jaraknya sekitar 80 kilometer dari Pelabuhan Patimban, Subang, dan 64 kilometer dari Cirebon. Kertajati juga dapat diakses melalui Jalan Tol Cikopo-Palimanan.
Sayangnya, Kertajati seolah berdiri sendiri. Fasilitas pendukung, seperti hotel, belum ada di sekitar bandara. Hotel bintang tiga terdekat berjarak sekitar 30 kilometer dari bandara. Hotel berbintang lainnya ada di Cirebon.
Sejumlah pelaku usaha mengeluhkan, pemkab setempat belum ramah investasi. Harga tanah juga sudah melonjak. Di Sukamulya, satu dari lima desa terdampak pembangunan bandara, bermunculan rumah hantu. Warga menyebutnya demikian karena bangunan berdinding tripleks dan berlantai tanah itu tanpa penghuni. Kabarnya, itu siasat menambah harga jual tanah.
Wakil Bupati Majalengka Tarsono Mardiana mengatakan, pihaknya mendukung pengembangan bandara. ”Kami pastikan investasi di Majalengka tidak pakai lama, susah, dan berbelit-belit,” ujarnya. Persoalan lain, akses dari Bandung ke Cirebon belum memadai. Saat ini, waktu tempuh 2,5 jam-3 jam. Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) yang dapat memangkas waktu tempuh menjadi 45 menit ditargetkan baru rampung 2020.
Belum tersedianya akses membuat pemindahan rute dari Bandara Husein Sastranegara ke Kertajati tertunda. Di sisi lain, Bandara Husein Sastranegara menambah luas terminal dari 5.000 meter persegi menjadi 17.000 meter persegi sehingga potensi penumpang semakin besar. Pada 2017, PT BIJB berupaya menyelesaikan persoalan Kertajati dengan menggandeng PT Angkasa Pura II (Persero) melalui kerja sama operasional. Kerja sama disepakati 17 tahun. Artinya, AP II hanya bertugas mengoperasikan bandara, bukan pemilik.
Menurut rencana, dalam tiga tahun ke depan, AP II akan mengakuisisi 25 persen saham BIJB Kertajati. Menurut Executive General Manager AP II Cabang BIJB Kertajati Ibut Astono, saat ini AP II mengelola 16 bandara di Indonesia. ”Kami punya jaringan dan pengalaman. Dari awal, kami komitmen mengembangkan Kertajati. Sekarang, tugas pemda mencari investor untuk membangun fasilitas pendukung bandara,” ujarnya.
Komisaris PT BIJB Muhamad Arifin mengatakan, Kertajati satu-satunya bandara di Indonesia yang dikelola dua institusi. Ia menampik adanya tumpang tindih tugas dan wewenang, termasuk dalam pengambilan keputusan dalam pengelolaan bandara. ”AP II mengoperasikan bandara, sedangkan PT BIJB mengelola bagian komersial,” katanya.
Arifin mengatakan, Kertajati dibangun untuk menggerakkan perekonomian di Jabar bagian timur, Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan, dan Subang. Kini, saatnya berbagai pihak berkolaborasi mendatangkan penumpang dan investor, seperti bentuk sayap burung merak di atap terminal yang bermakna penyambutan.