Kebijakan Baru Mengungkit Penyerapan dari Petani di Karawang
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
KARAWANG, KOMPAS — Keputusan pemerintah menjadikan Perum Bulog sebagai pengelola pasokan bahan pangan dalam program bantuan pangan nontunai atau BPNT diyakini makin meningkatkan penyerapan gabah di tingkat petani. Perum Bulog Subdivisi Regional Karawang siap menyerap gabah petani di Karawang dengan mematok standar mutu.
Keputusan pemerintah diambil dalam rapat koordinasi antara Kementerian Sosial dan Perum Bulog, Kamis (4/7/2019), di Jakarta. Dalam keputusan itu, Bulog diharapkan dapat menjalankan fungsinya sebagai stabilisator harga, memiliki kanal beras yang dikelolanya, dan perputaran beras lebih terjaga (Kompas, 5/7/2019).
Kepala Perum Bulog Subdivisi Regional Karawang Rusli mengatakan, Bulog tetap akan membeli gabah dari petani mengacu standar yang ditetapkan. Perum Bulog berharap dapat mengoptimalkan penyerapan gabah atau beras dalam negeri.
Pada musim panen musim lalu, lanjut Rusli, subdivre mampu membeli harga gabah dari petani senilai Rp 4.200 per kilogram. Pada musim panen kemarau ini diprediksi harga beli gabah meningkat menjadi Rp 5.200 per kg.
Hingga saat ini, ada 60.000 ton beras tersimpan di 10 gudang subdivre Karawang. Dari total itu, 13.000 ton berasal dari hasil panenan musim lalu tahun 2019. Adapun sisa beras dari penyerapan tahun 2018 sebanyak 8.000 ton, seluruh sisanya belum disalurkan.
”Kami tinggal menunggu mekanisme dari pusat, selebihnya kami siap menyalurkan beras-beras ini kepada masyarakat,” kata Rusli.
Menurut Rusli, beras yang tersimpan di gudang Bulog perputarannya harus terjaga. Artinya, menggunakan prinsip barang yang masuk pertama kali akan dikeluarkan duluan (first in first out). Jika stok lama menumpuk dan tidak dikeluarkan segera bisa menimbulkan kerugian.
Tingkatkan kualitas
Sebelumnya, Oos Koswara (43), petani di Desa Ciranggon, Kecamatan Majalaya, mengatakan, harga gabah kering panen (GKP) turun dari Rp 5.500 per kg pada akhir Desember 2018 menjadi Rp 3.750 per kg. Petani tidak memiliki pilihan selain menjual gabah seusai panen.
Hal itu disebabkan mayoritas petani tidak memiliki alat pengering dan tempat penyimpanan gabah. Adapun hujan dan angin kencang yang terjadi belakangan membuat kadar air gabah tinggi. Oleh sebab itu, gabah harus segera dikeringkan atau akan cepat membusuk.
Saepul Bahri (42), petani di Desa Majalaya, Kecamatan Majalaya, Karawang, mengatakan, rendahnya rendemen gabah, yakni kurang dari 50 persen, menekan harga GKP hingga Rp 3.500 per kg. Harga ini lebih rendah dari standar pembelian pemerintah, Rp 4.070 per kg.
Berdasarkan data Dinas Pertanian Karawang, produksi GKP pada 2017 sebesar 1.393.796 ton dan meningkat menjadi 1.469.360 ton pada 2018. Sementara hingga April 2019, jumlah produksi 211.556 ton GKP. Petani berharap saat harga turun, Bulog bersedia membeli gabah panen dengan harga layak.
Rusli menambahkan, gabah yang terendam air atau tanaman padi roboh sebelum panen masuk kriteria rendah sehingga kemungkinan tidak akan dibeli Bulog. Apabila tetap dibeli, hal itu cukup berisiko terhadap kualitas beras karena akan berwarna kuning dan pecah.
Rusli mengimbau para petani semakin meningkatkan kualitas gabah panenannya. Semakin baik kualitasnya, Bulog mampu membeli dengan harga tinggi dibandingkan dengan pengepul atau tengkulak.