Ketika Jokowi Disambut Profesionalitas Anak-anak Pulau Lembeh
Presiden Joko Widodo disambut anak-anak Pulau Lembeh saat berkunjung ke Kawasan Ekonomi Khusus Bitung, Sulawesi Utara, Jumat (5/7/2019). Terselip cerita menarik dalam momen itu.
Oleh
NINA SUSILO/KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
Presiden Joko Widodo sudah akrab dengan jadwal yang sangat padat. Perubahan jadwal yang tiba-tiba adalah lumrah. Staf kepresidenan, pasukan pengaman, gubernur, wali kota, hingga warga biasa pun tak punya pilihan selain menyesuaikan diri.
Dinamika ini kembali tampak saat Presiden menyambangi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung seusai meninjau Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara, Jumat (5/7/2019). Karena agenda padat, peninjauan kali ini hanya di halaman gedung KEK Bitung. Presiden mendengarkan penjelasan Kepala Administrator KEK Bitung Handri Tirayoh, Wali Kota Bitung Max Lomban, Gubernur Sulut Olly Dondokambey, dan para menteri yang turut bersamanya.
Padahal, sedianya Jokowi direncanakan masuk ke gedung administrasi KEK Bitung. Staf harap-harap cemas menyambut kedatangannya dengan presentasi kilat.
Namun, harapan lebih besar datang dari kelompok seni masemper SD Negeri Posokan, Kecamatan Lembeh Utara, Pulau Lembeh. Seni masemper adalah kesenian tradisional masyarakat Bitung yang memadukan antara gerak dan nyanyian.
Mengenakan baju adat khas Kepulauan Sangihe berwarna biru tua dan muda, mereka menyanyikan lagu berjudul ”Gema Damai” gubahan Jermias Makaubis, sang kepala sekolah, sambil bergoyang ke kiri dan kanan. Mereka sudah siap menyambut Presiden di depan pintu kantor administrasi KEK Bitung.
”Jangan lupa senyum!” bisik salah satu guru yang mendukung di belakang mereka. Di bawah pimpinan ketua regu bernama Hizkia yang duduk di kelas 6 SD, kelompok itu tak henti bernyanyi lantang sejak Jokowi turun dari mobilnya.
Lagu sudah diulang lebih dari dua kali. Namun, suara anak-anak itu seperti tak terdengar oleh Jokowi yang terus berbincang dengan jajarannya di depan pagar kantor KEK, 100 meter dari tempat mereka bernyanyi.
Ibu Negara Iriana Joko Widodo kemudian menoleh ke arah anak-anak itu. Mungkin sudah menerima kode dari sang istri, Presiden Jokowi pun memanggil anak-anak itu untuk mendekat. Melihat Presiden melambaikan tangan, ke-25 anak itu spontan berjalan sesuai irama tarian dan nyanyian ke arah Jokowi. Hingga di depan Presiden dan Nyonya Iriana, mereka terus bernyanyi dengan formasi barisan yang sama.
Nyonya Iriana membagikan buku tulis kepada anak-anak itu di sela-sela lagu dan kemudian memberikan air minum kepada mereka. Sesaat setelah riuh tepuk tangan hadirin, anak-anak tersebut kembali menyanyi. Mendengar suara padu anak-anak itu, Presiden tersenyum dan mendekat sembari bertanya, ”Nama kamu siapa?”
Tak ada yang menjawab. Hizkia dan kawan-kawan tetap menyanyi. Lagu mereka belum selesai. Presiden dan hadirin pun sontak tertawa. ”Ini profesional tenan (betul), ditanya aja enggak mau berhenti, terus menyanyi,” ujar Jokowi.
Anak-anak itu terus menyanyi tanpa lelah. Kaki dan tangan mereka juga terus bergoyang mengikuti nyanyian. Baru setelah lagu rampung, Presiden bisa menanyai anak-anak tersebut.
”Ini kelas berapa saja?” tanya Presiden.
”Kelas dua, tiga, empat, lima, dan enam SD,” ujar Hizkia, sang pemimpin kelompok masemper.
”Suaranya bagus. Waktu nyanyi, enggak mau diajak omong. Terus saja (menyanyi),” ucap Presiden sembari mengacungkan jempol.
Presiden Jokowi dan Nyonya Iriana pun berfoto bersama paduan suara cilik itu. Gerak tangan anak-anak juga diikuti Presiden yang gembira dengan nyanyian yang bercerita tentang persaudaraan ini.
Bangga
Pencipta lagu ”Gema Damai”, Kepala SD Negeri Posokan, Jermias Makaubis, menyatakan kebanggaan yang mendalam terhadap anak-anak didiknya. ”Melihat tanggapan Presiden terhadap anak-anak, saya tidak bisa melukiskan kebanggaan saya. Sangat senang dan terharu karena anak-anak tampil dengan baik dan menjiwai,” katanya.
”Gema Damai” berisikan ucapan syukur kepada Tuhan yang telah menuntun umatnya dalam perjalanan hingga dapat bergabung dalam sebuah pertemuan yang indah. Lagu ini pun mengingatkan agar kesatuan dan persatuan tetap dijalin melampaui sekat-sekat budaya dan agama.
Jermias menilai, lagu tersebut cocok dibawakan untuk Presiden dan bangsa Indonesia. Selain karena kesempatan bertemu Presiden sangat langka, ia berharap lagu itu juga bisa membawa semangat bersatu setelah pemilu. ”Di Bitung, tidak ada perseteruan gara-gara pemilu. Semoga bisa menjadi inspirasi,” katanya.
Jermias pun maklum dengan keputusan Presiden yang hanya berhenti di halaman kantor KEK sehingga penampilan anak-anak didiknya sempat terabaikan. ”Dengan bernyanyi, anak-anak sudah dapat perhatian Presiden dan Ibu Negara. Kami tidak masalah karena harus menyesuaikan diri dengan keadaan,” lanjutnya.
Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kota Bitung Lespi Gansa mengatakan, penampilan masemper ini adalah yang pertama kali di depan Presiden. Namun, anak-anak tidak demam panggung karena sudah terbiasa tampil di acara besar hingga berimprovisasi sesuai keadaan.
”Sebelumnya sering diundang ke kantor gubernur (Sulut) jika ada acara. Terakhir kali anak-anak ini juga tampil di depan Mama Yo (Yohana Yembise, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) dengan lagu yang sama,” kata Lespi.
Kota Bitung memiliki tim masemper massal yang terdiri atas pelajar SD. Kesenian khas Kepulauan Sangihe ini terus menjadi penyampai pesan perdamaian dan persatuan, sampai-sampai sekelas presiden pun tak dapat menyelanya.