JAKARTA, KOMPAS Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memanggil sejumlah saksi atas kasus pengerjaan proyek tanpa izin di kawasan hutan lindung bakau di Kelurahan Batu Besar, Kecamatan Nongsa, Batam, Kepulauan Riau. Pelanggaran alih fungsi lahan yang terjadi di kawasan tersebut diduga dilakukan secara masif.
Direktur Penegakan Hukum Pidana Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Yazid Nurhuda menuturkan, tim penyidik telah memanggil saksi dari PT Kayla Alam Sentosa (KAS) yang diduga mengerjakan proyek pembangunan tanpa izin di kawasan hutan lindung bakau di Batam. Setidaknya tiga saksi dari perusahaan tersebut hadir dalam pemeriksaan yang dilakukan di Kantor KLHK, Jakarta, Kamis (4/7/2019).
”Saksi sudah dipanggil untuk klarifikasi atas informasi yang kami terima. Setelah ini penyidikan dikembangkan dengan turun langsung ke lapangan. Dari informasi, ada banyak (pelanggaran) di sana, tidak hanya mereka (PT KAS),” ujarnya.
Yazid belum bisa memastikan pengerjaan proyek yang dilakukan oleh PT KAS benar berada di kawasan hutan lindung. Pihaknya masih menunggu kajian dari bagian Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK.
Namun, jika benar proyek itu dilakukan di hutan lindung, proyek yang dikerjakan itu dipastikan tidak memiliki izin lingkungan dan izin penggunaan kawasan hutan. ”Tunggu saja sampai penyidikan selesai. Butuh pemeriksaan komprehensif untuk memastikan semuanya,” ucapnya.
Ditemui secara terpisah, Direktur PT KAS Indra May menuturkan, proyek yang dilakukan di lokasi tersebut merupakan kapling siap bangun (KSB). Proyek ini berada di lahan seluas 33 hektar. Menurut rencana, ada 1.500 kapling yang akan dibangun. Setiap kapling berukuran 8 meter x 12 meter.
”Kami bergerak atas ajakan pemilik kebun untuk mengerjakan penggarapan atas kebunnya. Kebetulan kebun itu berada di atas hutan lindung. Kami juga sudah lakukan perjanjian dengan pemilik kebun. Ada lima pemilik kebun,” katanya.
Indra menyampaikan, perjanjian yang disepakati antara lain memberikan kapling dan memberi dana bantuan Rp 1 juta per keluarga bagi 400 keluarga yang sebelumnya tinggal di rumah liar di kawasan tersebut. Selain itu, hasil penjualan kapling dibagi 15 persen untuk pemilik kebun dan 85 persen lain untuk PT KAS. ”Saat ini lahan yang terjual sudah 200 petak. Satu petak harganya Rp 26 juta,” ucapnya.
41 perusahaan
Selama penyidikan dilakukan, pengerjaan proyek dihentikan untuk sementara. ”Kami akui, kami memang melakukan proyek di kawasan hutan lindung. Namun, kalau proyek kami dihentikan, kami minta 41 perusahaan lain yang juga bangun di kawasan itu turut dihentikan,” ujarnya.
Pendiri Aliansi Budaya Mangrove, Feri Iriandi, membenarkan pengerjaan proyek di Kampung Taman Yasmin Kebun, Kelurahan Batu Besar, dihentikan sementara. Ia pun telah diminta PT KAS untuk membantu menanami kembali lahan bakau yang ditebang. Menurut rencana, lahan 15 meter dari bibir pantai akan dijadikan taman bakau. (NDU/TAN)