Kesadaran petani garam di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, bergabung dengan koperasi masih rendah. Padahal, dengan bergabung bersama koperasi, petani akan mendapatkan informasi pasar terkini untuk menentukan volume produksi dan potensi diferensiasi penyaluran garam.
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
BREBES, KOMPAS — Kesadaran petani garam di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, bergabung dengan koperasi masih rendah. Padahal, dengan bergabung bersama koperasi, petani akan mendapatkan informasi pasar terkini untuk menentukan volume produksi dan potensi diferensiasi penyaluran garam.
Sebulan terakhir, petani garam di Desa Kaliwlingi, Kabupaten Brebes, mengeluhkan harga garam yang anjlok. Penurunan terjadi dari Rp 800 per kilogram (kg) menjadi Rp 400 per kg. Harga itu jauh di bawah biaya produksi yang dikeluarkan, yakni Rp 700-Rp 750 per kg. Penurunan terjadi akibat stok garam yang melimpahdi pasar.
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Brebes Gatot Rudiyono, Kamis (4/7/2019), di Brebes, mengatakan, harga garam yang anjlok sebenarnya bisa diantisipasi jika para petani mau bergabung dengan koperasi binaan pemerintah. Fluktuasi harga garam bisa dipantau dan petani bisa mendapatkan informasi sebelum mengambil keputusan untuk memproduksi garam.
Kalau harganya memang sedang tidak bagus, garam hasil panen bisa disimpan dulu di GGN. Jika harganya sudah normal baru dijual.
Saat harga sedang tidak bagus seperti sekarang, petani juga bisa menyimpan dulu garam milik mereka di Gudang Garam Nasional (GGN) Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dikelola koperasi-koperasi garam rakyat.
”Kalau harganya memang sedang tidak bagus, garam hasil panen bisa disimpan dulu di GGN. Jika harganya sudah normal baru dijual. Petani juga bisa mendapatkan pinjaman untuk keperluan produksi selanjutnya, tidak perlu menunggu garamnya laku terlebih dahulu,” kata Gatot.
Pada 2018, Kementerian Kelautan dan Perikanan membangun 18 GGN yang tersebar di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan Sulawesi. Setiap gudang memiliki kapasitas 2.000 ton. Gudang tersebut dikelola oleh koperasi garam di setiap sentra garam rakyat.
Berdasarkan pantauan pada Kamis siang, GGN Bulakamba yang dikelola Koperasi Garam Mutiara Bahari Kabupaten Brebes sepi. Tidak ada aktivitas apa pun di gudang yang terletak di pinggir jalan pantura Brebes itu. Dari celah pintu besi terlihat tumpukan garam petani.
Data Dinas Perikanan Kabupaten Brebes menyebutkan, produksi garam di Brebes sejak akhir 2018 sebesar 47.000 ton. Dari jumlah tersebut, sekitar 4.000 ton belum terserap. Sebanyak 2.000 ton disimpan di GGN Bulakamba dan 2.000 ton di GGN Pengaradan.
Saluran penjualan
Gatot mengungkapkan, selain mendapat fasilitas penyimpanan, petani garam juga bisa mendapatkan informasi terkait saluran penjualan garam yang lebih luas apabila bergabung dengan koperasi. Selama ini, para petani garam di Kabupaten Brebes lebih banyak menjual garam mereka untuk keperluan konsumsi rumah tangga.
”Kalau para petani menjual garam untuk keperluan konsumsi, mereka jadi bergantung pada harga di pasaran. Jika stok garam konsumsi sedang banyak, anjloknya harga tidak bisa dihindari,” ujarnya.
Gatot menambahkan, jika ada diferensiasi pasar, jumlah garam yang beredar di pasar konsumsi tidak akan sebanyak sekarang. Menurut dia, garam yang dihasilkan petani garam Brebes berpotensi dilirik industri. Para petani hanya perlu memproduksi garam mereka dengan metode tertentu agar garam yang dihasilkan bisa memenuhi standar untuk industri.
Beberapa waktu lalu, Dinas Perikanan Kabupaten Brebes telah menandatangani nota kerja sama dengan perusahaan farmasi terkait penyerapan garam untuk keperluan industri farmasi. Perusahaan tersebut meminta suplai 2.000 ton garam per bulan. Syaratnya, garam tersebut harus memiliki kandungan natrium klorida (NaCl) sebesar 97 persen.
Gatot menuturkan, permintaan 2.000 ton per bulan itu belum bisa dipenuhi karena mayoritas kandungan NaCl pada garam yang dihasilkan petani garam Brebes masih 95 persen. Untuk bisa memenuhi standar, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, salah satunya kebersihan pada saat proses produksi. Ilmu untuk meningkatkan kualitas garam bisa didapatkan oleh petani garam jika mereka bergabung dengan koperasi.
Dari sekitar 600 petani garam di Kabupaten Brebes, baru sekitar 200 orang yang bergabung dengan koperasi. Pihaknya akan terus mendorong para petani untuk bergabung dengan koperasi.
Sementara itu, Wa’an (69), petani garam di Desa Kaliwlingi, Kecamatan Brebes, menuturkan, selama ini dirinya menyimpan garam di tempat penyimpanan pribadinya. Ia enggan bergabung dengan koperasi karena koperasi membeli garam miliknya lebih murah dibandingkan pengepul. Selisih harga jual kepada pengepul dan koperasi berkisar Rp 100-Rp 150 per kg.
Petani garam lain, Pardi (50), mengatakan, dirinya juga tak mau bergabung dengan koperasi. Menurut dia, persyaratan bergabung dengan koperasi rumit. ”Rumit persyaratannya, harus mengumpulkan dokumen-dokumen, ada pertemuan-pertemuan, dan pembayaran iuran rutin. Saya malas mengurus hal-hal seperti itu,” kata Pardi.