Sisa Anggaran Tertinggi sejak Empat Tahun Terakhir
Sisa lebih penggunaan anggaran negara tahun 2018 mencapai Rp 36,2 triliun. Angka ini tertinggi selama empat tahun terakhir. Kendati realisasi penerimaan negara lebih tinggi, persoalan penyerapan anggaran tetap harus diperbaiki.
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sisa lebih penggunaan anggaran negara tahun 2018 mencapai Rp 36,2 triliun. Angka ini tertinggi selama empat tahun terakhir. Kendati realisasi penerimaan negara lebih tinggi, persoalan penyerapan anggaran tetap harus diperbaiki.
Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Marwanto Harjowiryono mengatakan, realisasi pendapatan negara lebih tinggi dari target APBN 2018 sehingga sisa lebih penggunaan anggaran (silpa) cukup tinggi. Pendapatan negara mencapai Rp 1.943,7 triliun atau 102,6 persen dari target APBN.
”Silpa dipengaruhi tingginya realisasi pendapatan negara. Penyerapan anggaran relatif lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya,” kata Marwanto di Jakarta, Jumat (5/7/2019).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, silpa berangsur-angsur meningkat. Silpa tahun 2014 sekitar Rp 19 triliun. Silpa tahun 2015 senilai Rp 24,61 triliun. Sementara silpa tahun 2016 mencapai Rp 26,16 triliun. Silpa menurun tahun 2017 menjadi Rp 25,65 triliun.
Selain kenaikan silpa, ada penambahan saldo anggaran lebih sebesar Rp 600 miliar sehingga saldo akhir saldo anggaran lebih sebesar Rp 175,2 triliun.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Indonesia menghadapi kondisi yang tidak mudah sepanjang 2018 akibat gejolak nilai tukar dan suku bunga. Karena itu, pembiayaan dilakukan sejak awal untuk mengantisipasi ketidakpastian.
”Tentu baik kalau kita punya silpa, tetapi mungkin dari sisi cost of money belum optimal. Seharusnya kita bisa lebih tepat dan akurat. Namun, kondisi ekonomi bergejolak sehingga kita perlu berjaga-jaga,” tutur Sri Mulyani.
Sementara itu, neraca keuangan pemerintah per 31 Desember 2018 terdiri dari aset sebesar Rp 6.325,3 triliun, kewajiban Rp 4.917,5 triliun, dan ekuitas Rp 1.407,8 triliun. Aset pemerintah meningkat Rp 377,5 triliun atau 6,3 persen dibandingkan dengan akhir tahun 2017.
Serapananggaran
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef), M Rizal Taufikurahman, berpendapat, silpa idealnya nol kalau ditilik dari aspek penggunaan anggaran. Jika terdapat surplus, berarti anggaran tidak terserap maksimal. ”Silpa sebesar Rp 36,2 triliun harus diteliti lebih dalam, apalagi kondisi APBN juga masih defisit,” katanya.
Menurut Rizal, silpa menunjukkan kinerja manajemen anggaran yang belum optimal sehingga anggara tidak terserap seluruhnya. Silpa juga seharusnya terserap dalam kondisi APBN yang defisit. Jangan sampai silpa berasal dari kelebihan pembiayaan atau penarikan utang.
Selain pengelolaan anggaran, pemerintah juga perlu mengevaluasi penyerapan anggaran. Serapan beberapa jenis belanja acap kali bertumpu di akhir tahun, seperti belanja modal. Program yang diusung dan alokasi anggaran harus selaras agar tidak terjadi penundaan yang berdampak ke serapan anggaran.
”Yang selalu menghambat penyerapan anggaran itu dari kegiatan yang dipengaruhi kondisi perekonomian domestik,” kata Rizal.
Pada 2018, Badan Pemeriksa Keuangan memberikan opini wajar tanpa pengecualian terhadap 81 lembaga keuangan kementerian negara/lembaga (LKKL), opini wajar dengan pengecualian untuk 4 LKKL, dan opini tidak menyatakan pendapat untuk 1 LKKL.