Kementerian Perhubungan Beli Layanan Bus Perkotaan
Oleh
Maria Clara Wresti
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan memutuskan untuk membeli layanan angkutan massal berbasis jalan atau bus (bus rapid transit/BRT) perkotaan. Langkah ini dinilai lebih efektif untuk memperluas jangkauan dibandingkan memberikan armada bus ke pemerintah daerah.
"Kami tetap memberikan bus ke daerah-daerah yang memang cocok diberi bus dan punya komitmen untuk mengelolanya. Namun, untuk daerah-daerah yang lain, kami akan melakukan skema buy the service atau membeli layanan kepada operator swasta yang menyediakan layanan angkutan BRT," kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Budi Setiyadi di Jakarta, Jumat (5/7/2019).
Dengan skema itu, operator bus swasta menjadi penyedia dan operator bus. Lalu, setiap kilometer yang dilayaninya akan dibayar oleh Kementerian Perhubungan. "Pemerintah daerah bertugas menyediakan infrastruktur seperti halte," kata Budi.
Daerah-daerah yang akan mendapat layanan ini, kata Budi, adalah daerah yang sudah menjadi aglomerasi, di mana pergerakan orang di satu kota dan kota-kota di sekitarnya sangat intens seperti Jabodetabek. Dengan memberikan layanan yang menjadi satu kesatuan, maka pergerakan akan lebih mudah, cepat dan nyaman.
Skema membeli layanan ini akan mulai dijalankan pada tahun 2020 dan diterapkan di Palembang, Medan, Bandung, Solo, dan Sorong. Namun, Sorong dinilai belum siap sehingga skema akan dilaksanakan di Yogyakarta dan Surabaya.
Budi menambahkan, pihaknya telah mengundang agen tunggal pemegang merek untuk penyediaan armada. "Tujuan kami adalah mengubah kebiasaan masyarakat dari menggunakan kendaraan pribadi ke angkutan umum. Jadi armadanya juga harus sesuai dengan keinginan masyarakat. (Sampai saat ini) Belum diputuskan apakah bus dengan dek rendah atau dek tinggi," ujar dia.
Kepala Subdirektorat Angkutan Perkotaan Direktorat Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan, Wahyu Hapsoro mengatakan, pemerintah telah menyiapkan anggaran Rp 250 miliar untuk membeli layanan ini. Namun, angka tersebut masih perkiraan.
Selain itu, Kementerian Perhubungan bersama dinas perhubungan daerah akan membenahi trayek-trayek di perkotaan untuk menumbuhkan rute pengumpan bagi BRT.
Terkait itu, pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno menyangsikan skema itu bisa dijalankan seluruhnya pada tahun 2020. "Bisa ada dua kota yang menjalankan saja sudah sangat baik," ujar dia.
Menurt Djoko, skema membeli layanan adalah skema baru yang belum pernah dilakukan oleh Ditjen Darat sebelumnya. "Belajar dari Pemprov Jawa Tengah yang menyediakan angkutan BRT, butuh 15 bulan jika dimulai dari studi kelayakan. Setelah studi sudah ada masih diperlukan desain detail enjinering, sosialisasi, kelembagaan, pemda, operator eksisting, pengawasan, dan sebagainya," kata Djoko.
Dia juga menegaskan komitmen pemda untuk melaksanakan BRT ini sangat penting. Jangan sampai BRT sudah disediakan, tetapi masyarakat masih sangat mudah menggunakan kendaraan pribadi. Pemda harus melakukan pembatasan," tegas Djoko.