JAKARTA, KOMPAS—Setelah sekitar 1,5 tahun rusak pasca kebakaran hebat, Museum Bahari di Penjaringan, Jakarta Utara, akhirnya mulai dikonservasi pada Juli ini. Sekitar 200 pekerja terlibat dalam proyek itu.
“Kalau tidak dengan 200-an pekerja, target waktu tidak akan keburu,” ucap Humas PT Poligon Internusa Pratama, Umar Fondoli, Jumat (5/7/2019) di Museum Bahari. PT Poligon adalah kontraktor proyek konservasi museum ini.
Umar mengatakan, target waktu yang diberikan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta adalah 180 hari, yakni tanggal 1 Juli-27 Desember atau sekitar enam bulan. Area yang dikerjakan yaitu gedung A serta gedung C1 dan C2.
Akibat kebakaran pada 16 Januari 2018, sekitar 60 persen gedung museum diperkirakan rusak. Atap runtuh serta jendela dan pintu hangus di lantai dua Gedung A, di lantai satu Gedung C, dan di lantai dua Gedung C.
Museum Bahari di era penjajahan Kongsi Dagang Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie/VOC) merupakan gudang barat, tempat transit rempah-rempah dari Nusantara sebelum dikapalkan ke negara lain. Kompleks gedung dibangun bertahap pada 1652-1759. Nilai sejarah ini menjadikan upaya konservasi bangunannya penting.
Konservasi merupakan upaya untuk mengembalikan kondisi bangunan cagar budaya semirip mungkin dengan aslinya. Menurut Umar, anggaran proyek sebesar Rp 43 miliar. Bagian-bagian asli yang masih baik wajib dipertahankan, tetapi yang sudah rusak mau tidak mau harus diganti.
Contohnya, sejumlah komponen gedung berbahan kayu seperti kuda-kuda dan kolom, dicarikan penggantinya. Sekitar 40 persen komponen berbahan kayu diganti dengan kayu baru, tetapi ada juga material baja yang dipakai mengganti 35 persennya. Pencarian kayu bukan perkara mudah, mengingat bahannya kayu jati dan berukuran besar.
“Kami mendapatkan kayu jati berkualitas bagus dari hutan Randublatung (Blora, Jawa Tengah),” ujar Umar. Kontraktor antara lain berhasil memeroleh kayu dengan ketebalan 60 cm x 60 cm serta 40 cm x 30 cm.
Kontraktor juga memesan batu bata yang mirip dengan aslinya, diproduksi dengan pesanan khusus mengingat ukurannya jauh lebih besar dibanding ukuran konvensional saat ini. Mereka kemungkinan bermitra dengan pabrik batu bata tradisional di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat.
Bahkan, pembuangan puing bangunan tidak bisa sembarangan. Mereka akan memilih dan memilah lagi pada puing-puing yang akan dibuang, mengantisipasi ada bagian bangunan yang sebenarnya merupakan artefak dan wajib dilindungi.
PT Poligon sudah berpengalaman mengurusi konservasi cagar budaya di Jakarta. Pada 2014, perusahaan ini mendapat tender konservasi Museum Sejarah Jakarta di Jakarta Barat. PT Poligon juga melakukan rekonstruksi bekas tempat pelelangan ikan Pasar Ikan, yang berlokasi di seberang Museum Bahari.
Kepala Disparbud DKI Edy Junaedi mengatakan, pihaknya tetap membuka akses pengunjung ke Museum Bahari. Terdapat pembatas antara area kerja konservasi dan area ruang pameran museum. Sejak setelah kebakaran, Pemerintah Provinsi DKI memang mengambil kebijakan untuk membuka akses kunjungan ke area-area yang tidak terdampak kebakaran.
Namun, jika nantinya penutupan museum secara keseluruhan dibutuhkan, misalnya karena terdapat proses proyek yang berisiko bagi pengunjung, Disparbud berupaya agar penutupan berlangsung singkat.
Di samping itu, lanjut Edy, pihaknya berkoordinasi dengan Tim Ahli Cagar Budaya DKI untuk membuat museum-museum lain di Jakarta yang juga menggunakan bangunan cagar budaya agar terlindung dari ancaman kebakaran. Pihaknya ingin bisa membuat tangki air di bawah tanah, tetapi penggalian tidak dibolehkan di area cagar budaya.
“Kalau membuat penampungan air di atas, estetikanya nanti terganggu, dan strukturnya belum tentu kuat juga,” kata Edy. Ia berharap solusi didapatkan dari pembahasan dengan tim ahli.