JAKARTA, KOMPAS Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara RI memberikan sanksi kepada 10 anggota Brimob karena melakukan kekerasan terhadap warga saat kerusuhan di Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta, 22 Mei. Di sisi lain, Polri memastikan tidak ada keterlibatan anggotanya dalam tewasnya sembilan warga sipil dalam peristiwa kerusuhan pada 21-22 Mei tersebut.
Polisi juga masih mencari seorang pria yang diduga menembak pengunjuk rasa. Orang itu berambut panjang lurus dan berwajah agak gelap dengan tinggi badan sekitar 175 sentimeter.
”Kami telah ketahui ciri-ciri pelaku penembakan itu, berdasarkan keterangan saksi di tempat kejadian perkara,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo, Jumat (5/7/2019), di Markas Besar Polri, Jakarta.
Sembilan korban tewas dalam kerusuhan itu adalah Abdul Aziz, M Harun Al Rasyid, M Rehan Fajari, Bachtiar Alamsyah, Adam Nooryan, Farhan Syafero, Sandro, Widianto Rizki Ramadhan, dan Muhammad Reza.
Reza tewas karena cedera kepala berat, sedangkan delapan orang lainnya akibat luka tembak. Dari delapan orang yang tewas karena luka tembak peluru tajam itu, tim forensik Polri telah melakukan otopsi terhadap empat orang, yakni Rehan, Bachtiar, Harun, dan Aziz.
Delapan korban tewas tersebut berasal dari tiga tempat kejadian. Bachtiar, Aziz, Rehan, Widianto, dan Farhan tewas di daerah Petamburan. Adam dan Sandro tewas di daerah Cideng. Sementara Harun tewas di sekitar Slipi.
Direktur Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Suyudi Ario Seto menjelaskan, polisi hanya menemukan proyektil di tubuh Harun dan Aziz. Di tubuh Harun ditemukan peluru kaliber 9,17 milimeter dari senjata jenis Glock 42. Adapun dari tubuh Aziz terdapat proyektil peluru ukuran 5,56 x 44 mm.
”Temuan proyektil itu telah dilakukan uji balistik dan tidak identik dengan senjata Polri,” tutur Suyudi di Markas Besar Polri, Jakarta.
Dedi Prasetyo menambahkan, Harun dan Aziz ditembak oleh orang tak dikenal di sekitar lokasi tubuh mereka ditemukan. Dari keterangan sejumlah saksi mata, lanjut Dedi, penembakan dilakukan dalam jarak sekitar 11 meter. Harun ditembak dari arah kanan, sedangkan Aziz ditembak dari arah belakang. Sementara personel kepolisian berada di depan massa perusuh dengan jarak sekitar 100 meter.
Dedi menjelaskan, peristiwa 21-22 Mei terbagi dua segmen. Pertama, yaitu unjuk rasa yang berjalan damai sejak siang hingga petang. Kedua, kerusuhan pada malam hari. Kerusuhan itu diduga ditunggangi delapan kelompok. Saat ini, 316 tersangka kerusuhan sedang menjalani proses hukum.
Sanksi internal
Meski tidak terlibat dalam jatuhnya korban tewas di kerusuhan, lanjut Dedi, Divisi Profesi dan Pengamanan Polri telah menjatuhkan hukuman kode etik internal kepada 10 anggota Brimob karena melakukan kekerasan terhadap warga saat kerusuhan. Sepuluh anggota Brimob itu ditahan di ruang khusus selama 21 hari. Penyelidikan dugaan pelanggaran pidana juga sedang dilakukan terhadap mereka.
Secara terpisah, komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, mengapresiasi penjelasan Polri. Komnas HAM juga menyambut positif upaya Polri menindak anggotanya yang melakukan kekerasan di Kampung Bali. Ia mengingatkan, kasus itu harus menjadi dasar bagi Polri untuk mengevaluasi sistem pengamanan agar peristiwa serupa tidak terulang. Polri juga mesti menjelaskan hubungan sejumlah kasus yang telah diungkap, seperti makar, kepemilikan senjata api, dan kerusuhan.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai, anggota Brimob yang melakukan kekerasan saat kerusuhan tidak cukup hanya mendapat sanksi internal. Polri perlu menunjukkan jika setiap warga negara setara kedudukannya di muka hukum, dengan cara memberikan hukuman pidana kepada anggota Brimob yang melakukan kekerasan saat kerusuhan. (SAN/IGA/EDN)