Sawahlunto, Kota Warisan Budaya Menyapa Dunia
Sawahlunto menjadi satu-satunya perwakilan Indonesia yang masuk dalam nominasi situs warisan dunia dari UNESCO pada tahun ini. Bermodalkan warisan tambang batubara, mampukah Sawahlunto menambah daftar situs warisan dunia dari Indonesia?
Tambang Batubara Ombilin di Sawahlunto berhasil menjadi warisan budaya dunia. UNESCO mengumumkannya pada 6 Juli 2019 pada pukul 12.18 waktu setempat atau 15.18 WIB dalam sidang Komite Warisan Dunia ke-43 di Baku, Azerbaijan. Ombilin menjadi warisan dunia kesembilan yang ada di Indonesia.
Ombilin Coal Mining Heritage atau tambang batubara Ombilin di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, berhasil menjadi satu dari 28 situs di dunia yang masuk dalam nominasi situs warisan dunia pada tahun 2019. Sawahlunto bersaing dengan berbagai situs dari negara lain untuk memperoleh status warisan dunia yang diakui oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).
Ombilin menjadi warisan budaya dunia kesembilan yang ada di Indonesia.
Di Asia Tenggara terdapat dua situs yang masuk nominasi selain Indonesia, yaitu Bagan dari Myanmar dan situs arkeologi Xieng Khuang dari Laos. Bagan adalah kota di Myanmar yang terkenal dengan ribuan candinya. Sementara Laos diwakili oleh Plain of Jars, sebuah situs guci batu yang terletak di kawasan pegunungan Indochina. Kedua situs ini menjadi saingan Indonesia untuk menjadi situs warisan dunia.
Di Asia juga terdapat situs terkenal lain yang masuk dalam nominasi. Beberapa di antaranya adalah Babilonia di Irak dan peninggalan arkeologi di Liangzhu, China. Selain itu, terdapat Seowon atau Akademi Neo-Konfusianisme di Korea Selatan dan kompleks peninggalan bersejarah di Jaipur, India.
Sawahlunto juga bersaing dengan peninggalan bersejarah lain dari Benua Eropa. Beberapa di antaranya adalah Observatorium Jodrell Bank dari Inggris dan Water Management System dari Jerman.
Kota tambang
Sawahlunto merupakan kota wisata tambang yang berkembang berkat warisan sejarah tambang batubara. Pertambangan di daerah ini mulai menggeliat pada era pemerintahan Hindia Belanda. Namun, siapa sangka, Sawahlunto dahulu ternyata hanyalah sebuah desa kecil yang terletak di tengah hutan belantara.
Menurut catatan Pemerintah Kota Sawahlunto, pada pertengahan abad ke-19, jumlah penduduk Sawahlunto hanya sekitar 500 orang. Jumlah penduduk ini hanya 0,8 persen jika dibandingkan total penduduk Sawahlunto pada tahun 2017 lalu yang mencapai 61.398 jiwa.
Sawahlunto sebelumnya merupakan daerah pertanian dengan lahan yang tidak sepenuhnya cocok untuk ditanami. Namun, setelah ditemukannya batubara pada tahun 1867, wilayah ini perlahan mulai menggeliat.
Sejak pembukaan tambang batubara pada tahun 1891, Sawahlunto perlahan menjadi bagian penting dari pasokan energi dunia.
Adalah De Greve, seorang geolog dari Belanda, yang menemukan sumber daya alam tersembunyi di balik hutan belantara Sawahlunto. Sejak 1 Desember 1888, keberadaan Kota Sawahlunto mulai dilirik oleh pemerintah kolonial. Hal ini terbukti dengan masuknya Sawahlunto sebagai bagian dari Afdeeling Tanah Datar yang merupakan wilayah administratif Pemerintah Hindia Belanda.
Sejak pembukaan tambang batubara pada tahun 1891, Sawahlunto perlahan menjadi bagian penting dari pasokan energi dunia. Sebab, saat itu batubara sangat dibutuhkan seiring penemuan mesin uap di daratan Eropa. Dengan perkiraan cadangan deposit hingga 205 juta ton, posisi Sawahlunto kian penting sebagai pemasok energi.
Sebagai kota tambang, Sawahlunto mencapai puncak kejayaannya pada dekade 1920-an. Dengan jumlah pekerja yang mencapai ribuan orang, wilayah ini berkembang dalam segala hal, dari sektor ekonomi hingga sektor pendidikan. Bahkan, pada tahun 1930-an, Sawahlunto telah memasok 90 persen dari total kebutuhan energi di Hindia Belanda.
Kini, kejayaan Sawahlunto sebagai kota tambang mulai meredup seiring semakin menipisnya cadangan batubara yang telah diproduksi selama lebih dari satu abad. Meredupnya kejayaan kota tambang ini terlihat dari menurunnya kontribusi sektor pertambangan dan penggalian pada produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Sawahlunto.
Pada tahun 2010 lalu, sektor pertambangan dan penggalian menyumbang sebesar 11,65 persen dari total PDRB Kota Sawahlunto. Kontribusi ini menurun hingga mencapai 5,26 persen pada tahun 2017 lalu. Hal ini menunjukkan semakin redupnya kegiatan pertambangan di daerah ini.
Namun, jejak-jejak kejayaan Sawahlunto sebagai kota tambang hingga kini masih dapat dinikmati. Kondisi ini menjadi peluang lain bagi Sawahlunto. Setelah cadangan batubara semakin menipis, sektor pariwisata dapat menjadi andalan perekonomian daerah ini.
Arah Kota Sawahlunto sebagai kota wisata telah tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Sawahlunto Nomor 2 Tahun 2001 tentang Visi dan Misi Kota Sawahlunto. Dalam aturan ini, pada tahun 2020 ditargetkan Sawahlunto akan menjadi kota wisata tambang yang berbudaya.
Kota wisata
Bak gayung bersambut, apa yang dicanangkan oleh Sawahlunto hampir dua dekade silam kini mulai tercapai. Beberapa bulan sebelum target tersebut terealisasi pada tahun 2020, wilayah ini berhasil masuk dalam situs warisan dunia.
Capaian ini diharapkan dapat mendongkrak perekonomian Sawahlunto sebagai kota wisata. Kondisi ini didukung oleh banyaknya peninggalan fisik dari kegiatan pertambangan sejak lebih dari satu abad silam.
Di Sawahlunto terdapat beberapa situs peninggalan sejarah, salah satunya Museum Goedang Ransoem. Goedang Ransoem dahulu merupakan dapur umum yang dibangun pada tahun 1918. Dapur umum ini digunakan untuk memasak 3.900 kilogram beras per hari bagi para pekerja tambang batubara beserta keluarganya.
Selain itu, juga terdapat Lubang Mbah Soero. Situs ini merupakan terowongan yang terbentang sepanjang 1,5 kilometer di bawah Kota Sawahlunto. Menurut data dari Pemerintah Kota Sawahlunto, terowongan dimulai dari Kelurahan Tanah Lapang hingga Kantor DPRD Sawahlunto dengan kemiringan hampir 20 derajat.
Lubang ini merupakan area tambang yang dibuka pada tahun 1891. Nama Mbah Soero diambil dari seorang mandor yang juga menjadi tokoh masyarakat kala itu. Kegiatan penambangan pada terowongan ini pernah ditutup pada tahun 1932 karena lokasinya berdekatan dengan Batang Lunto atau Sungai Lunto sehingga berdampak pada rembesan air.
Harapan Sawahlunto sebagai kota wisata tambang kian terbuka jika melihat data peningkatan jumlah wisatawan pada beberapa situs bersejarah.
Kini, lubang tersebut kembali dibuka sebagai area wisata. Sebagai saksi bisu sejarah pertambangan, lubang ini diharapkan dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung.
Harapan Sawahlunto sebagai kota wisata tambang kian terbuka jika melihat data peningkatan jumlah wisatawan pada beberapa situs bersejarah. Sejak tahun 2013 hingga 2017, misalnya, jumlah kunjungan wisatawan ke Museum Goedang Ransoem terus mengalami kenaikan hingga 40,1 persen.
Hal serupa juga dialami oleh Museum Kereta Api. Dalam kurun waktu yang sama, jumlah kunjungan wisatawan ke museum ini meningkat hampir tiga kali lipat. Kondisi ini menggambarkan pesatnya geliat wisata sejarah pada beberapa situs peninggalan tambang batubara di Sawahlunto.
Potensi
Jika melihat catatan sejarah yang dimiliki, Sawahlunto memang layak ditetapkan menjadi situs warisan dunia. Berdasarkan ketetapan dari UNESCO, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi bagi sebuah situs untuk menjadi warisan dunia.
Beberapa syarat di antaranya adalah situs tersebut harus mewakili karya kreatif manusia dan memiliki peninggalan dari sisi arsitektur atau teknologi yang menggambarkan tahap penting dalam perkembangan umat manusia.
Sejumlah syarat ini telah dipenuhi oleh Sawahlunto. Hingga kini, warisan arsitektur, teknologi penggalian batubara, hingga bangunan bersejarah sisa-sisa kejayaan tambang masa lampau masih dapat dinikmati.
Sawahlunto kini menambah panjang daftar situs warisan dunia. Sebelumnya telah terdapat 1.092 situs warisan dunia yang tersebar di 167 negara. Situs ini terdiri dari 845 situs warisan budaya dan 209 situs alam warisan dunia. Sementara 38 situs lain adalah situs campuran antara budaya dan alam.
Tak hanya itu, Sawahlunto juga menambah daftar warisan alam dan budaya Indonesia yang masuk dalam kategori warisan dunia. Selain Sawahlunto, terdapat delapan situs warisan dunia yang berada di Indonesia, yaitu Candi Prambanan, Candi Borobudur, situs manusia purba Sangiran, sistem subak atau pengelolaan irigasi persawahan di Bali, Taman Nasional Komodo, Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Lorentz, dan hutan hujan tropis Sumatera.
Sawahlunto bukanlah kota besar. Kota yang dikelilingi Bukit Barisan ini hanya memiliki luas 273,45 kilometer persegi atau sekitar sepertiga dari luas Jakarta. Namun, kota yang dahulu hutan belantara ini telah berubah menjadi kota wisata tambang yang berhasil menyapa dan kemudian diakui dunia. (LITBANG KOMPAS)