Cuaca lumayan panas di Taipei, Taiwan, pada tengah hari Rabu (26/7/2019). Namun trotoar yang lebar-lebar di Jalan Zhongxiao Timur tetap dipakai orang berolah raga lari. Bagi warga Jakarta yang biasa berolah raga lari pagi, petang, atau malam, suasana itu menjadi tidak biasa.
Di Taipei, olah raga rupanya menjadi gaya hidup sehat yang tak kenal waktu. Mungkin karena olah raga dilakukan di mana saja dan kapan saja itu maka ruang kebugaran (fitness center) di hotel tempat Kompas menginap di Taipei, buka 24 jam!
Pemandangan orang yang nyaman berolah raga di siang hari sepertinya tidak terlepas dari suasana kota yang nyaman. Fasilitas pejalan kaki yang lebar dengan berbagai hiasan elemen kota, sangat nyaman untuk pejalan kaki.
Sejumlah pohon meneduhi pejalan kaki di trotoar. Di sejumlah dinding kota, tampak tanaman gantung (green walls) menyejukkan mata. Walaupun suhu sekitar 32 derajat Celcius di akhir Juni itu, suasana nyaman saja karena kota bersih dan resik.
Suasana serupa juga terlihat di Singapura akhir-akhir ini. Kini menjadi hal yang biasa pula jika pada tengah hari, pada jam istirahat, banyak orang berlatih kebugaran. Alih-alih nongkrong di kantin atau warung makan, warga kota singa itu pada siang hari memilih berlari atau jogging, seperti terlihat di seputaran Marina Bay.
Cuaca di Singapura sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Jakarta, dengan kelembaban yang tinggi. Tetapi penataan kota yang rapi, fasilitas pedestrian yang memanjakan pejalan kaki, taman yang teduh, serta kota yang bersih dan resik menjadikan warga juga nyaman beraktivitas sepanjang hari.
Jakarta sejak beberapa tahun lalu sebenarnya mulai membenahi fasilitas pejalan kaki. Walaupun pembangunan tidak seprima kota-kota tersebut di atas—keramik asal pasang, ubin pemandu kaum tunanetra dipasang seadanya, bahkan bisa menuntun tunanetra nabrak pohon dan bangunan—trotoar mulai agak nyaman.
Jika ingin menikmati trotoar yang beneran di Jakarta, silakan menggunakan trotoar di kawasan emas Ibu Kota : Jalan MH Thamrin, Sudirman, atau Rasuna Said, yang sepertinya dibangun lebih baik dibanding kawasan lain. Di sejumlah lokasi, trotoar lebar masih ditempati pedagang kaki lima atau menjadi tempat mangkal para pengojek berbasis aplikasi.
Jakarta memang menyisakan banyak pekerjaan rumah untuk “memanjakan” warga kotanya.
Beberapa waktu lalu, berita (tidak) mengejutkan terkait polusi udara Jakarta tersiar. Seperti diwartakan Kompas (27/6/2019) yang mengutip data AirVisual, situs penyedia peta polusi daring harian kota-kota besar di dunia, Jakarta pada 25 Juni pukul 08.00 menempati urutan pertama kota dengan tingkat polusi tertinggi. Nilai Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta adalah 240 (sangat tidak sehat). Kondisi udara pada rentang 201-300 bisa memengaruhi kesehatan masyarakat.
Dua tahun lalu juga lembaga non pemerintah Greenpeace sudah mengingatkan, polusi udara telah menjadi “pembunuh senyap” (silent killer) Jakarta. Kualitas udara yang semakin memburuk – terutama disebabkan emisi kendaraan bermotor, industri, maupun rumahan.
Kini menjadi pemandangan yang biasa jika langit Ibu Kota tidak lagi terlihat cerah, tetapi diselimuti oleh kabut abu-abu seperti ditunjukan foto berita harian ini, Selasa (25/6/2019). Masyarakat juga mulai membiasakan diri menggunakan masker atau penutup hidung untuk melindungi paru-parunya dari udara kotor yang terkutuk.
Sejumlah program Pemprov DKI Jakarta untuk mengurangi polusi udara malah terkesan kurang terdengar lagi. Ada masanya, mereka rajin melakukan razia terhadap emisi kendaraan bermotor yang beroperasi di Ibu Kota. Pemilik kendaraan bermotor diwajibkan untuk mengecek kadar emisi tunggangannya agar aman seperti yang diizinkan.
Pembatasan kendaraan bermotor di kawasan pembatasan penumpang sudah lama ditiadakan, kebijakan pengoperasian kendaraan nomor polisi ganjil genap kendaraan setengah hati dilaksanakan. Sementara rencana pemberlakuan ERP (electroning road pricing) juga semakin tidak terdengar. Perbaikan angkutan umum juga seringkali lebih merupakan bahan kampanye politik dari pada upaya untuk memperbaiki dan menyediakan angkutan umum yang mumpuni, aman dan nyaman.
Gugatan warga terhadap Pemprov DKI Jakarta terkait kualitas udara yang buruk di Ibu Kota baru-baru ini merupakan upaya masyarakat untuk mengingatkan pengelola kota agar ada aksi mengatasi polusi udara kotanya. Pemprov DKI perlu memenuhi tuntutan para pembayar pajak itu, bukan menangkisnya dengan kata-kata.