Melawan Jago Merah Ibu Kota yang Tak Kunjung Habis
Kebakaran di ibu kota seakan tak ada habisnya. Warga dan pemerintah seringkali terlambat menangani dan mencegahnya. Jakarta perlu memiliki langkah pencegahan, pengendalian, dan pascakebakaran yang komprehensif dan terintegrasi.
Selepas menghadiri kondangan, Indrawati (46) bergegas pulang dengan gelisah. Sabtu (6/7/2019) malam, ia mendapat kabar rumahnya kebakaran. Kabar tersebut membuat perasaannya campur aduk antara gembira setelah datang ke pernikahan kerabat dan sedih karena rumahnya terbakar.
Padatnya lalu lintas malam itu mencegah Indrawati datang tepat waktu. Ia berusaha berpacu dengan waktu untuk menyelamatkan berkas dan barang berharga di rumah. Namun setibanya dia sekitar pukul 19.30 WIB, semuanya terlambat. Rumahnya yang berada di Jalan Nuri II RT 002 RW 003 Munjul, Cipayung, Jakarta Timur, kini hanya sisa puing dan debu hitam.
Malam minggu itu menjadi malam paling kelabu bagi Indrawati. Api menghabiskan seluruh bagian ruang tamu di rumah peninggalan ibunya.
Indrawati bisa dibilang cukup apes, karena pada peristiwa malam itu, sumber api berasal dari korsleting listrik di rumah tetangganya. Api dari rumah tetangga justru menghabiskan bagian rumahnya. Ia pun merugi sekitar Rp 210 juta.
"Waktu bergegas menuju rumah, saya sudah pasrah kalau rumah milik ibu saya kini jadi tak bersisa," ucap Indrawati.
Baca juga: Dalam Sehari, Si Jago Merah Melalap Lima Permukiman di Jakarta
Rumah Indrawati hanyalah satu dari sejumlah peristiwa kebakaran yang terjadi di Jakarta. Selama sepekan terakhir, ada sekitar dua belas peristiwa kebakaran yang dicatat akun @humasjakfire, akun twitter resmi pelaporan kebakaran milik Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) DKI Jakarta.
Dua belas kejadian dalam sepekan menandakan kebakaran masih saja terus mengintai warga ibu kota. Sayangnya, dari runtutan peristiwa itu, warga seakan belum sadar bahwa penanganan dan pencegahan kebakaran di ibu kota selalu terlambat.
Kepala Seksi Operasi Suku Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Sudin Gulkarmat) Kota Jakarta Timur, Gatot Sulaiman, mengatakan, selama ini pengamanan kebakaran di ibu kota sebagian besar bergantung pada unit pemadam kebakaran. Sebenarnya hal ini tidak salah, karena unit mobil pemadam kebakaran merupakan senjata pamungkas untuk menumpas api saat kebakaran.
Namun, sebelum kebakaran terjadi, upaya yang bersifat pencegahan semestinya juga dilakukan. Upaya itu bukannya tidak dilakukan, karena sosialisasi pencegahan darurat telah diberikan. Misalnya, penggunaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) yang tersedia di tiap kawasan perumahan.
"Tidak hanya sosialisasi penggunaan Apar, Sudin Gulkarmat juga rutin memeriksa instalasi listrik pada rumah warga. Ini karena sebagian besar kasus kebakaran terjadi disebabkan hubungan arus pendek atau korsleting listrik," kata Gatot.
Baca juga: Kebakaran akibat Korsleting Listrik Bayangi Warga Jakarta
Meski upaya itu dilakukan, sejumlah kebakaran masih saja terjadi. Seperti pada Selasa (2/7/2019) lalu, kebakaran cukup besar terjadi di dua wilayah permukiman padat, yakni di Kelurahan Duri Utara, Tambora, Jakarta Barat, dan Kelurahan Rawa Barat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kebakaran di dua lokasi ini menyebabkan lebih dari 20 rumah hangus terbakar.
Hariyadi (42), warga Jakarta Barat yang rumahnya hangus saat kebakaran itu, mengatakan, sosialisasi penggunaan APAR dari pemadam kebakaran jadi terlupakan ketika berada dalam kondisi mendesak. "Boro-boro terpikir untuk ambil APAR, apinya sudah jadi besar dan warga langsung berhamburan," ujarnya.
Begitu juga Siti Nurhayati (60), warga Jakarta Selatan yang menjadi korban kebakaran. Selasa lalu, api yang menghanguskan rumahnya begitu cepat terjadi dalam hitungan menit. Ia masih ingat betul, api di lokasi kejadian sempat membesar karena angin kencang.
Sistem proteksi kebakaran
Guru Besar Manajemen Konstruksi Universitas Pelita Harapan Manlian Ronald Simanjuntak mengatakan, permasalahan kebakaran di ibu kota semestinya bisa dijadikan pelajaran. Peristiwa tersebut selalu berulang dan polanya dapat dipelajari.
"Lokasi yang kerap mengalami kebakaran seperti permukiman padat mestinya dapat dipetakan. Sementara itu, penyebab dominan kebakaran yang berkaitan dengan korsleting juga harusnya dapat didata untuk strategi preventif kebakaran," kata Manlian.
Lokasi yang kerap mengalami kebakaran seperti permukiman padat mestinya dapat dipetakan. Sementara itu, penyebab dominan kebakaran yang berkaitan dengan korsleting juga harusnya dapat didata untuk strategi preventif kebakaran.
Manlian menyebutkan, saat ini di Jakarta belum memiliki langkah pencegahan, pengendalian, dan pascakebakaran yang komprehensif dan terintegrasi. Padahal, langkah pencegahan dan pengendalian itu diatur dalam pedoman Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK).
Pedoman tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2008 dan Perda DKI Jakarta Nomor 8 tahun 2008.
Ia menyarankan, Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2008 secara idealisme harus dioptimalkan sebagai payung dari RISPK di ibu kota. Melalui RISPK Jakarta itu, bobot risiko lima kawasan Jakarta terhadap bahaya kebakaran dapat diputuskan dalam bentuk risiko bahaya atau risk scoring.
"RISPK Jakarta dapat menjadi rencana dasar strategi penataan elemen lingkungan untuk antisipasi bahaya kebakaran," kata dia.
Terlepas dari segala penanganan dan pencegahan kebakaran yang terlambat, pada akhirnya hidup pun harus berjalan. Malam Minggu itu terlanjur memberi duka bagi sejumlah warga yang mengalami musibah kebakaran di ibu kota. Yang jelas, langkah penanganan dan pencegahan tidak boleh lagi terlambat agar warga ibu kota tidak semakin merugi.