Tim Gabungan Dinilai Gagal Tuntaskan Kasus Novel Baswedan
Koalisi masyarakat sipil mendesak pembentukan tim independen untuk mengungkap penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan.
Oleh
Edna C Pattisina
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim Gabungan Pencari Fakta penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, dianggap gagal sehingga koalisi masyarakat sipil mendesak pembentukan tim independen. Tim gabungan tersebut sudah enam bulan bertugas, tetapi dinilai belum berhasil mengungkap satu pun aktor yang bertanggung jawab.
Terkait dengan hal itu, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), LBH Jakarta, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Amnesty International Indonesia, dan Change.org mengeluarkan pernyataan bersama, Minggu (7/7/2019).
Wana Alamsyah dari ICW mengatakan, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mengajukan perlunya pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta Independen untuk menuntaskan kasus Novel. Tim ini terdiri dari perwakilan tokoh-tokoh masyarakat dan Polri. ”Dibutuhkan juga penyidik agar bisa memiliki legalitas pembuktian ketika diajukan ke persidangan,” kata Wana.
Kepala Kepolisian RI Jenderal (Pol) Tito Karnavian membentuk tim gabungan pada 8 Januari 2019 untuk mengungkap kasus penyerangan yang dialami oleh Novel Baswedan. Tim tersebut beranggotakan 65 orang dan didominasi unsur kepolisian yang tenggat kerjanya pada 7 Juli 2019.
”Sayangnya, Presiden seolah-olah melepaskan tanggung jawabnya, padahal salah satu janji politiknya dalam isu pemberantasan korupsi yaitu ingin memperkuat KPK. Di tim independen yang kami ajukan, penyidik ada, tetapi tidak mendominasi,” kata Wana.
Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menilai, proses pemeriksaan yang dilakukan oleh tim tersebut sangatlah lambat dan terkesan hanya formalitas belaka.
Selain itu, Yati Andriani dari Kontras juga mempertanyakan tidak adanya informasi yang disampaikan Tim Satgas kepada publik.
Koalisi masyarakat sipil membandingkan kasus Novel dengan penanganan kasus kopi beracun dalam kasus pembunuhan Mirna, Polri menyampaikan semua proses mulai dari tindakan otopsi hingga proses pemeriksaan terhadap saksi-saksi.
Sebelumnya, anggota Tim Gabungan Pencari Fakta kasus Novel, Ifdhal Kasim, mengatakan sudah mendapatkan informasi baru yang pada akhirnya akan disampaikan kepada publik. ”Yang jelas, nanti ada sesuatu yang baru yang akan kami sampaikan,” kata Ifdhal (Kompas, 21/6/2019).
Intimidasi terhadap aktivis antikorupsi bukan hanya kali ini. Berdasarkan catatan ICW, terdapat 91 kasus yang memakan 115 korban dari 1996 sampai dengan 2019. Kasus terakhir menimpa dua komisioner KPK yang diteror menggunakan bom molotov.
Masyarakat sipil juga menyayangkan negara tidak hadir dalam upaya melindungi warganya untuk berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi. Padahal, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.