Berbagai intervensi dan upaya untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi masalah yang selalu harus dihadapi pimpinan KPK. Oleh karena itu, pimpinan KPK mesti sosok yang berintegritas, berani, dan tegas.
JAKARTA, KOMPAS - Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2019- 2023 perlu jeli dalam memilih calon untuk memimpin KPK. Persoalan yang selama ini muncul, baik dari internal maupun eksternal KPK, mesti menjadi bahan pertimbangan agar komposisi pimpinan yang dipilih tidak menambah beban KPK dan berpotensi mengganggu kinerja lembaga tersebut.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, KPK mesti dipimpin sosok yang tidak memiliki persoalan dari segi integritas, profesionalitas, kapasitas, moralitas, dan rekam jejak. Pimpinan KPK juga mesti tidak mudah diintervensi atau bergerak hanya demi kepentingan kelompok tertentu.
”Jangan terjebak pada identifikasi calon pimpinan (capim) KPK harus dari jaksa, polisi, hakim, perempuan atau laki-laki, dan afiliasi lainnya. Seleksi dan pilih yang berkualitas, unggul, dan terbaik dari aspek integritas, profesionalitas, moralitas, kapasitas, rekam jejak, dan aspek-aspek penting lainnya agar tidak salah pilih,” ujar Haedar saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (6/7/2019).
Pada saat yang sama, DPR dan pemerintah juga harus memiliki komitmen kuat agar pimpinan KPK mendatang adalah sosok yang terbaik dan bukan titipan dari pihak tertentu.
”Jangan ada kepentingan- kepentingan sepihak yang nanti akan merusak integritas dan keberadaan KPK. Jangan intervensi pansel agar kerjanya tetap independen. Jangan sampai KPK ke depan mengalami pelemahan dan pengeroposan,” ujar Haedar.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas juga sependapat. Menurut dia, korupsi merupakan ancaman serius bagi terwujudnya kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, pencegahan dan pemberantasannya harus berjalan secara simultan. Terkait hal itu, capim KPK yang terpilih diharapkan juga mampu memantik partisipasi aktif seluruh anak bangsa. ”Para penyelenggara negara juga mestinya memberikan keteladanan,” kata Robikin.
Persoalan tak berbeda
Ketua KPK periode 2007- 2009, Antasari Azhar, menegaskan pentingnya pimpinan KPK memiliki keberanian dan ketegasan untuk mengokohkan integritas dan independensi yang dimiliki. ”Diperlukan sosok yang tegas, teguh dengan komitmen, siap menghadapi gempuran demi tegaknya hukum dan keadilan,” ujarnya.
Persoalan yang terjadi di KPK sejak berdiri hingga saat ini tidak jauh berbeda. Keberhasilan KPK membongkar sejumlah kasus besar membuat pihak tertentu gentar sehingga muncul intervensi dan upaya melemahkan KPK. Guna melawan hal itu, lanjut Antasari, keberanian dan ketegasan menjadi hal mutlak yang harus dimiliki pimpinan KPK.
Pimpinan KPK juga wajib memahami proses penegakan hukum acara. Pencegahan dan pemberantasan juga diharapkan dapat berjalan simultan.
Komisioner KPK periode 2007-2011, Bibit Samad Rianto, menyampaikan, perjalanan KPK tidak pernah mudah. Upaya pelemahan telah ada sejak lembaga itu berdiri karena banyak yang tidak senang bahkan cenderung sakit hati. Intervensi juga selalu ada pada setiap periode kepemimpinan karena kasus yang ditangani kerap menyeret nama besar atau lembaga tertentu.
”Independensi dan integritas sangat diperlukan karena menjadi awal dari kemampuan untuk menolak ajakan dan intervensi. Selanjutnya, memang harus berani dan tegas. Kalau tidak berani, tidak usah jadi pimpinan KPK,” ujar Bibit.Kompetensi penegakan hukum juga menjadi hal yang mendasar.
”Pimpinan KPK harus tahu korupsi itu apa dan bagaimana menanggulanginya. Lalu apa peran masyarakat untuk menanggulangi korupsi. Masyarakat ini harus diajak, jangan hanya KPK. Harus digerakkan semua untuk memberantas korupsi. Kalau masyarakat diam saja, tidak akan selesai,” tambah Bibit.
Hal senada juga disampaikan komisioner KPK periode 2007-2011, Chandra Hamzah. Selain masalah kompetensi, pimpinan KPK juga harus memiliki kemampuan manajerial dan strategi yang mumpuni. Dengan demikian, sumber daya manusia yang ada di KPK berfungsi sesuai dengan keahliannya sekaligus dapat meminimalkan konflik internal.
Ruang bagi publik
Pengajar Ilmu Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, Herlambang Perdana, berharap Pansel Capim KPK membuka ruang seluas-luasnya bagi publik untuk memberikan kritik dan masukan. Pasalnya, proses seleksi yang transparan, aspiratif, dan akuntabel akan menghasilkan kandidat yang berkualifikasi dan berintegritas tinggi.
Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan menilai positif adanya tiga komisioner KPK saat ini, yang kembali mendaftar untuk menjadi capim KPK 2019-2023. Mereka adalah Alexander Marwata, Laode M Syarif, dan Basaria Pandjaitan. ”Bila ada dari mereka yang kembali lolos sebagai pimpinan KPK, diharapkan ada kesinambungan program-program KPK saat ini,” katanya.