Wisata Rasa Aditya
Kecintaan pada perjalanan dan pengalaman kuliner mengantar Aditya Amaranggana menemukan arah baru dalam rintisan karier, juga mimpi masa depannya.
Saat ditemui akhir Juni lalu di Jakarta, Aditya Amaranggana baru saja pulang dari Ubud, Bali. Di sana, ia bertugas melakukan pengkajian (assessment) di bawah bendera Organisasi Pariwisata Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNWTO).
Gadis yang 8 Juli esok berulang tahun ke-30 itu mengunjungi Ubud karena Pemerintah RI lewat Kementerian Pariwisata mengajukan proposal untuk menjadikan daerah itu sebagai tujuan wisata gastronomi dunia. Proposal diajukan ke tempat Aditya bekerja sebagai Project Associate Tourism Intelligence and Competitiveness UNWTO, yang berkedudukan di Madrid, Spanyol.
Saat bertemu, Aditya tampak kasual dengan balutan blus tak berlengan motif batik, yang dia padukan dengan celana kulot tiga perempat. Dia bilang, sudah lama dia rindu panas terik dan hiruk-pikuk kota Jakarta.
Tak heran, saat sesi pemotretan di Taman Langsat di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, dia pun makin bersemangat. Ia kagum pada transformasi taman, yang dulu kerap dia lewati itu.
Taman yang dulu, menurut dia, biasa-biasa saja dan cenderung tak terurus, kini berubah sangat rindang dengan pepohonan tinggi. Lengkap dengan kolam berair jernih berisi tanaman teratai di tengah taman. Dua bebek juga tampak riang bermain di kolam itu.
Tentu Aditya pun bersemangat ketika kami berbincang soal pekerjaan dan proyek yang ditanganinya. Menurut dia, jika Indonesia berhasil mendapatkan pengakuan UNWTO atas Ubud sebagai lokasi tujuan wisata gastronomi dunia, hal itu akan sangat menguntungkan banyak pihak.
Tak hanya, para chef atau pemilik restoran, tetapi juga sampai ke tingkat petani penyedia dan pemasok bahan makanan di daerah setempat.
Walau sudah dikenal di beberapa negara, terutama negara maju, wisata gastronomi relatif masih belum banyak diterapkan di banyak negara. Dalam wisata gastronomi, para wisatawan tak hanya disuguhi beragam kuliner lezat, tetapi juga beragam cerita dan pengalaman, mulai dari bahan makanan itu dipanen petani hingga tersaji di atas meja makan.
Para wisatawan bisa mengalami sendiri dan ikut berbelanja ke pasar tradisional, mendengar cerita tentang asal-usul atau filosofi dari satu menu, serta mencicipi sendiri kelezatannya.
Wisata pengalaman dan pengetahuan, begitu lebih kurang inti dari pariwisata gastronomi, kini tengah diperjuangkan Pemerintah Indonesia melalui pengakuan dari UNWTO.
”Hal itu mensyaratkan semua stakeholders yang terlibat bisa saling connecting the dots, from farm to table, sehingga para wisatawan bisa menyaksikan dan mengalami sendiri wisata gastronomi yang mereka ikuti,” kata Aditya.
Selama beberapa hari di Ubud, Aditya juga bertambah kagum pada budaya Bali. Masyarakat Bali, yang menganut filosofi hidup Tri Hita Karana atau Tiga Penyebab Kebahagiaan, punya potensi besar dalam pariwisata gastronomi. Filosofi yang saling mengaitkan tiga faktor utama kehidupan, Tuhan, alam semesta, dan sesama manusia, itu adalah nilai lebih yang bisa menjadikan Bali, khususnya Ubud, sangat spesial.
”Kita bisa lihat bagaimana makanan juga menjadi salah satu bagian dalam peribadatan masyarakat Hindu Bali. Sesajen berbentuk makanan itu menunjukkan keterkaitan antara makanan dan Tuhan, misalnya. Juga bagaimana mereka menjaga kelestarian alam dan keharmonisan dengan sesama manusia lantaran percaya adanya karma,” ujarnya.
Dari akuntansi
Sepanjang percakapan, Aditya fasih dan menggebu-gebu bicara tentang pariwisata dan wisata gastronomi. Namun, awalnya ia justru tak memulai karier di bidang pariwisata.
Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu lebih dulu tertarik pada hitungan akuntansi. Awal tahun 2011, Aditya bekerja pertama kali di sebuah perusahaan auditor swasta bergengsi. Setelah dua tahun bekerja di sana, pikirannya berubah. Bekerja sebagai auditor, menurut dia, tak senikmat yang dia bayangkan.
”Kerja menjadi auditor berat dan tak kenal waktu, apalagi jelang tenggat. Saya lalu putuskan keluar dari pekerjaan. Tetapi, saat itu saya sebetulnya masih enggak tahu pasti mau ngapain setelahnya,” ujarnya mengenang.
Lantaran gemar traveling, selama enam bulan menganggur, Aditya memilih bepergian dan jalan-jalan ke berbagai tempat wisata, terutama di dalam negeri. Dari perjalanannya berlibur panjang itulah, dia mendapat pencerahan. Aditya menjadikan bidang pariwisata sebagai passion barunya.
Anak sulung dari dua bersaudara itu lantas mencari beasiswa untuk studi jenjang pascasarjana di jurusan Manajemen Pariwisata Universitas Bournemouth, Inggris. Dia diterima. Namun, separuh hatinya masih ”galau” soal apa benar di bidang itu dia akan berlabuh.
Demi menghilangkan kegalauan itu, Aditya nekat melamar menjadi tenaga magang ke Kementerian Pariwisata. Dia mengirim surat elektronik berisi lamaran ke hampir semua bagian di kementerian itu.
Dia diterima dan kebetulan diajak terlibat dalam sebuah proyek promosi dan pengembangan pariwisata di Lombok Nusa Tenggara Barat. Selama enam bulan berinteraksi langsung dengan komunitas-komunitas pariwisata lokal, Aditya bertambah yakin ia sudah di jalan yang benar.
Setelah merampungkan pendidikan di Inggris, Aditya merintis karier di sana hingga kini bekerja di UNWTO. Di sanalah dia intens bersinggungan dengan isu-isu pariwisata, terutama wisata gastronomi sampai kini.
Ia berharap, satu saat nanti Indonesia bisa menjadi destinasi pariwisata pintar, termasuk dengan menerapkan dan memanfaatkan sepenuhnya teknologi informasi serta teknologi data raksasa (big data).
Ia membayangkan, di masa depan ketika seorang wisatawan tiba di Indonesia, bahkan saat baru menginjakkan kaki di lobi hotel, pelayanan yang diberikan kepadanya bisa langsung bersifat personal. Preferensi makanan, minuman, jenis wisata yang ingin dilihat, dan banyak lagi, dapat diketahui dengan memanfaatkan algoritme dan teknologi informasi.
”Saya merasa cocok di isu pariwisata gastronomi ini. Karena aslinya kan saya memang suka traveling dan kuliner. Setiap mau jalan-jalan ke satu tempat, pasti saya browsing dulu di sana ada makanan enak apa. Saya suka nyoba makanan. Bahkan yang saya lihat dan kira-kira enggak enak atau saya enggak akan doyan pun pasti saya coba untuk sekadar mengonfirmasi,” ujarnya tertawa.
Sekarang tinggal satu keinginan yang diwujudkan Aditya: mengajar. Dengan mengajar, dia ingin membagi dan menularkan pengalaman serta pengetahuan, terutama terkait isu pariwisata.
Mungkin masih butuh waktu, tetapi cinta Aditya pada dunia yang ia geluti kini akan mengantarnya mencapai mimpi itu.
Aditya Amaranggana
Lahir: Jakarta, 8 Juli 1989
Orang Tua:
- Onny Sartono
- Ietje Roosita Marthiany Lubis
Pendidikan:
- SD Bakti Mulya 400 (2001)
- SMP Labschool Kebayoran (2003)
- SMA Labschool Kebayoran (2006)
- Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (Sarjana Ekonomi 2010)
- Tourism Management Bournemouth University (Master of Science 2014)
Pencapaian dan Karya:
- Beasiswa dari Bournemouth University School of Tourism Dean Scholarship (2012)
- Academic Journals
- Smart Tourism Destinations (Springer 2014)