Jumlah anggota Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan sebanyak 15 orang dinilai belum mampu menangani masalah ketidakadilan terhadap perempuan yang begitu kompleks di seluruh Tanah Air. Wilayah tertentu di Indonesia timur butuh Kantor Perwakilan Komnas Perempuan.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Jumlah anggota Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap perempuan sebanyak 15 orang dinilai belum mampu menangani masalah ketidakadilan terhadap perempuan yang begitu kompleks. Wilayah tertentu di Indonesia bagian timur butuh Kantor Perwakilan Komnas Perempuan.
Hal itu mengemuka dalam dialog Sosialisasi Seleksi Calon Anggota Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) periode 2020-2024 di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Senin (8/7/2019).
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (Apik) Nusa Tenggara Timur Ansy Rihi Dara mengatakan, ia belum melihat kinerja Komnas Perempuan selama ini dalam mengatasi kasus-kasus yang menimpa kaum perempuan di semua wilayah.
”Belum semua kasus tindak kekerasan di seluruh daerah dipublikasikan Komnas Perempuan. Jumlah anggota Komnas Perempuan hanya 15 orang, tidak mungkin bisa menangani masalah kekerasan perempuan dengan penyebab yang kompleks. Apalagi kalau Komnas Perempuan bekerja dengan pemerintah, tidak bekerja sama dengan lembaga nonpemerintah yang peduli terhadap perempuan di daerah-daerah,” kata Ansy.
Oleh karena itu, jumlah anggota Komnas Perempuan perlu diperbanyak sehingga bisa mewakili seluruh daerah di Indonesia. Minimal satu provinsi mempunyai satu wakil perempuan di Komnas Perempuan. Namun, anggota Komnas itu harus membangun jaringan kerja sama dengan lembaga nonpemerintah peduli perempuan di daerah tersebut.
Ketua Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) Pendeta Mery Kolimon mengatakan, keanggotaan Komnas Perempuan tidak hanya menyangkut kecerdasan dan kemampuan emosional, tetapi bagaimana ia merangkum keberagaman dan perbedaan budaya. Banyak perempuan menyatakan kepedulian mereka terhadap perempuan di media, tetapi keberpihakan konkret mereka terhadap kasus kekerasan perempuan rendah.
Untuk itu, kata Kolimon, anggota Komnas Perempuan harus cerdas dengan kemampuan menganalisis yang dalam. Ia juga memiliki kecerdasan spiritual, kreatif dan inovatif, memiliki track record berorganisasi, dan kemampuan berkolaborasi.
”Dalam proses seleksi calon anggota Komnas Perempuan ini, mohon (tim seleksi) peka terhadap masalah Jakarta Centris atau Jawa Centris. Perempuan di luar Jawa pun, termasuk Indonesia timur, punya kemampuan cukup, apalagi banyak kasus kekerasan perempuan terjadi di wilayah Indonesia timur, seperti NTT, Papua, Maluku, dan Sulawesi,” katanya.
Budaya patriarki
Itu terjadi karena budaya patriarki di masyarakat sangat kuat dan perempuan sendiri pun mereduksi kembali budaya itu dari generasi ke generasi. Di NTT, misalnya, kaum laki-laki harus makan lebih awal, perempuan kemudian. Perempuan duduk di dapur sementara laki-laki di ruang tamu saat pertemuan keluarga. Anak laki-laki wajib mendapatkan harta warisan orangtua sementara perempuan tidak wajib.
Menurut Kolimon, kekerasan itu sangat terkait dengan kemiskinan, mas kawin atau mahar yang tinggi, keterisolasian wilayah, pendidikan yang rendah, rendahnya pemahaman terhadap hak-hak kaum perempuan, ketidakadilan, dan ketidaksetaraan jender.
Konsultan Timor Adil dan Sejahtera yang juga pendamping perempuan korban tindak kekerasan GMIT, Pendeta Ribka, mengatakan, kekerasan terhadap perempuan di Indonesia timur tidak bisa ditangani dari Jakarta. Perlu dibangun perwakilan Komnas Perempuan di daerah-daerah.
Perlu dibangun perwakilan Komnas Perempuan di daerah-daerah.
Hal itu karena sangat sulit perwakilan perempuan dari daerah bergabung di Jakarta. Perempuan mengatur dan mengurus anak-anak dan suami. Jika meninggalkan suami dan anak-anak berbulan-bulan atau bertahun-tahun karena menjadi anggota Komnas Perempuan di Jakarta, bakal terjadi masalah baru dalam keluarga yang ditinggalkan.
Anggota Panitia Seleksi (Pansel) anggota Komnas Perempuan periode 2020-2024, Myriam SV Nainggolan, mengatakan, semua usul–saran dan pendapat–tetap dicatat dan akan dibahas bersama tim Pansel di Jakarta. Tim Pansel terdiri dari Usman Hamid sebagai ketua, Mamik Sri Supatmi sekretaris, Ahmad Junaidi humas, dan Kamala Chandrakirana sebagai anggota, termasuk Myriam Nainggolan.
”Pendaftaran calon anggota Komnas Perempuan dimulai 25 Mei dan ditutup 31 Juli. Sebelum 31 Juli, calon-calon terbaik dari Indonesia timur harus sudah memasukkan lamaran dengan makalah masing-masing, kemudian dilakukan uji publik, dan tes psikologi untuk mengetahui kematangan, pengetahuan, dan lainnya,” kata Myriam.