Indonesia merupakan negara yang berada di biogeografis dunia atau kawasan Indo-Pasifik. Negara-negara di kawasan ini pada umumnya memiliki kesamaan karakter dan lingkungan yang dinilai baik untuk perkembangan kehidupan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagai negara yang berada di kawasan Indo-Pasifik, Indonesia tidak lepas dari tantangan dan ancaman dunia, seperti terorisme, serangan siber, dan bencana alam. Oleh karena itu, ancaman dan tantangan tersebut perlu disikapi bersama oleh sejumlah negara dan berbagai pihak.
Hal tersebut disampaikan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu saat memberikan sambutan dalam seminar internasional bertajuk ”Meningkatkan Kerja Sama Pertahanan dalam Menghadapi Ancaman Terorisme, Serangan Siber, dan Bencana Alam” yang digelar Universitas Pertahanan di Jakarta, Senin (8/7/2019).
Dalam acara tersebut, turut hadir Rektor Universitas Pertahanan Letnan Jenderal Tri Leguonosuko. Adapun bertindak sebagai pengisi materi ialah para pakar pertahanan dunia, rektor, dan dekan dari beberapa universitas pertahanan dunia. Sementara pesertanya mulai dari perwira TNI dari sejumlah negara hingga alumni Universitas Pertahanan.
Ryamizard menyampaikan, Indonesia merupakan negara yang berada di biogeografis dunia atau kawasan Indo-Pasifik. Negara-negara di kawasan ini pada umumnya memiliki kesamaan karakter dan lingkungan yang dinilai baik untuk perkembangan kehidupan.
Melihat fakta tersebut, kata Ryamizard, Indonesia dan negara-negara di Asia Tenggara harus siap menghadapi tantangan ataupun ancaman dunia. Hal ini karena sentra geopolitik dan ekonomi dunia akan berjalan di kawasan Indo-Pasifik.
”Negara di Indo-Pasifik disatukan oleh kesamaan cara pandang terhadap ancaman yang sama. Saya sering menyampaikan, ada tiga dimensi ancaman utama yang harus dihadapi bersama-sama, yaitu ancaman yang belum nyata, ancaman nyata, dan ancaman perang ideologis,” ujarnya.
Ryamizard menjelaskan, dari tiga dimensi tersebut, negara di Indo-Pasifik harus menyiapkan diri dari ancaman nyata. Ancaman tersebut antara lain terorisme, radikalisme, separatis, pemberontakan bersenjata, bencana alam dan lingkungan, pelanggaran wilayah perbatasan, perompakan dan pencurian sumber daya, wabah penyakit, perang siber dan intelijen, serta perdagangan dan penyalahgunaan narkoba.
Ancaman perang ideologis juga perlu menjadi perhatian. Ancaman ini tidak terlepas dari adanya konsep khilafah yang didengungkan oleh Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). ”Konteks khilafah sudah dilarang di 21 negara dan ini perlu diwaspadai,” kata Ryamizard.
Dalam menyikapi ancaman tersebut, saat ini Indonesia telah melakukan kerja sama dengan sejumlah negara di Indo-Pasifik, salah satunya melakukan pertukaran informasi dan intelijen. Langkah kerja sama ini, menurut Ryamizard, telah mampu membuat sejumlah negara mengidentifikasi akar masalah dari ancaman terorisme, serangan siber, dan bencana alam.
Isu terorisme
Tri Leguonosuko mengatakan, tema yang disampaikan dalam seminar internasional tersebut fokus pada isu terorisme, serangan siber, dan bencana alam. Sebab, ketiga isu ini merupakan ancaman nyata yang paling menonjol dibandingkan dengan ancaman lain dan sedang dihadapi Indonesia.
”Kita masih menghadapi isu terorisme yang ingin melemahkan Pancasila. Sementara bencana alam juga masih menjadi ancaman karena kita tinggal di negara rawan bencana dan kita harus selalu siap menghadapi ini agar mengurangi risiko adanya korban,” ucapnya.
Tri Leguonosuko berharap, materi yang disampaikan pembicara dapat memberikan konsep atau ide-ide baru dalam menanggulangi ancaman terorisme, serangan siber, dan bencana alam. Selain itu, diharapkan hasil seminar juga dapat menjadikan landasan untuk para pembuat kebijakan agar lebih siap menghadapi ketiga ancaman itu.