Disembunyikan di Bagasi Bus, Ribuan Burung Ilegal Disita
Perdagangan berbagai jenis burung ilegal di Lampung kian marak. Kali ini, sebanyak 2.721 ekor burung yang hendak dijual ke Jakarta disita petugas. Burung-burung tersebut dikirim dengan cara disembunyikan dalam bagasi bus antarkota.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS - Perdagangan berbagai jenis burung ilegal di Lampung kian marak. Kali ini, sebanyak 2.721 ekor burung yang hendak dijual ke Jakarta disita petugas. Burung-burung tersebut dikirim dengan cara disembunyikan dalam bagasi bus antarkota.
Ribuan ekor burung itu disita petugas gabungan dari Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandar Lampug dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu, pada Sabtu (6/7/2019). Burung yang masih sehat dilepasliarkan di Taman Hutan Raya Kota Wan Abdul Rachman, Senin (8/7/2019). Sementara burung yang sakit langsung direhabilitasi di Taman Satwa Lembah Hijau, Bandar Lampung. Kawasan itu dipilih karena memiliki tempat penangkaran dan rehabilitasi satwa sebelum dilepas ke alam bebas.
Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Balai Karantina Pertanian Kelas I Bandar Lampung AA Oka Mantara mengungkapkan, burung itu ditemukan saat petugas sedang melakukan pemeriksaan di pintu masuk Pelabuhan Bakauheni, Sabtu pukul 08.00. Saat itu, petugas gabungan memeriksa bus Qitarabu dengan nomor polisi K 1688 FB.
Petugas menemukan 40 kotak berisi berbagai burung yang disembunyikan dalam bagasi. Sopir bus juga tidak dapat menunjukkan dokumen Surat Kesehatan Bahan Asal dari Balai Karantina dan Surat Angkut (SATS-DN) dari BKSDA.
Berbagai jenis burung tersebut, antara lain jalak kerbau, gelatik batu, perkutut, konin, dan pelatuk bawang. Sebagian besar merupakan jenis burung berkicau. “Kami telah memeriksa sopir bus. Sopir tidak kami tahan karena bukan pemilik barang. Namun jika dilakukan berulang, kami akan melakukan penyidikan dan penegakan hukum lebih lanjut,” kata Oka di sela-sela pelepasliaran burung.
Pekan lalu, petugas juga menyita 156 ekor burung berbagai jenis yang hendak dijual ke Jakarta. Untuk mengelabui petugas, burung-burung itu disembunyikan di roda bus bagian depan. Kondisi tersebut membuat sebagian burung mati karena terpapar panas mesin. Selain itu, burung-burung juga tidak diberi cukup makanan dan minuman selama perjalanan.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah III Lampung Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu Hifzon Zawahiri menuturkan, dari hasi pemeriksaan petugas, burung itu diduga berasal dari hutan di wilayah Sumatera, seperti Jambi dan Riau. Setelah diburu, burung dikirim dengan cara dititipkan melalui bus untuk dijual ke Jakarta.
“Modus tersebut paling sering dilakukan dalam perdagangan satwa liar maupun dilindungi. Kami sedang menyelidiki identitas pemiliknya,” kata Hifzon.
Meski tidak masuk kategori satwa dilindungi, peredaran satwa liar tidak bisa dilakukan sembarangan. Pihak yang hendak melakukan jual beli satwa harus memiliki surat angkut yang dikeluarkan departemen kehutanan wilayah setempat. Selain itu, tidak semua pihak mendapat izin usaha untuk perdagangan satwa liar.
Direktur Eksekutif Flight Protecting Indonesia’s Birds Marison Guciano mengungkapkan, sedikitnya ada 10.000 ekor burung yang diselundupkan dari Sumatera menuju Jawa setiap pekan. Pelabuhan Bakauheni Lampung menjadi jalur utama penyelundupan satwa liar tersebut.
Ia menilai, kondisi itu bakal mengancam populasi burung di alam bebas. Dia menyayangkan, masih banyak pelaku perburuan dan perdagangan satwa yang belum ditangkap petugas.
Marison mengungkapkan, dari hasil investigasi timnya, sopir bus diduga terlibat dalam jaringan perdagangan burung ilegal. Mereka tidak hanya dititipi burung, tetapi juga aktif menghubungi pedagang.
Untuk itu, dia mendorong petugas menindak tegas pelaku perburuan, termasuk sopir bus. Selain itu, diperlukan aturan dari pemerintah daerah terkait larangan memburu burung di alam bebas.