Gagal Panen Nasional Capai 9.358 Hektar, Waspadai Penurunan Produksi
Akibat kekeringan, seluas 9.358 hektar sawah gagal panen secara nasional. Gagal panen ini dapat berimbas pada penurunan produksi beras sepanjang 2019.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Akibat kekeringan, seluas 9.358 hektar sawah gagal panen secara nasional. Gagal panen ini dapat berimbas pada penurunan produksi beras sepanjang 2019.
Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Pertanian, per 4 Juli 2019, luas lahan yang mengalami gagal panen atau puso mencapai 9.358 hektar serta luas lahan yang terdampak kekeringan mencapai 102.746 hektar.
”Kami mengadakan rapat koordinasi dengan (dinas-dinas pertanian) tiap kabupaten untuk menentukan sebaran bantuan pengairan seperti pompa,” kata Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Sumarjo Gatot Irianto saat ditemui di Jakarta, Senin (8/7/2019).
Untuk lahan yang terdampak kekeringan, Kementerian Pertanian menyiapkan jaringan pipa untuk sistem pengairan. Selain itu, ada 19.999 unit pompa yang disiapkan sebagai penunjang sumber pengairan.
Secara terperinci, lahan yang mengalami puso terjadi di Jawa Barat (624 hektar), Jawa Tengah (1.893 hektar), Yogyakarta (1.757 hektar), Jawa Timur (5.069 hektar), dan Nusa Tenggara Timur (15 hektar). Adapun lahan yang terdampak kekeringan mencapai Banten (3.464 hektar), Jawa Barat (25.146 hektar), Jawa Tengah (32.809 hektar), Yogyakarta (6.139 hektar), Jawa Timur (34.006 hektar), Nusa Tenggara Barat (857 hektar), dan Nusa Tenggara Timur (55 hektar).
Pada awal Juli, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan, sebagian besar Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara berpotensi mengalami kekeringan meteorologis dengan kriteria panjang hingga ekstrem. Berdasarkan pemantauan, saat ini 37 persen wilayah Indonesia memasuki musim kemarau.
Gatot menambahkan, masih ada kemungkinan lahan yang tergolong puso bisa ditanami kembali. Selain itu, Kementerian Pertanian juga akan mengandalkan penanaman padi di 670.000 hektar lahan rawa dan lahan kering.
Oleh sebab itu, Gatot memperkirakan, produksi beras 2019 tidak akan mengalami penurunan. Adapun Kementerian Pertanian menargetkan produksi gabah mencapai 84 juta ton.
Akan tetapi, secara menyeluruh, Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) serta Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia Dwi Andreas Santosa menyebutkan, kekeringan pada 2019 berdampak pada pengurangan produksi. Ia memperkirakan, produksi beras pada 2019 turun 2 juta ton dibandingkan dengan tahun lalu.
Badan Pusat Statistik mendata, produksi beras nasional mencapai 32,42 juta ton pada 2018. Sementara angka konsumsi beras nasional sekitar 29,57 juta ton.
Adapun pengurangan produksi tersebut, menurut Dwi, disebabkan oleh indikasi penurunan luas lahan tanam akibat bergesernya musim tanam.
Karena adanya ancaman penurunan produksi, Dwi mengharapkan, pemerintah dan pemangku kepentingan dapat menghitung dengan cermat jumlah stok beras nasional, baik yang dikelola Perum Bulog maupun yang ada di masyarakat. Dengan pendataan yang representatif, kebijakan yang diambil pun akan tepat sasaran.
Ketua Umum Perkumpulan Insan Tani dan Nelayan Indonesia (Intani) Guntur Subagja berpendapat, produksi beras pada 2019 dapat mengalami penurunan akibat kekeringan. Ia berharap, pemerintah dapat memberikan bantuan sistem pengairan serta mengatur waktu tanam padi nasional untuk mengatasi penurunan tersebut.