Iran kembali mengumumkan telah melewati batas yang disyaratkan Kesepakatan Nuklir 2015 untuk pengayaan uranium.
TEHERAN, MINGGU -- Iran untuk kedua kalinya mengumumkan telah melakukan pengayaan uranium ke level yang lebih tinggi. Langkah ini semakin meningkatkan ketegangan antara Iran dan AS, juga membuat sulit posisi negara-negara Eropa yang mendukung kesepakatan Nuklir Iran 2015.
Dalam jumpa pers, juru bicara Badan Tenaga Atom Iran, Behrouz Kamalvandi, menyebutkan, setiap 60 hari, Iran akan terus mengurangi komitmennya terhadap Kesepakatan Nuklir 2015. Namun, hal itu bisa dihindarkan jika para penandatangan kesepakatan nuklir bisa melindungi Iran dari sanksi ekonomi yang diterapkan AS.
”Dan besok (Senin) saat Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) mengambil sampel (dalam inspeksi), Iran telah melampaui batas pengayaan 3,67 persen,” kata Kamalvandi.
Berdasarkan kesepakatan 2015, Iran diizinkan memperkaya uranium sampai 3,67 persen, level yang cukup untuk tujuan damai. Adapun untuk persenjataan nuklir dibutuhkan pengayaan sekitar 90 persen. Menurut Kamalvandi, Iran akan meningkatkan pengayaan sampai 5 persen. ”Kami siap memperkaya uranium di level berapa pun,” katanya.
Pekan lalu, Iran untuk pertama kali mengumumkan telah memperkaya uranium melebihi batas yang disyaratkan Kesepakatan Nuklir 2015, yaitu sebanyak 300 kilogram. Iran menimbun hasil pengayaan uranium sekitar 302 kilogram.
Langkah Iran itu menyulut kecaman Washington dan semakin memanaskan hubungan kedua negara. AS secara unilateral telah menarik diri dari Kesepakatan Nuklir Iran pada Mei 2018 dan menerapkan sanksi ekonomi kepada Iran. Namun, AS juga akan menghukum negara-negara yang berdagang dengan Iran, khususnya membeli minyak dari Iran. AS bertekad akan membuat impor minyak Iran nol persen.
Terdampak
Langkah Washington itu berdampak buruk terhadap perekonomian Iran. Bukan hanya itu, AS juga kemudian menyatakan Garda Revolusi Iran sebagai kelompok teroris. Langkah itu dibalas Teheran dengan menetapkan pasukan AS yang berada di Timur Tengah sebagai teroris. AS merespons dengan mengirimkan tambahan ribuan tentara, kapal induk, pengebom B-52 berkemampuan nuklir, serta jet-jet tempur ke Timteng.
Eskalasi mencapai kulminasi saat Iran menembak jatuh pesawat tak berawak AS yang dianggap melanggar kedaulatan udara Iran. Namun, Washington bersikukuh pesawat itu berada di wilayah udara internasional. Presiden AS Donald Trump kemudian menyetujui serangan militer ke Iran, tetapi serangan itu dibatalkan 10 menit sebelum eksekusi.
Para penandatangan Kesepakatan Nuklir 2015, Rusia, China, Inggris, Jerman, dan Perancis berupaya mencari solusi agar Iran tetap berada dalam kesepakatan, antara lain dengan mendirikan INSTEX, yaitu instrumen non-dollar untuk melakukan transaksi perdagangan dengan Iran. Namun, Teheran menganggap INSTEX tidak bisa menggantikan imbalan yang diterima Iran sebelum AS menarik diri dari kesepakatan.
Iran-Inggris
Ketegangan baru muncul ketika Otoritas Inggris di Gibraltar menahan kapal Iran yang membawa bahan bakar minyak ke Suriah sebagai bagian dari sanksi yang diterapkan AS. Gedung Putih menyambut baik langkah Inggris.
Teheran yang kemarin memanggil Dubes Inggris atas insiden itu juga mengancam akan melakukan tindakan resiprokal terhadap kapal Inggris jika Inggris tidak membebaskan kapal tanker Iran. (AP/REUTERS/MYR)