Majelis Hakim Tolak Seluruh Eksepsi atas Dakwaan Sofyan Basir
JAKARTA, KOMPAS – Majelis Hakim pada pengadilan tindak pidana korupsi menolak seluruh eksepsi atau nota keberatan dari tim penasihat hukum terdakwa Sofyan Basir. Atas penolakan ini, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi akan kembali melanjutkan pemeriksaan perkara.
“Mengadili, satu bahwa nota keberatan atau eksepsi tim penasihat hukum terdakwa Sofyan Basir tidak dapat diterima,” ujar Ketua Majelis Hakim Hariono pembacaan putusan sela terhadap terdakwa Sofyan Basir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (08/07/2019).
Selain itu, Hariono juga menyatakan sah atas surat dakwaan Nomor DAK-66/TUT.01.04/24/6/2019 pada 14 Juni 2019 dari Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan begitu, surat dakwaan dapat digunakan sebagai dasar pemeriksaan dan untuk mengadili perkara tindak pidana korupsi (tipikor) atas nama terdakwa Sofyan.
“Memerintahkan Jaksa Penuntut Umum KPK untuk melanjutkan pemeriksaan perkara ini. Demikian diputuskan dalam rapat Majelis Hakim pengadilan tipikor,” ujar Hariono.
Sofyan yang merupakan Direktur Utama PT PLN (Persero) nonaktif didakwa telah membantu terjadinya suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau-1 antara pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo dan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih. Sofyan dinilai membantu Eni menerima suap dari proyek senilai 900 juta dollar AS atau setara Rp 12,7 triliun.
Menanggapi putusan sela tersebut, Jaksa Penuntut Umum KPK Ronald FW memohon waktu satu minggu untuk menghadirkan saksi-saksi dalam perkara ini. “Ada sekitar empat sampai lima saksi yang akan dihadirkan dalam persidangan selanjutnya,” kata Ronald.
Sementara itu, penasihat hukum Sofyan, Soesilo Aribowo menilai tidak puas dengan putusan sela dari Majelis Hakim, namun tetap menghormatinya. Soesilo pun menyatakan siap dalam menghadapi persidangan selanjutnya.
Baca juga: Sofyan Basir Didakwa Memfasilitasi Suap PLTU Riau-1
“Ada beberapa hal dari pertimbangan yang tentu kita tidak puas terhadap alasan-alasan itu. Tetapi apapun yang sudah diputuskan kami tetap hormati putusan Majelis Hakim,” kata Soesilo.
Delapan eksepsi
Dalam sidang pembacaan putusan sela ini, Majelis Hakim menolak eksepsi tim penasihat hukum Sofyan yang berjumlah delapan eksepsi. Sebelumnya, tim penasihat hukum Sofyan mengajukan eksepsi atas surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum KPK karena dinilai kurang cermat dan kabut sehingga tidak jelas.
Pertama, atas penerapan Pasal 12 Huruf a juncto Pasal 15 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 56 Ke-2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai salah satu dakwaan alternatif untuk menjerat Sofyan. Majelis Hakim menilai penerapan ini tidak berlebihan dan tidak membuat surat dakwaan kabur.
“Jaksa Penuntut Umum KPK dapat saja dalam penyusunan surat dakwaan yang disangkakan kepada terdakwa lebih dari satu pasal yang didakwakan dalam kasus pidana. Itu kewenangan Jaksa Penuntut Umum,” ujar Hariono.
Selanjutnya, tim penasihat hukum dalam eksepsinya menyatakan bahwa penerapan Pasal 56 ke-2 KUHP dalam surat dakwaan adalah keliru. Sebab, tindak pidana korupsi telah terjadi (voltooid) sebelum dugaan kejahatan pembantuan dituduhkan kepada terdakwa Sofyan.
Namun, Majelis Hakim menyatakan tidak sependapat karena tindak pidana korupsi baru terjadi setelah adanya tuduhan tindak pidana korupsi. Hal ini didasarkan pada surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum.
Dalam surat dakwaan dijelaskan bahwa hadiah berupa uang dari Kotjo baru diterima Eni dan Idrus Marham pada kurun waktu, dari 18 Desember 2017 sampai 13 Juli 2018, setelah Sofyan melakukan pertemuan dengan Eni dan Kotjo untuk membahas PLTU MT Riau-1.
Baca juga: Jaksa Penuntut Umum Tolak Eksepsi Sofyan Basir
“Bahwa suap menyuap sudah terjadi sebelumnya Dengan demikian, dalil dari tim penasehat hukum Sofyan dinyatakan ditolak dan tidak dapat diterima karena tidak beralasan hukum,” ujar Hariono.
Eksepsi ketiga, yakni keberatan tentang konstruksi surat dakwaan tidak cermat terkait dengan kualitas terdakwa yang diduga telah memfasilitasi untuk mempercepat proses kesepakatan Proyek Independent Power Producer (IPp) atau memfasilitasi pertemuan-pertemuan.
Penolakan eksepsi ini didasarkan pada putusan Majelis Hakim yang menyatakan bahwa surat dakwaan dari penuntut umum sudah cermat, jelas, dan lengkap baik dari segi waktu maupun tempat sesuai pasal dalam Pasal 143 ayat 2 KUHAP.
Kemudian, atas surat dakwaan yang dinilai tidak menguraikan unsur kesengajaan (unsur subyektif dan unsur obyektif (memberi bantuan) sebagai prasyarat Pasal 56 ke-2 dan sikap batin pelaku (niat jahat) sebagai prasyarat pertanggungjawaban pidana juga ditolak Majelis Hakim.
Eksepsi selanjutnya, yaitu bahwa ketidakjelasan surat dakwaan terkait dengan pihak-pihak yang diduga telah melakukan tindak pidana suap dalam kedudukannya sebagai peserta tindak pidana. Ada pun eksepsi terkait kuantitas jumlah pertemuan terdakwa dengan pihak lain diduga sebagai membantu kejahatan guna mempercepat proses kesepakatan proyek IPp atau memfasilitasi pertemuan pihak-pihak yang terkait dengan kejahatan.
Berikutnya, soal penerapan pasal berbeda di dalam penyidikan dan penuntutan sehingga surat dakwaan menjadi tidak cermat dan kabur serta melanggar KUHAP dan UU. Terakhir, yaitu eksepsi bahwa surat dakwaan tidak cermat, tidak jelas atau tidak lengkap terkait dengan perbuatan kejahatan pembantuan, yaitu "mempercepat proses kesepakatan" atau "memuluskan perusahaan" yang tidak ada kepastian hukumnya.
Atas penolakan seluruh eksepsi Sofyan terhadap surat dakwaan, maka sidang atas kasus suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau-1 akan dilanjutkan pada Senin (15/7/2019) depan. Agenda dalam sidang nanti, yakni mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum KPK.