BEIJING, KOMPAS – Berbagai bentuk sengketa dan pertikaian antarnegara, termasuk perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, menjadi salah satu isu yang disoroti dalam Forum Perdamaian Dunia Ke-8 di Beijing, Tiongkok. Menghidupkan kembali dialog konstruktif dan forum musyawarah antarnegara diyakini dapat menjadi solusi untuk meredakan ketegangan bilateral dan mencapai perdamaian dunia.
Dalam pidato kuncinya di acara pembukaan Forum Perdamaian Dunia atau The World Peace Forum Ke-8 yang diselenggarakan Universitas Tsinghua, Beijing, Tiongkok, Presiden RI Ke-5 Megawati Soekarnoputri mengajak negara-negara mengedepankan prinsip musyawarah untuk mufakat demi mencapai perdamaian dunia. Berbagai bentuk sengketa dan pertikaian antarnegara yang terjadi akhir-akhir ini diyakini dapat diselesaikan melalui dialog konstruktif yang mengesampingkan kebencian dan perbedaan.
Forum Perdamaian Dunia yang diselenggarakan selama dua hari dari 8-9 Juli 2019 itu turut mengundang berbagai tokoh dan mantan pemimpin dari lebih dari 50 negara, serta 100 akademisi dan lembaga think tank dari 24 negara. Tahun ini, Forum Perdamaian Dunia mengangkat tema Stabilizing the World Order: Common Responsibilities, Joint Management, and Shared Benefits.
Sebelum menghadiri upacara pembukaan, Megawati sempat melakukan pertemuan multilateral bersama sejumlah tokoh internasional. Ia disambut Wakil Presiden Tiongkok Wang Qishan dan berdiskusi bersama mantan Perdana Menteri Singapura Goh Chok Tong, mantan Presiden Afganishtan Hamid Karzai, Presiden Dewan Eropa Herman Van Rompuy, serta mantan menteri Luar Negeri Rusia Igor Ivanov.
Megawati membuka pidatonya dengan mengajukan pertanyaan terkait kondisi global terkini. Ia menyoroti ironi dari situasi dewasa ini, ketika setiap negara sebenarnya sudah merdeka dan berdaulat, tetapi nuansa peperangan dan pertikaian dalam bentuk lama dan baru tetap muncul mengancam perdamaian dunia.
“Siapakah sebenarnya yang hendak dihancurkan di abad 21 ini? Inikah arti dari kemajuan teknologi? Apakah teknologi diciptakan untuk menyulut peperangan atau sebenarnya untuk memperkokoh perdamaian?” tutur Mega.
Megawati mengatakan, untuk menyelesaikan segala jenis pertentangan dan pertikaian global, dibutuhkan dialog konstruktif dan musyawarah untuk mufakat, bukan melalui perang yang membahayakan peradaban manusia.
“Kita semua tahu, nasib umat manusia tidak bisa ditentukan oleh hanya segelintir bangsa atau golongan yang merasa dirinya besar dan kuat, yang merasa dirinya paling benar dan suci,” kata Megawati.
"Kita semua tahu, nasib umat manusia tidak bisa ditentukan oleh hanya segelintir bangsa atau golongan yang merasa dirinya besar dan kuat, yang merasa dirinya paling benar dan suci,” kata Megawati.
Oleh karena itu, ujarnya, berbagai forum musyawarah antarnegara perlu terus dilestarikan. Setiap negara tidak bisa menyelesaikan persoalannya sendiri-sendiri.
“Gunakan pikiran dan hati yang tenang untuk berdialog secara konstruktif. Lenyapkan semua dengan musyawarah mufakat, temukan dan putuskan prinsip-prinsip yang disetujui secara bersama untuk menyelesaiakan pertentangan,” katanya.
Senada, dalan kesempatan yang sama, Wakil Presiden Tiongkok Wang Qishan mengatakan, di tengah era globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat di mana sekat-sekat antarnegara seolah melebur, semua negara memiliki ketergantungan satu sama lain untuk tetap bertahan.
“Tentu akan banyak tikungan di depan. Tetapi, perlu diingat, saat menghadapi tantangan, hal utama yang perlu ditakuti adalah rasa takut itu sendiri,” kata Qishan.
Perang dagang
Salah satu isu yang menjadi sorotan dalam forum perdamaian dunia di Beijing tersebut adalah kondisi terkini perang dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok. Sebagaimana diketahui, sengketa perang tarif impor barang antara kedua negara dengan perekonomian terbesar itu turut menghambat perekonomian global.
Dalam Konferensi Tingkat Tinggi G-20 di Osaka, Jepang, akhir Juni ini, Presiden Tiongkok Xi Jin Ping dan Presiden AS Donald Trump sempat bertemu dan bersama-sama sepakat untuk membuka ruang dialog dan meninjau ulang sengketa perang harga yang sudah berlangsung antara keduanya selama satu tahun terakhir.
Dalam kata sambutannya saat makan siang bersama delegasi negara-negara tamu, Wakil Menteri Luar Negeri RRT Le Yucheng mengatakan, dalam pertemuan antara Trump dan Xi Jin Ping tersebut, kedua negara menunjukkan sinyal positif untuk memperbaiki hubungan dan kembali menegosiasikan kebijakan tarif impor barang di masing-masing negara. Meski demikian, realisasi dari disudahinya perang dagang antara kedua negara itu tergantung pada komitmen masing-masing pihak untuk menindaklanjuti kesepakatan itu.
“Pertemuan itu memberi sinyal positif, tinggal bagaimana sekarang masing-masing kami melanjutkan konsensus itu dan mendalami lagi bagaimana tepatnya menjalankan komitmen itu secara teknis setelah ini,” katanya.
Megawati mengatakan, sebagai negara yang menjalankan politik luar negeri bebas aktif, Indonesia mendorong sengketa antara AS dan Tiongkok dapat segera dituntaskan dalam waktu dekat melalui dialog konstruktif antara kedua negara. “Saya kira nanti akhirnya itu pasti akan selesai, tidak mungkin antara dua negara yang besar itu terus terjadi perang dagang," ucap Megawati.