JAKARTA, KOMPAS — Mulai 1 Juli 2019, Kementerian Perhubungan memberlakukan aturan mengenai ojek dalam jaringan di 41 kota. Aturan yang mengatur biaya jasa ojek daring itu untuk mengawasi dua aplikator ojek daring dalam menerapkan aturan terkait biaya jasa ojek daring.
”Mengenai diskon, kami tidak mengatur, tetapi hanya mengimbau melalui surat edaran. Diskon diharapkan tidak diberlakukan dalam kurun waktu yang lama dan tidak di bawah tarif batas bawah,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi di Jakarta, pekan lalu.
Ia menambahkan, kendati hanya imbauan, bukan berarti aplikator bisa mengabaikan aturan tersebut. ”Kalau aplikator menerapkan tarif lebih rendah dari tarif batas bawah, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan turun tangan,” kata Budi.
Pengawasan tersebut bisa menggunakan dua cara, yakni KPPU mengawasi sendiri atau Ditjen Perhubungan Darat melaporkannya kepada KPPU.
Peraturan tentang ojek daring tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 348 Tahun 2019 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi. Peraturan tarif itu telah dilakukan di 41 kota yang mewakili zona 1, zona 2, dan zona 3.
”Kami akan mengawasi hingga satu bulan untuk melihat apakah aplikator telah menerapkan tarif yang sesuai. Kami juga akan bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk melakukan survei karena kami ingin melihat respons masyarakat. Nantinya akan dapat ditarik kesimpulan, baik dari sisi pengemudi maupun pengguna jasa ojek daring,” kata Budi.
Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) selaku perpanjangan tangan Ditjen Perhubungan Darat di daerah akan mengawasi di masing-masing kota secara berkala untuk melihat tingkat kepatuhan penyedia jasa, yakni Gojek dan Grab, dalam menerapkan batasan tarif.
Sebelumnya, pengamat persaingan usaha dari Universitas Indonesia, Harryadin Mahardika, menyampaikan, persaingan dua aplikator ojek daring sangat keras. Persaingan itu antara lain dalam bentuk adu promosi. ”Promosi-promosi ini belum diatur sehingga adu murah dan adu lama,” kata Harryadin.
Menurut dia, promosi yang diterapkan dalam waktu yang lama akhirnya bukan lagi tarif promosi, melainkan tarif tetap. ”Pemberian promosi memang membuat penumpang senang karena membayar murah. Akan tetapi, pelayanan pasti menurun,” katanya.
Menurut Harryadin, persaingan antara Gojek dan Grab harus bisa diawasi KPPU agar kedua penyedia jasa itu tidak saling mematikan. (ARN)