Pemerintah Diingatkan Membangun Palu Berorientasi Mitigasi
Pemerintah diingatkan agar pembangunan kembali infrastruktur pascabencana di Kota Palu, Sulteng, perlu berorientasi mitigasi mengingat kerentanan tinggi kota tersebut terhadap bencana.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Pemerintah akan gencar membangun berbagai jenis infrastruktur pascabencana di Sulawesi Tengah, khususnya Kota Palu. Namun, pemerintah diingatkan agar pembangunan infrastruktur itu perlu berorientasi mitigasi mengingat kerentanan tinggi kota tersebut terhadap bencana.
Salah satu infrastruktur yang direncanakan dibangun dalam waktu dekat adalah pembangunan ulang Jembatan Palu IV atau dikenal dengan sebutan Jembatan Kuning. Lokasi pembangunannya bergeser sekitar 50 meter di sisi timur di Kelurahan Besusu Barat, Kecamatan Palu Timur, dan 80 meter di sisi barat dari posisi jembatan lama di Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat.
Panjang jembatan lebih kurang sama dengan ukuran jembatan lama, yakni sekitar 200 meter dengan lebar 7 meter. Jembatan lama yang berwarna kuning dan melengkung itu porak-poranda karena gempa dan tsunami pada 28 September 2018.
Lokasi pembangunan jembatan tetap berada tak jauh dari muara Sungai Palu atau tak lebih 200 meter dari Teluk Palu. Jika merujuk pada peta kerawananan bencana, jarak tersebut masih berada di dalam zona merah atau terlarang untuk pembangunan hunian. Kawasan zona merah adalah titik-titik yang mengalami kehancuran total saat gempa lalu, antara lain akibat tsunami dan likuefaksi.
Biaya pembangunan jembatan tersebut tak disebutkan secara rinci. Ini merupakan bagian dari paket dana hibah Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA) untuk penanganan bencana di Sulteng senilai Rp 300 miliar.
Pegiat literasi kebencanaan Sulteng, Isnaeni Muhidin, Senin (8/7/2019), menyatakan, kebijakan rekonstruksi Kota Palu dan Sulteng secara umum mestinya berorientasi pengurangan risiko atau mitigasi. Namun, ada indikasi kuat pembangunan infrastruktur tak sejalan dengan upaya mitigasi.
”Pembangunan jembatan tersebut, misalnya, malah akan mengundang orang untuk tetap tinggal di situ atau membangun hunian baru di situ yang telah ditetapkan sebagai zona merah atau terlarang. Artinya, pembangunan tak menghitung risiko kerentanan Palu terhadap bencana yang nyata sangat tinggi,” katanya.
Isnaeni menegaskan, selama ini belum tampak kuat arah pembangunan yang berorientasi mitigasi, misalnya memperbanyak sirene tsunami di Teluk Palu. Saat ini hanya ada satu sirene tsunami di Kota Palu. Itu pun letaknya sekitar 2 kilometer dari laut.
Padahal, pesisir Teluk Palu hampir seluruhnya dihantam tsunami saat bencana 2018. Tata ruang untuk mitigasi melalui penetapan zona merah pun kini dilanggar dengan dibangunnya kembali hunian baru.
Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tadulako, Palu, Abdullah, dalam berbagai kesempatan menyampaikan, wilayah pesisir Teluk Palu rentan akan penurunan tanah (down-lift). Kondisi itu harus dipertimbangkan saat membangun infrastruktur.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kota Palu Iskandar Arsyadmengatakan, pembangunan ulang jembatan tersebut atas kajian tim teknis Pemerintah Kota Palu pascagempa lalu. Membangun kembali jembatan tersebut pilihan yang lebih efisien ketimbang membangun jalur lingkar dalam untuk transportasi logistik.
”Berdasarkan kajian itu, kami menyampaikan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dibutuhkan jembatan,” ujar Iskandar.
Jembatan Palu IV dan jalan di sepanjang pesisir Teluk Palu berkontribusi mengurai kepadatan lalu lintas di Kota Palu. Jembatan itu sebelum hancur menghubungkan wilayah timur dan barat Kota Palu serta menjadi jalur utama menuju Kabupaten Donggala bagian selatan dan Provinsi Sulawesi Barat serta Sulawesi Selatan.
Iskandar menyatakan, bergesernya titik pembangunan jembatan baru dari lokasi lama dilakukan karena di titik lama terjadi penurunan muka tanah hingga 1,5 meter. Struktur jembatan baru nantinya disesuaikan dengan kondisi kerentanan terhadap gempa dan juga tsunami.
Dengan bergesernya lokasi pembangunan jembatan baru, akan ada relokasi permukiman warga. Hal itu akan dialami Marti (54) yang tinggal sekitar 50 meter dari titik jembatan lama. Ia mengaku telah mendengar soal pembangunan jembatan baru. Namun, pemerintah belum menyampaikan penjelasan resmi. ”Saya setuju saja yang penting hak-hak saya dipenuhi,” ujarnya.
Selain membangun ulang Jembatan Palu IV, pemerintah juga membangun infrastruktur lain di pesisir Teluk Palu, yakni tanggul laut. Tanggul itu dibangun untuk menahan abrasi sekaligus penahan tsunami.