Polisi Hentikan Pembuatan Kapal Pengeruk Emas di Tengah Hutan Nabire
Pihak kepolisian menghentikan upaya pembuatan kapal pengeruk tambang emas milik PT Jichuan asal China di Distrik Siriwo, Kabupaten Nabire, Papua. Perusahaan asing itu diduga belum mengantongi izin operasi penambangan.
Oleh
FABIO COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Pihak kepolisian menghentikan upaya pembuatan kapal pengeruk tambang emas milik PT Jichuan asal China di Distrik Siriwo, Kabupaten Nabire, Papua. Perusahaan asing itu diduga belum mengantongi izin operasi penambangan emas di lokasi tersebut.
Kasus itu berawal dari laporan warga yang mendapati tempat perakitan kapal pengeruk emas di tengah hutan, tepatnya di Kilometer 102, Distrik Siriwo, pada awal Juni 2019.
Kepala Kepolisian Resor Nabire Ajun Komisaris Besar Sony Tampubolon, saat dihubungi dari Jayapura, Senin (8/7/2019), mengatakan, pihaknya telah memasang garis polisi di lokasi perakitan kapal pengeruk emas tersebut. Perintah pemasangan garis polisi di lokasi pembuatan kapal pengeruk emas berdasarkan perintah Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Rudolf Alberth Rodja.
”Kami telah memanggil dan memeriksa pemilik perusahaan PT Jichuan. Mereka telah menginvestasikan uang sebesar Rp 20 miliar untuk pembuatan kapal itu,” ujar Sony.
Ia menyatakan, pihaknya akan menindak tegas pihak PT Jichuan apabila telah beroperasi menambang emas. ”Saat ini kami belum mengambil tindakan. Pemilik PT Jichuan mengaku sedang berupaya mengurus izin pertambangan dengan pemda setempat di level Provinsi Papua dan Kabupaten Nabire,” lanjut Sony.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Papua Fred Boray mengatakan, PT Jichuan belum mendapat izin dari Pemerintah Provinsi Papua untuk beroperasi mengoperasikan kapal pengeruk emas di Nabire. ”Kemungkinan besar, kapal ini akan beroperasi di Sungai Siriwo. Sungai itu memiliki potensi kandungan emas dengan prospek cerah,” ucapnya.
Fred menyatakan, Dinas ESDM Papua bersama DPR Provinsi Papua dalam waktu dekat akan terjun ke Siriwo untuk melihat fasilitas milik PT Jichuan tersebut.
Dari data Dinas ESDM Papua, pertambangan rakyat yang tersebar di enam kabupaten di Papua rawan disalahgunakan oknum pengusaha yang tidak berizin. Keenam daerah itu adalah Yahukimo, Pegunungan Bintang, Waropen, Nabire, Tolikara, dan Keerom.
Para pendulang yang terlibat dalam pengambilan emas secara ilegal di enam kabupaten lebih dari 1.000 orang. Mereka umumnya datang dari Jawa, Sulawesi, dan Ambon. Di setiap kabupaten, lokasi penambangan sebanyak enam hingga delapan titik.
Kemungkinan besar, kapal ini akan beroperasi di Sungai Siriwo. Sungai itu memiliki potensi kandungan emas dengan prospek cerah.
Anggota DPR Provinsi Papua, Thomas Sondegau, menegaskan, pihaknya bersama Dinas ESDM Papua secara langsung akan meninjau tempat perakitan kapal keruk di Distrik Siriwo. Dalam kegiatan itu, DPR Papua akan meminta klarifikasi terkait izin eksplorasi, eksploitasi, izin perakitan kapal, hingga izin analisis dampak lingkungan.
”Apabila pihak perusahaan tidak memiliki salah satu izin tersebut, pihak kepolisian wajib menghentikan kegiatan mereka dan segera diproses hukum,” ujar Thomas.
Sebelumnya, pada 13 Maret, pihak Imigrasi Kelas II Tempat Pemeriksaan Imigrasi Timika mendeportasi 11 warga negara asing (WNA) asal China dan satu warga Korea Selatan dari Kabupaten Mimika. Sebanyak 12 warga asing ini terbukti menyalahgunakan visa kunjungan dengan bekerja sebagai petambang emas ilegal di Kabupaten Nabire.
Adapun identitas ke-11 WNA asal China itu ialah Wu Jiming, Wu Jiang, Li Shihong, Li Changfu, Li Yuling, Luo Yubing, Tang Gang, Ouyang Weishan, Gong Xiaojun, Wu Xiaoming, dan Yang Ealing. Sementara identitas satu warga asal Korea Selatan adalah Go Seong-yong.
Mereka divonis bersalah karena terlibat aktivitas tambang emas ilegal oleh Pengadilan Negeri Nabire pada 12 Desember 2018. Sebanyak 12 WNA tersebut dideportasi setelah menjalani hukuman selama 5 bulan dan 15 hari karena terlibat aktivitas tambang emas ilegal di Nabire.