Saling Klaim Dukungan demi Kursi Ketum Golkar
Partai Golongan Karya memasuki babak baru untuk mencari ketua umum partai periode 2019-2024. Dua calon kuat yaitu Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo mulai menghimpun dukungan untuk mengincar posisi pucuk pimpinan partai berlambang beringin tersebut.
Pada pemilu 2019 lalu, Partai Golkar menempati peringkat kedua berdasarkan perolehan kursi DPR RI sebanyak 85 kursi dari target awal sebanyak 110 kursi. Perolehan kursi ini juga lebih sedikit dibandingkan pemilu 2014 lalu, yaitu Golkar mendapat sebanyak 91 kursi.
Para petinggi di Dewan Pembina Partai Golkar juga telah mengimbau agar pengurus DPP Partai Golkar segera melakukan evaluasi internal partai terkait hasil pemilu 2019.
Dewan pembina partai juga meminta agar DPP segera menetapkan tanggal musyawarah nasional (munas) pada Desember 2019. Dalam munas ini alan dibahas kinerja partai selama 5 tahun lalu serta akan dilakukan pemilihan ketua umum.
Menurunnya perolehan jumlah kursi kali ini juga membuat sejumlah kader merasa kecewa dengan kepemimpinan Airlangga Hartarto yang saat ini menjabat sebagai ketua umum partai. Kekecewaan ini juga memunculkan wacana agar waktu pelaksanaan munas egera dipercepat dan tidak perlu menunggu hingga akhir tahun.
Sejumlah kader yang kecewa akhirnya mendukung Wakil Koordinator Bidang Pratama Partai Golkar, yang juga Ketua DPR RI Bambang Soesatyo untuk maju sebagai calon ketua umum. Namun, ada pula kader yang merasa bahwa Airlangga telah sukses membawa Golkar melewati masa-masa sulit selama lima tahun, oleh sebab itu kepemimpinannya harus diilanjutkan.
Terkait bursa calon ketua umum, Bambang mengatakan, dukungan untuknya terus bertambah dari sejumlah pengurus DPD Partai Golkar. Ia juga mengeklaim telah mendapat dukungan lebih dari 400 pemegang suara di Partai Golkar.
"Hari ini, saya kembali mendapat dukungan dari pengurus Golkar di Aceh dan Sulawesi Selatan. Berdasarkan perhitungan dari tim saya, sudah ada lebih dari 400 dukungan, namun nantinya akan kami periksa lagi, dukungan dari mana saja yang sudah lengkap," ucapnya di Komplek Senayan, Jakarta, Senin (08/07/2019).
Sebelumnya, pada Sabtu (29/6/2019), Bambang menerima dukungan dari dewan pimpinan daerah (DPD) enam kota di DKI Jakarta dan seluruh pengurus daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, di Kalimantan Selatan. Ia juga telah menerima dukungan dari DPD Partai Golkar Kepulauan Riau, DPD kabupaten/kota di Jawa Barat, DPD kabupaten/kota di Maluku, DPD kabupaten/kota di Maluku Utara, serta DPD kabupaten/kota di Papua Barat.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung, Kamis (27/6/2019) malam, menyatakan telah mendengar kabar bahwa Bambang Soesatyo bermaksud untuk mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Akbar mendukung sepenuhnya apabila Bambang mengajukan diri. Sebab, Bambang merupakan salah satu kader dari Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) yang perlu didukung untuk menjabat posisi penting.
”Saya dukung karena KAHMI sepakat bahwa seluruh kader kami harus menduduki posisi penting,” ujarnya.
Sementara itu, pada Minggu (07/06/2019), Airlangga mendapat dukungan dari DPD Partai Golkar Sulawesi Selatan. Dukungan tersebut membuat ia semakin optimistis untuk kembali terpilih sebagai ketua umum.
Dihubungi secara terpisah, Ketua DPD Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi mengatakan, dengan adanya dukungan dari Sulawesi Selatan, Airlangga telah mendapat dukungan dari 400 pimpinan DPD Partai Golkar.
"Jumlahnya sudah mencapai 400 suara yang terdiri dari DPD kabupaten/kota, DPD I dan ormas dan tersebar dari berbagai daerah yaitu Jawa Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara dan selanjutnya Kalimantan Selatan," ucapnya.
Menurut Dedi, Airlangga layak menjabat kembali sebagai ketua umum karena telah berhasil membawa Golkar untuk mengatasi konflik internal partai. Ia menjelaskan, selama periode 2014-2019, Airlangga baru menjabat sebagai ketua umum selama 1 tahun 8 bulan.
"Pada awal 2014, terjadi dualisme internal dalam internal Golkar, yaitu kubu Aburizal Bakrie dan kubu Agung Laksono. Kemudian, pada 2017, mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto juga tersandung masalah korupsi. Hal ini tentunya menggerus elektabilitas ketika itu," ucapnya.
Senada dengan Dedi, Ketua Fraksi Golkar DPR RI Melchias Markus Mekeng mengatakan keberatan atas pandangan sejumlah kader di internal Golkar yang menilai Airlangga Hartanto telah gagal memimpin Golkar.
“Menurut saya, penilaian sepert itu tidak adil karena yang dilakukan Airlangga adalah menanklukkan badai dahsyat yang sedang melilit Golkar," katanya.
Pengamat politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes menjelaskan, ketua umum partai merupakan salah satu posisi strategis untuk maju sebagai calon presiden pada 2024. Oleh sebab itu, sebagian besar tokoh politik tentunya juga ingin mengincar hal tersebut.
"Pada pilpres 2024 nanti, sudah tidak ada petahana yang maju sebagai calon presiden. Oleh sebab itu, kemungkinan besar, ketua umum partai akan diusung oleh anggotanya untuk maju berkontestasi dalam pilpres tersebut," ucapnya.
Arya menjelaskan, Partai Golkar harus mengantisipasi terjadinya potensi dualisme partai ketika pemilihan ketua umum. Ia mengatakan, jangan sampai ada pemecatan kader yang berbeda pilihan, karena hal tersebut busa memicu konflik.
"Ketika 2014, terjadi dualisme di kubu internal golkar karena Bakrie dan Agung berbeda dukungan calon presiden ketika itu. Kalau sekarang, konfliknya bisa lebih diminimalisir karena Airlangga maupun Bambang sama-sama mendukung Joko Widodo," ucapnya.
Selain itu, Arya menjelaskan, posisi Ketua Umum Golkar harus diisi oleh orang-orang yang cocok dengan Presiden Jokowi. Ia menuturukan, sebagai partai pendukung pemerintag, tentunya presiden akan lebih banyak berkomunikasi dengan pimpinan parpol.
Menjelang Munas Partai Golkar, masih ada waktu kurang dari enam bulan bagi kedua calon untuk terus menggalang dukungan. Para kader Golkar tentunya menaruh harapan agar akar pohon beringin bisa tetap kuat menahan badai politik yang mungkin muncul di periode yang akan datang.