Sejak dulu, tujuan utama China satu dan jelas: “menaiki dengan mantap tangga pembangunan, sambil tetap menjadi negara dengan sistem satu partai”.
Oleh
A Tomy Trinugroho
·3 menit baca
Perang dagang AS-China bisa dilihat dalam perspektif luas sebagai persaingan kedua negara di bidang teknologi. Karena itu, perang dagang melibatkan pula perusahaan teknologi telekomunikasi Huawei asal China.
Sebelum pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping bulan lalu di Jepang, perusahaan AS dilarang menjual produk perangkat keras dan lunak kepada Huawei. Alasannya, Huawei mengancam keamanan nasional. Pasca pertemuan, larangan diperlunak. Trump mengizinkan perusahaan AS menjual sejumlah perangkat keras kepada Huawei. Konon, dalam pertemuan ini, Xi minta agar larangan perusahaan AS menjual produk kepada Huawei diakhiri, sebelum negosiasi perang dagang dibuka kembali.
Huawei merupakan kontraktor utama teknologi 5G. Sejumlah negara Eropa menggunakan teknologi Huawei dalam penerapan 5G. Pertimbangannya sederhana, harga yang ditawarkannya murah sementara mutunya bagus.
Sebagai tindak lanjut pertemuan di Jepang, kini dilangsungkan kembali negosiasi AS-China. Pembicaraan alot. Washington dilaporkan tetap menghendaki akses perusahaan AS terhadap pasar China tidak dibatasi. Selain itu, “paksaan” bagi perusahaan asing untuk mentransfer teknologi kepada perusahaan China dihapus. Belum ada kata sepakat. Bisa jadi negosiasi gagal dan perang dagang berlanjut.
Huawei merupakan kontraktor utama teknologi 5G.
Penulis Greg Ip dalam “China Knows What It Wants—The Us Still Doesn’t” (The Wall Street Journal, 3 Juli 2019) memberi perspektif menarik terhadap dinamika AS-China itu. Menurut dia, sejak dulu, tujuan utama China satu dan jelas: “menaiki dengan mantap tangga pembangunan, sambil tetap menjadi negara dengan sistem satu partai”.
Maka, China pertama-tama membangun negara dengan memaksa perusahaan-perusahaannya efisien. Caranya, China bergabung dengan WTO pada 2001. Negara itu lalu mendapat akses pasar luar negeri dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang didorong ekspor. Berkat mata uangnya yang murah, banyak modal asing masuk ke China. Negara ini segera menjadi pabrik berbagai produk dunia. Surplus besar dialaminya. Saat itu, perselisihan Beijing-Washington diatasi oleh pemerintah China dengan membiarkan yuan menguat.
Prioritas China lalu bergeser. Dari menarik investasi asing dan menciptakan pertumbuhan yang didorong ekspor, China mulai menumbuhkan perusahaan-perushaan jawara nasional. Di fase ini, akses korporasi Barat ke pasar Cina diperketat. Ada pula tekanan untuk alih teknologi ke perusahaan lokal.
Sekarang, prioritas bergeser ke penciptaan perusahaan jawara global di bidang industri maju, mulai dari mobil hemat energi hingga kecerdasan buatan.
Muncullah perusahaan Huawei yang menjadi pemimpin teknologi 5G di dunia. Langkah Presiden Xi yang meminta pencabutan larangan perusahaan AS memasok kepada Huawei sangat mask akal dalam perspektif ini. Huawei adalah andalan China untuk menciptakan pemain global di bidang teknologi.
Sebaliknya, di sisi AS, tak ada kesatuan dalam melihat Huawei. Ada kubu melihat Huawei bukan ancaman. Namun, ada kubu lain melihat Huawei sebagai ancaman karena merupakan bagian dari sistem ekonomi China yang tak kompatibel dengan Barat. Ada satu lagi kubu, yakni Trump, menurut Greg Ip, yang melihat persoalan secara sederhana. Siapapun itu, selama membeli banyak produk AS dan mendatangkan uang, termasuk Huawei, maka bukan ancaman.