Pemerintah AS menyetujui penjualan senjata ke Taiwan dengan nilai sekitar Rp 31,12 triliun. Persetujuan ini dapat mengundang kemarahan China yang menganggap Taiwan bagian wilayahnya yang membangkang dan bukan sebagai negara berdaulat.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
WASHINGTON, SELASA — Pemerintah Amerika Serikat menyetujui penjualan senjata ke Taiwan dengan nilai sekitar 2,2 miliar dollar AS atau setara Rp 31,12 triliun. Persetujuan ini dapat mengundang kemarahan China yang menganggap Taiwan sebagai bagian wilayahnya yang membangkang dan bukan sebagai negara berdaulat.
Kantor Kepresidenan Taiwan mengeluarkan pernyataan terima kasih atas persetujuan AS yang diumumkan melalui Kementerian Luar Negeri AS, Senin (8/7/2019). Keyakinan bahwa AS akan merespons positif pernyataan Taiwan telah disebutkan oleh Presiden Taiwan Tsai Ing-wen sejak Maret 2019.
”Taiwan akan mempercepat investasi pada pertahanan dan terus memperdalam hubungan keamanan dengan AS dan negara-negara dengan ide serupa,” kata juru bicara Presiden Taiwan, Chang Tun-han.
Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan AS (DSCA) melalui pernyataan menyebutkan, Kongres AS telah diberitahukan mengenai potensi penjualan untuk sejumlah alat utama sistem persenjataan (alutsista), antara lain 108 tank M1A2T Abrams, 250 rudal Stinger, serta peralatan pendukung terkait. Kongres memiliki waktu 30 hari untuk menolak rencana tersebut—tetapi kemungkinan tidak akan melakukannya.
Menurut DSCA, penjualan alutsista AS akan berkontribusi terhadap peningkatan kapasitas pertahanan dalam negeri Taiwan dan kemampuan menghadapi ancaman. Bagi Taiwan, pembelian tank akan memodernisasi armada tank tempur dan pembelian rudal akan mendukung kemampuan defensif mereka.
Tank M1A2T Abrams dan rudal Stinger yang berteknologi tinggi dapat dipindahkan dengan cepat oleh tentara di lapangan. Dengan demikian, kemampuan Taiwan untuk menghancurkan senjata di darat dan untuk menjatuhkan pesawat tempur China ketika terjadi invasi juga ikut meningkat.
Saat ini, kondisi alutsista Taiwan semakin usang. Beberapa peralatan perang Taiwan yang mulai usang antara lain tank CM-11 Brave Tiger dan M60A3.
DSCA menyatakan, meningkatnya kemampuan pertahanan merupakan unsur utama untuk menjaga stabilitas politik, keseimbangan kekuatan militer, dan perkembangan ekonomi di kawasan pihak pembeli. Hal tersebut juga akan mendukung kebijakan luar negeri dan keamanan nasional AS.
Menyulut amarah
Pengumuman persetujuan AS untuk menjual senjata ke Taiwan kemungkinan besar akan menyulut amarah China. China telah melaporkan penolakan terhadap potensi penjualan senjata AS ke Taiwan pada awal Juli 2019.
”Kami telah berkali-kali menekankan ke AS untuk sepenuhnya mengerti, keputusan mereka untuk menjual senjata ke Taiwan akan sangat sensitif dan merusak serta prinsip Satu China,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Geng Shuang.
AS tidak memiliki hubungan formal dengan Taiwan karena telah mengubah pengakuan terhadap Taiwan ke China pada 1979. Namun, AS terikat secara hukum untuk menyediakan sarana mempertahankan diri bagi Taiwan yang masih menjadi sekutu penting AS.
Taiwan telah memiliki pemerintahan sendiri sejak akhir perang sipil yang berlangsung pada 1949. Akan tetapi, China berkomitmen untuk mengambil alih pulau tersebut, bahkan dengan kekerasan jika diperlukan. Salah satu strategi yang diterapkan adalah China meningkatkan tekanan diplomatik dan militer ke Taiwan sejak 2016.
China dengan perlahan mengurangi jumlah negara yang mengakui Taiwan sebagai negara. Selain itu, negara ”Tirai Bambu” ini juga kerap melakukan latihan militer di dekat Taiwan.
Taiwan memiliki hubungan diplomatik dengan 17 negara. Kebanyakan sekutu diplomatik Taiwan adalah negara-negara kecil di Amerika bagian tengah dan wilayah Pasifik. (AFP/REUTERS)