Lima Provinsi Sudah Tetapkan Tanggap Darurat Karhutla
Lima provinsi sudah menetapkan status tanggap darurat kekeringan dan kebakaran lahan dan hutan. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo meminta kewaspadaan harus terus ditingkatkan terutama di musim kemarau hingga Oktober 2019.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS—Lima provinsi sudah menetapkan status tanggap darurat kekeringan dan kebakaran lahan dan hutan. Kewaspadaan harus terus ditingkatkan terutama di musim kemarau yang diperkirakan terjadi hingga Oktober 2019. Sejumlah persiapan harus dilakukan terutama upaya pencegahan dengan melibatkan masyarakat setempat.
Hal ini disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo, seusai memimpin Apel Gerakan Pencegahan Kebaharan Hutan dan Lahan Tahun 2019 di Palembang, Selasa (9/7/2019). Hadir dalam apel, pasukan dari TNI, Polri, Manggala Agni, Regu Pemadam Kebakaran dari Perusahaan, dan sejumlah pihak yang terkait.
Doni menuturkan, daerah yang menetapkan status tanggap darurat adalah Sumatera Selatan, Riau, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. Melihat kondisi ini, sejumlah upaya persiapan untuk penanggulangan kebakaran terus dilakukan terutama pencegahan.
Selama ini, faktor utama kebakaran lahan adalah manusia, hanya 1 persen yang disebabkan oleh kondisi alam. “Sebagian besar kebakaran juga disengaja, baik karena merupakan tradisi untuk membuka lahan atau dibayar,” katanya.
Untuk itu, upaya pencegahan diprioritaskan yakni dengan pendekatan kesejahteraan. Masyarakat diajak untuk menjaga fungsi ekologis yang akhirnya akan berdampak pada peningkatan perekonomian masyarakat. "Penindakan hukum adalah langkah terakhir apabila upaya persuasif ini tidak bisa dijalankan,” katanya.
Daerah yang menetapkan status tanggap darurat adalah Sumatera Selatan, Riau, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. (Doni Monardo)
Untuk itu, ujar Doni, sejumlah pihak dilibatkan untuk menyisir daerah yang rawan kebakaran yakni TNI/Polri, komunitas, perusahaan, budayawan, juga penyuluh perikanan dan pertanian. Mereka akan menyisir lokasi yang rawan kebakaran dan melakukan pendataan, apa saja yang dibutuhkan di daerah tersebut.
Menurut Doni, upaya pencegahan, jauh lebih efektif dibandingkan pemadaman. Menurutnya, apabila lahan sudah terbakar terutama lahan gambut, maka kebakaran akan sulit dipadamkan.
Hal ini tentu akan merugikan semua pihak, bahkan bisa menganggu kesehatan dan perekonomian masyarakat. “Apabila upaya pecegahan berhasil, tentu semua komponen tidak perlu repot untuk melakukan pemadaman,” ucapnya.
Berdasarkan prakiraan BMKG, tahun ini terjadi fenomena El Nino walau tak sepanjang tahun 2015. Titik api terus mengalami penurunan sejak empat tahun terakhir. Pada tahun 2015, titik api di Sumsel mencapai 27.043 titik, tahun 2018, hanya 2.081 titik. “Tahun lalu, penanggulangan kebakaran menjadi prioritas karena Sumsel sedang mengadakan Asian Games,” ungkap Doni.
Penempatan personel
Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan BPBD Sumsel Ansori mengatakan, akan ada 1.512 personel yang akan dikerahkan di 90 desa rawan kebakaran yang tersebar di sembilan kabupaten. Satu tim terdiri dari 15 orang yang terdiri dari anggota TNI/Polri, BPBD, dan masyarakat setempat. Tim ditempatkan di 90 desa rawan kebakaran selama enam bulan ke depan.
Tugas mereka adalah melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk tidak membakar lahan. “Apabila ada yang berjaga, tentu akan berpengaruh terhadap psikologis masyarakat sehingga niat untuk membakar pun berkurang,” ucap Ansori. Selain itu, tim terpadu tesebut juga akan memberikan informasi dan melakukan penanggulangan dini apabila ada kebakaran.
Ansori mengatakan, sejak Januari sampai kini, kebakaran sudah menghanguskan 75 hektar lahan di wilayah Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, Penukal Abab Lematang Ilir, dan sejumlah daerah lain di Sumsel. Kemungkinan potensi kebakaran lahan akan meningkat di puncak musim kemarau yakni Agustus dan September.
Komandan Lanud Sri Mulyono Herlambang Kolonel Pnb Heri Sutrisno mengatakan, saat ini sudah ada empat helikopter yang disiagakan untuk melakukan bom air. Jumlahnya kemungkinan akan bertambah menjadi delapan unit tergantung dari ekskalasi kebakaran yang mungkin terjadi.
Walau demikian, upaya bom air adalah upaya terakhir apabila tim darat sudah tidak bisa lagi memadamkan api lantaran kesulitan akses air atau api yang terus membesar. “Apabila tim darat tidak bisa lagi memadamkan, baru kita terbangkan helikopter water bombing,” katanya.
Wakil Gubernur Sumsel Mawardi Yahya mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan kepala daerah yang rawan kebakaran untuk segera melakukan upaya pencegahan. “Akan ada petunjuk teknis untuk mencegah kebakaran lahan,” ucapnya.