Gerakan relawan mengantar ambulans ini tidak hanya sebagai wadah penyaluran energi dan kreativitas. Gerakan ini mencari arah baru agar lebih bermakna di masyarakat.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·5 menit baca
Endra, sopir ambulans Rumah Sakit Mulya, sedang bersiaga sambil beristirahat di sebuah warung depan rumah sakit itu, di Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, Selasa (9/7/2019) siang. Tiba-tiba ada panggilan dari rumah sakit agar segera mengantarkan seorang pasien penderita penyakit organ dalam untuk melakukan rontgen di Rumah Sakit Karang Tengah Medika.
Siang itu, lalu lintas Jalan KH Hasyim Ashari sedang padat-padatnya. Kendaraan roda dua, roda empat, bahkan bus dan truk memenuhi jalan yang lebarnya sekitar 10 meter untuk dua lajur. Kemacetan itu dan status kedaruratan pasien langsung menggelisahkan pikiran Endra.
Jalan tersebut memang selalu padat sebab jalur itu adalah jalan utama yang menghubungkan Kota Tangerang dengan Kota Tangerang Selatan, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan. Sementara itu, pasien tidak bisa menunggu lama dan harus segera memperoleh penanganan medis.
Namun, beruntung bagi Endra karena ada komunitas Relawan Ambulans Ciledug (RAC) yang bermarkas di warung depan RS Mulya. RAC adalah komunitas berisi sekumpulan anak muda yang secara sukarela mengawal perjalanan ambulans dari dan menuju rumah sakit, rumah pasien, atau rumah duka.
Ketika sirene ambulans dinyalakan dan keluar dari area parkir mobil, lima pengendara sepeda motor anggota RAC dengan sigap mengawal laju ambulans. Empat pengendara sepeda motor berada di depan ambulans untuk membuka jalan bagi ambulans. Sementara satu pengendara sepeda motor berada di belakang ambulans untuk menjaga agar tidak ada kendaraan lain yang tiba-tiba menyerobot dan mengganggu laju ambulans.
Formasi ini terbukti ampuh. Satu per satu pengemudi meminggirkan kendaraannya untuk memberikan jalur kepada ambulans.
Saat berada di sebuah pertigaan jalan, para anggota RAC menutup sementara arus lalu lintas kendaraan yang hendak berbelok agar ambulans bisa melaju. Setelah ambulans lewat, mereka mengacungkan jempol kepada para pengendara sebagai tanda terima kasih sudah mau bekerja sama dalam pengaturan lalu lintas.
Perjalanan ke RS Karang Tengah Medika (KTM) yang sebetulnya hanya berjarak 3,8 kilometer harus ditempuh hingga 20-30 menit karena kepadatan lalu lintas. Dengan bantuan pengawalan RAC, waktu tempuh hanya 10 menit. Setelah tiba di RS KTM, pasien dibantu untuk turun dari kendaraan, lalu didudukkan di kursi roda dan langsung memperoleh penanganan medis.
”Saya merasa terbantu sekali dengan bantuan pengawalan dari teman-teman RAC,” ujar Endra.
Keinginan membantu
Dave (17), salah satu pegiat RAC, menjelaskan, komunitas ini berawal dari perkumpulan anak-anak muda yang kerap menghabiskan waktu bersama, tetapi ingin berbuat sesuatu yang positif. Ia menjelaskan, awal keterlibatannya adalah saat bersama komunitas sepeda motor bebek. Saat nongkrong bersama teman-temannya, mereka melihat laju ambulans tersendat karena lalu lintas macet.
”Kami penasaran ingin membantu. Kami lalu kawal ambulans itu sampai tiba di tujuan. Kemudian, kami ingin menyeriusi kegiatan ini,” ujar Dave.
Pegiat RAC lainnya, Fahmi Azka (17), mengaku prihatin dengan masih rendahnya kesadaran pengendara lalu lintas untuk memberikan jalan bagi ambulans. Meski sirene sudah nyaring dan lampu ambulans sudah terang menyala, banyak pengendara yang tidak ingin memberikan jalan. Berawal dari itulah, dirinya ingin terlibat membantu pasien yang berada dalam keadaan darurat.
”Kalau pejabat mau lewat saja pada mau kasih jalan karena takut sama patwalnya. Kalau ambulans lewat, pada pelit banget enggak mau kasih jalan. Padahal ini urusannya nyawa orang,” ujar Fahmi.
Generasi milenial ini tumbuh dengan keyakinan mereka bisa berbuat sesuatu untuk mengubah masyarakat. Semangat ini yang harus disebar.
Saat ini jumlah anggota RAC mencapai 42 orang. Sebagian besar dari mereka masih duduk di bangku SMA, bahkan anggota termuda duduk di bangku SMP. Meski umumnya beranggotakan pelajar, mereka punya aturan bahwa yang boleh membawa sepeda motor adalah pengendara yang sudah memiliki SIM sepeda motor.
”Untuk yang masih sekolah, baru bisa mengawal ambulans sore setelah sekolah selesai,” ujar Dave.
Namun, ada pula anggota RAC yang sudah bekerja ataupun berumah tangga. Salah satunya adalah Aldhi Rahmadi (20). Pria yang sehari-hari bekerja sebagai sopir ojek daring ini kerap ikut mengawal ambulans. ”Biar seimbang tabungan buat urusan dunia dan akhirat,” ujarnya terbahak.
Dalam sehari, mereka paling banyak bisa mengantarkan 10 kali perjalanan. Namun, bisa juga dalam sehari mereka sama sekali tidak memperoleh panggilan untuk mengantarkan perjalanan ambulans. Mereka memperoleh informasi kepergian ambulans dari sebuah grup Whatsapp yang berisi sopir-sopir ambulans dan pegawai medis rumah sakit dan puskesmas di sekitar Kota Tangerang.
”Jadi, begitu mereka informasikan di grup itu, anggota RAC bisa langsung menuju lokasi dan mengawal perjalanan ambulans itu,” ujar Fahmi.
Meski baru berumur satu tahun pada 20 Juli nanti, RAC sudah cukup banyak mengalami berbagai pengalaman. Segala macam pasien pernah mereka bantu antar, mulai dari pasien keadaan darurat seperti penyakit jantung atau perempuan yang akan melahirkan hingga pasien rawat jalan karena terkena demam berdarah atau usus buntu.
Mereka pernah ikut mengantarkan jenazah korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 tahun lalu. RAC mengawal 22 mobil rombongan serta ambulans yang membawa jenazah dari RS Polri ke rumah duka di Kelurahan Pondok Bahar, Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang.
Risiko yang mereka hadapi tidak sedikit. Tertabrak ambulans atau kendaraan lain jadi risiko yang harus mereka hadapi. Selain itu, mereka juga harus membeli sendiri bensin untuk perjalanan karena mereka sama sekali tidak memungut bayaran.
”Mau ditabrak atau tekor karena bayar bensin, enggak bikin kami kapok, malah tambah semangat,” ujar Fahmi.
Komunitas positif
Sosiolog Universitas Indonesia, Imam Prasodjo, mengatakan, anak-anak muda membutuhkan komunitas yang menjadi wadahnya untuk menyalurkan energi dan kreativitasnya. Gerakan relawan mengantar ambulans ini tidak hanya sebagai wadah penyaluran energi dan kreativitas. Gerakan ini mencari arah baru agar lebih bermakna di masyarakat.
”Kumpul-kumpulnya dan senang-senangnya mereka dapat dari bergerombol naik motor. Namun, tidak selalu bergerombol motor itu menjurus label negatif. Ini tetap seru-seruan naik motor bersama teman-teman, tetapi diisi dengan kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat,” tutur Imam.
Ia menyebutkan, saat melakukan kegiatan ini, ada perasaan bangga dan perasaan baru melakukan pekerjaan heroik dalam hati para remaja ini. Hal ini perlu terus didorong dan ditularkan kepada remaja dan anak muda lainnya agar makin banyak komunitas anak muda yang berkegiatan positif.
”Gerakan anak muda itu sejak dulu selalu menghadirkan kejutan dan perubahan. Apalagi generasi milenial ini tumbuh dengan keyakinan mereka bisa berbuat sesuatu untuk mengubah masyarakat. Semangat ini yang harus disebar,” ucap Imam.