Selain untuk melestarikan ekosistem pesisir, hamparan hutan bakau yang relatif bagus di Sulawesi Utara akan dikembangkan pemerintah provinsi menjadi obyek wisata.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Kerja menyumbangkan 5.000 bibit pohon bakau untuk ditanam di Sulawesi Utara. Selain untuk melestarikan ekosistem pesisir, hamparan hutan bakau yang relatif bagus di Sulut akan dikembangkan pemerintah provinsi menjadi obyek wisata.
Bibit-bibit bakau diberikan secara seremonial oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar kepada perwakilan masyarakat nelayan beberapa kabupaten, Senin (9/7/2019). Ketua Bidang 5 Organisasi Aksi Solidaritas Era (Oase) Kabinet Kerja Rugaiya Usman Wiranto dan Gubernur Sulut Olly Dondokambey turut mendampingi dalam acara yang digelar di pantai Kelurahan Meras, Kecamatan Bunaken, Manado.
Siti mengatakan, Indonesia memiliki ekosistem hutan mangrove terluas dan terlengkap di dunia. Luas hutan mangrove Nusantara saat ini sekitar 3,79 juta hektar. Sekitar 69 persen atau 2,62 juta hektar di antaranya berada dalam keadaan baik.
”Sulut memiliki sekitar 11.434 hektar mangrove di pesisir 11 kabupaten dan 2 kota. Yang terbesar ada di Kabupaten Minahasa Utara, Minahasa Selatan, dan Bolaang Mongondow,” ujar Siti.
Dari mengamati foto udara, Siti menilai, keadaan mangrove di Sulut masih relatif baik. Tidak ada kerusakan ataupun perusakan masif, misalnya di Batam, Kepulauan Riau, oleh suatu perusahaan. Hanya saja, ada area yang gundul di tengah-tengah beberapa hamparan mangrove.
”Di sini (pantai di Kelurahan Meras), misalnya, masih terlihat ada daerah mangrove yang bolong (gundul). Tapi, pada dasarnya, hampir semua kabupaten dan kota di Sulut punya mangrove. Penanaman dan pemeliharaan mangrove harus terus diintensifkan,” tutur Siti.
Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Tondano Rukma Dayadi mengatakan, kegundulan sebagian daerah mangrove disebabkan aktivitas masyarakat untuk mencari ikan. Selain itu, sebagian lahan mangrove dipangkas untuk dialihfungsikan menjadi tambak budidaya ikan air tawar.
”Tutupan hutan mangrove yang tidak rapat memang ada. Tapi, bukan berarti rusak, masih bisa direhabilitasi. Kami masih berusaha menginventarisasi area (yang gundul),” kata Rukma.
Sulut adalah satu dari 12 provinsi lokasi penanaman mangrove oleh KLHK dan Oase Kabinet Kerja. Penanaman dilaksanakan serentak dalam kerangka gerakan nasional peduli mangrove. Beberapa provinsi yang juga menjadi target antara lain Aceh, Riau, Bengkulu, Jawa Timur, Bali, dan Kalimantan Selatan. Total sebanyak 60.000 bibit dibagikan di 12 provinsi.
Saat ini, 31 persen atau 1,19 juta hektar mangrove dinyatakan kritis. Adapun luas lahan yang telah direhabilitasi baru sekitar 31.763 hektar. Setiap tahun, KLHK akan merehabilitasi 200.000 hektar mangrove secara nasional.
Pariwisata
Selain bermanfaat untuk melindungi lingkungan, mangrove juga dapat bermanfaat secara ekonomi, misalnya sebagai tempat nelayan menjaring udang dan kepiting. Selain itu, mangrove dapat menjadi obyek wisata bahari.
”Pak Gubernur (Olly Dondokambey) punya rencana bikin pariwisata bahari mangrove. Sulut bisa menjadi pusat konservasi, sekaligus menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru,” ucap Siti.
Olly Dondokambey mengatakan, mangrove dapat ditemukan hampir di sepanjang garis pantai di Sulut. Penanaman mangrove dipelopori pemprov dan dilaksanakan tiap enam bulan sekali. Potensi ini pun akan dimanfaatkan Olly untuk mengembangkan wisata mangrove di Minahasa Utara seiring rencana pengadaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Tanjung Pulisan, Kecamatan Likupang.
”Pantai di Likupang sangat indah. Itu bisa dikombinasikan dengan KEK pariwisata untuk menjadi destinasi baru di Sulut,” katanya.
Meski demikian, KEK Pariwisata masih dalam tahap perencanaan. Namun, ujar Olly, pengembangan mangrove bisa berjalan lebih dulu tanpa menunggu KEK terwujud. ”Kami akan petakan lokasinya, kemudian meminta izin pada Ibu Menteri (Siti Nurbaya),” katanya.
Menanggapi hal ini, Siti menyebutkan, KLHK akan membantu rencana pewujudan wisata bahari mangrove Sulut. Perizinan tidak akan berbelit-belit karena waktu yang dibutuhkan untuk mendapat izin pariwisata hanya 42-45 hari.
Sementara itu, Rugaiya Wiranto mengatakan, Oase Kabinet Kerja akan membantu mengembangkan kapasitas warga untuk melestarikan lingkungan, termasuk dalam pelestarian mangrove. Para ibu rumah tangga menjadi target utama program-programnya, misalnya dengan membuat biopori dan mengubah sampah organik menjadi kompos.