NGADA, KOMPAS — Kebudayaan perlu dipandang sebagai investasi dalam pembangunan bangsa di tengah perkembangan dunia. Untuk itu, tata kelola dalam pemajuan kebudayaan perlu diperkuat melalui strategi yang terarah dan berkelanjutan.
Melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan telah mengamanahkan seluruh anggota masyarakat tanpa terkecuali bersama-sama membangun masa depan dan peradaban bangsa melalui budaya. Langkah strategis pun disusun melalui upaya perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan.
Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Sri Hartini mengatakan, selama ini belum ada peraturan yang memadai sebagai pedoman dalam pemajuan kebudayaan nasional yang bisa dilakukan secara terpadu. Dengan adanya UU No 5/2017, diharapkan bisa menjadi solusi dari masalah tersebut.
”Dari aturan ini jelas mendorong semua masyarakat Indonesia harus melalukan amanah dari undang-undang ini, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah kota, kabupaten, bahkan desa, juga masyarakat, komunitas adat, seniman, budayawan, serta tokoh adat dan tokoh agama untuk menjalankan aturan ini. Budaya itu milik semua bangsa,” tutur Sri di sela-sela acara Festival Inerie 2019 di Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, Selasa (9/7/2019).
Festival yang berlansung pada 6-11 Juli 2019 ini merupakan salah satu kegiatan yang diselenggarakan dalam pengembangan platform indonesiana dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Setidaknya ada 19 daerah yang menyelenggarakan acara festival budaya serupa pada tahun ini. Tujuannya, membangun ekosistem dan tata kelola kebudayaan setempat.
Selama ini belum ada peraturan yang memadai sebagai pedoman dalam pemajuan kebudayaan nasional yang bisa dilakukan secara terpadu.
Sri menambahkan, keseriusan pemerintah dalam pemajuan kebudayaan di Indonesia bisa dibuktikan dengan adanya dana abadi kebudayaan yang disiapkan untuk program strategis yang dilaksanakan mulai 2020. Sebanyak Rp 3 triliun telah dianggarkan untuk dana abadi kebudayaan ini.
”Kami sedang rancang tata kelola untuk pemanfaatan dana tersebut. Kami sedang susun dan siapkan manajemennya, tata kelola, serta pemanfaatan apa yang bisa dilakukan. Strategi yang dirancang pun disusun sesuai dengan usulan dari daerah,” ujarnya.
Anggota staf Pemasaran dan Promosi Dinas Pariwisata Kabupaten Ngada, Arnoldus Meka, menuturkan, ada setidaknya enam obyek yang bisa dikembangkan di daerah Ngada, yaitu tradisi lisan, adat istiadat, pengetahuan tradisional, seni, bahasa, dan permainan rakyat. Salah satu yang bisa dikembangkan yaitu ritual istiadat Ka Sa’o. Ritual ini harus dilakukan ketika seseorang selesai membangun rumah baru.
”Semua adat masih dilakukan di tempat kami (Ngada). Kami masih berlakukan hukum adat bagi warga yang tidak melaksanakan dan mematuhi aturan adat. Semua masyarakat pun turut berperan, termasuk anak-anak,” katanya.
Bupati Ngada Paulus Soliwoa, yang ditemui pada Senin kemarin, mengatakan, pemajuan kebudayaan juga didukung dengan pemanfaatan dana desa. Kepala desa di daerah Ngada telah menggunakan dana desa untuk membantu pembangunan kembali rumah adat masyarakat yang sudah tidak layak.
Setiap tahun, sebanyak 1.300 rumah adat dibangun dengan dana desa. Dengan begitu, rumah adat tradisional tetap bisa dilestarikan dan dimanfaatkan bersama. Ritual yang dilakukan serta nilai budaya, seperti gotong royong, toleransi, dan kebersamaan, pun bisa terus berlangsung.