Pidana Tiga Tahun Pembelajaran bagi Bahar bin Smith
Majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Selasa (9/7/2019) memvonis Bahar bin Smith dengan hukuman pidana penjara 3 tahun terkait kasus kekerasan. Hakim berharap pidana tersebut menjadi pembelajaran bagi yang bersangkutan.
Oleh
Samuel Oktora
·4 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Selasa (9/7/2019), memvonis Bahar bin Smith dengan hukuman pidana penjara selama 3 tahun terkait kasus kekerasan terhadap Cahya Abdul Jabar (18) dan MKU (17). Hakim berharap pidana tersebut menjadi pembelajaran bagi yang bersangkutan.
Dalam amar putusannya, majelis hakim juga memutuskan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Majelis hakim juga memerintahkan terdakwa tetap dalam tahanan. Dalam putusan hakim, Bahar juga dikenai pidana denda Rp 50 juta. Apabila tidak dibayar oleh terdakwa, diganti dengan pidana kurungan 1 bulan.
Vonis ini lebih rendah daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor, yang menuntut terdakwa 6 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan.
Ketua Majelis Hakim Edison Muhammad, di Gedung Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung, mengungkapkan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan JPU.
”Selama sidang, tidak ditemukan alasan yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana bagi terdakwa, baik alasan pembenar maupun alasan pemaaf, sehingga haruslah terdakwa mempertanggungjawabkan perbuatannya,” katanya.
Edison juga menyinggung, pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa dalam amar putusan majelis hakim dipandang patut, tepat, dan adil serta mencerminkan rasa keadilan sesuai tingkat kesalahan terdakwa. Ia menegaskan, pidana ini bukan bermaksud untuk membalas dendam atas perbuatan terdakwa.
”Pidana ini dijatuhkan semata-mata merupakan pembinaan dan sekaligus pembelajaran atau edukasi bagi terdakwa agar tidak mengulangi lagi perbuatannya di kemudian hari,” papar Edison.
Ini sangat merugikan nama baik ulama, para santri di lingkungan pesantren.
Majelis hakim menilai, Bahar telah melakukan tindak pidana yang memenuhi semua unsur dalam dakwaan JPU. Mulai dari dakwaan kesatu primer, yakni Pasal 333 Ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP; dakwaan kedua primer, yakni Pasal 170 Ayat 2 Ke-2 KUHP; hingga dakwaan ketiga, Pasal 80 Ayat 2 jo Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Pasal 333 KUHP Ayat 2 menyatakan tentang perbuatan secara sengaja melawan hukum merampas kemerdekaan seseorang hingga mengakibatkan luka berat.
Hal yang memberatkan terdakwa dalam penjatuhan pidana ini, terdakwa pernah dihukum dan perbuatan terdakwa telah mengakibatkan dua remaja menjadi korban. ”Ini sangat merugikan nama baik ulama, para santri di lingkungan pesantren,” ujar Edison.
Adapun hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan, mengaku dengan terus terang perbuatannya, serta berjanji tidak mengulangi dan menyesali perbuatannya. Terdakwa juga merupakan tulang punggung keluarga dan telah melakukan perdamaian dengan korban Cahya Abdul Jabar dan orangtuanya. Yang bersangkutan juga telah meminta maaf kepada korban MKU dan orangtuanya.
Perkara ini bermula ketika Cahya dan MKU bertolak ke Bali pada 26 November 2018 untuk memenuhi undangan acara keagamaan. Saat bertemu dengan satu majelis taklim, Cahya mengaku sebagai Bahar bin Smith karena memang penampilannya mirip dengan Bahar yang berambut gondrong pirang. Korban meniru gaya Bahar karena mengidolakannya.
Hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan, mengaku dengan terus terang perbuatannya, serta berjanji tidak mengulangi dan menyesali perbuatannya.
Pada 1 Desember 2018, Bahar memerintahkan Muhammad Abdul Basit Iskandar dan Agil Yahya menjemput Cahya dan MKU untuk tabayun atau dimintai penjelasan. Kedua korban dibawa ke Pesantren Tajul Alawiyyin di Desa Pabuaran, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jabar.
Setelah proses tabayun, karena kedua korban tak mengakui perbuatannya, mereka pun dianiaya oleh Bahar, Basit, dan Agil, juga 15 santri. Keduanya pun dipaksa berkelahi. Cahya dan MKU baru diantar ke rumah mereka pukul 23.00. Keduanya mengalami luka parah di bagian kepala, wajah, dan mata sehingga harus dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara R Said Sukanto, Jakarta Timur.
Atas putusan hakim, penasihat hukum Bahar, M Ichwan Tuankotta, dan jaksa menyatakan pikir-pikir. Mereka mendapat waktu satu minggu untuk memutuskan menempuh upaya hukum atau menerima putusan hakim.
Sementara itu, pada hari yang sama digelar sidang pada dua terdakwa lain, yakni Muhammad Abdul Basit Iskandar dan Agil Yahya. Majelis hakim memvonis Agil dengan pidana penjara 2 tahun, sedangkan Basit dipidana penjara 1,5 tahun.
Selama persidangan Bahar yang berlangsung selama tiga jam, sekelompok massa pendukung Bahar bin Smith berkumpul memadati badan Jalan Seram di depan kantor Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung. Mereka juga berorasi. Di depan gerbang kantor dinas ini dipasang kawat berduri serta dijaga ketat 1.048 personel Polrestabes Bandung.