JAKARTA, KOMPAS – Setelah dibentuk beberapa hari lalu, konsorsium Asuransi Barang Milik Negara atau Konsorsium Asuransi BMN segera bertemu pemerintah. Pertemuan lebih detail diperlukan karena penerapan Asuransi BMN secara bertahap dimulai tahun ini.
Mengacu pada peta jalan dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan, program Asuransi BMN diterapkan secara bertahap. Menurut rencana, tahap pertama dilaksanakan pada Agustus 2019 terhadap aset Kemenkeu senilai Rp 11,4 triliun.
Tahap kedua akan dilaksanakan pada 2020 untuk 40 kementerian dan lembaga. Selanjutnya, pada 2021, asuransi BMN akan dilaksanakan penuh di seluruh kementerian dan lembaga dengan perkiraan nilai Rp 270 triliun.
“Minggu ini AAUI (Asosiasi Asuransi Umum Indonesia) dan Konsorsium Asuransi BMN akan bertemu dengan DJKN Kemenkeu untuk membahas proses pertanggungan. Data obyek pertanggungan memang menjadi hal yang utama. DJKN sudah memberikan daftar aset tersebut,” kata Direktur Eksekutif AAUI Dody AS Dalimunthe, Selasa (9/7/2019), di Jakarta.
Program Asuransi Barang Milik Negara diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan No 247/PMK.05/2016 yang diubah menjadi Peraturan Menteri Keuangan No 97/PMK.06/2019 tentang Pengasuransian Barang Milik Negara. Untuk itu, AAUI telah membentuk Konsorsium Asuransi BMN yang beranggotakan 52 perusahaan asuransi dan 6 perusahaan reasuransi yang total kapasitasnya sebesar Rp 1,39 triliun.
Dody mengatakan, setelah pembentukan konsorsium beserta dewan pengurusnya, masih diperlukan pertemuan untuk membahas hal-hal teknis. Dewan pengurus mesti menggelar rapat umum anggota untuk menentukan ketua dewan pengurus beserta anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya.
Masing-masing anggota memiliki porsi kepemilikan di dalam konsorsium. Meski demikian, AAUI masih memberi waktu sampai dengan akhir pekan ini jika ada anggota konsorsium yang akan mengubah porsi kepemilikannya.
Menurut Dody, dalam program asuransi BMN tersebut, AAUI tidak terlibat dalam proses bisnis. AAUI berperan mengkaji, mengevaluasi, serta menjadi mitra koordinasi dengan DJKN.
“DJKN sebagai pihak tertanggung akan segera menandatangani kerja sama dengan konsorsium untuk penerbitan polis,” ujar Dody.
Adapun di dalam konsorsium tersebut, ada pihak yang berfungsi sebagai administrator dan sebagai penerbit polis. Untuk tugas administrator, yakni mengelola segala hal yang terkait dengan administrasi internal Konsorsium, yang ditunjuk adalah PT Reasuransi Maipark Indonesia. Sementara, yang ditunjuk sebagai penerbit polis, yakni mengurus administrasi penerbitan polis dan klaim dengan tertanggung, adalah PT Asuransi Jasa Indonesia.
Positif
Secara terpisah, Ketua Komite Tetap Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Asuransi dan Dana Pensiun Herris B Simanjuntak berpandangan, program Asuransi Barang Milik Negara sangat positif baik bagi pemerintah maupun bagi industri asuransi umum. Bagi pemerintah, program tersebut merupakan bagian dari manajemen risiko.
Sementara, dari sisi industri asuransi, program tersebut akan mengembangkan industri asuransi dan meningkatkan kemampuan mengelola risiko. “Wacana ini sudah sejak 20 tahun lalu. Kita tinggal di taman bencana, sehingga harus dihadapi salah satunya dengan pendekatan asuransi,” kata Herris.
Menurut Herris, tidak semua barang milik negara perlu diasuransikan. Untuk itu, pemerintah perlu mengidentifikasi dan menganalisis terlebih dahulu aset yang hendak diasuransikan. Di sisi lain, industri asuransi umum harus meningkatkan kualitasnya dan bekerja profesional. Anggota konsorsium Asuransi BMN diharapkan merupakan perusahaan asuransi yang memiliki kapasitas. (NAD)