JAKARTA, KOMPAS - Program studi di perguruan tinggi mutlak mengembangkan kecakapan yang dibutuhkan di dunia usaha dan industri serta mendidik mahasiswa ilmu secara mendalam, dengan membangun jiwa pemelajar. Setiap dua tahun kurikulum perguruan tinggi akan dievaluasi.
"Program studi (prodi) yang langsung mengarah pada keterkaitan dan kesepadanan (link and match) tentunya adalah di perguruan tinggi vokasi yang memang bermitra dengan sektor industri," kata Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ismunandar di kala pengumuman hasil Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2019 di Jakarta, Selasa (9/7/2019).
Meski demikian, jurusan ilmu murni di perguruan tinggi tetap mengembangkan pola pikir ilmiah yang terus mengasah pengetahuan dan kompetensi. Pendidikan kesarjanaan bertujuan membangun pengetahuan mendalam, sekaligus karakter mudah beradaptasi, sehingga bisa dipakai dalam sektor apapun.
"Baik prodi vokasi maupun ilmu murni tetap harus memutakhirkan kurikulum sesuai perkembangan teknologi dan kebutuhan menghadapi permasalahan di masyarakat yang kian menantang. Oleh karena itu, setiap dua tahun diadakan evaluasi kurikulum prodi," tutur Ismunandar.
Ilmu lama
Dalam pengumuman tersebut, 185.645 calon mahasiswa dinyatakan lulus SBMPTN di 85 PTN. Mereka diseleksi dengan memasukkan hasil Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) yang dilangsungkan sepanjang Maret dan April. Melalui cara ini, pendaftar SBMPTN sudah mengetahui kemampuan akademis mereka, sehingga bisa seksama memilih prodi dan PTN yang sesuai dengan kapasitas masing-masing.
Prodi terpopuler relatif sama dari tahun ke tahun yaitu kedokteran, teknik kimia, agroteknologi, hukum, manajemen, dan ilmu komunikasi. Tercatat, ada 3.186 prodi di PTN, dan 226 di antaranya adalah prodi yang baru dibuka sejak tahun 2017.
Ketua Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi sekaligus Guru Besar Pendidikan Universitas Sebelas (UNS) Maret Ravik Karsidi menerangkan, prodi baru tidak berarti ilmu baru. Prodi yang baru dibuka tersebut adalah ilmu lama yang sebelumnya tidak diajarkan di kampus itu. Contohnya, Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Gadjah Mada membuka prodi Aktuaria, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa membuka prodi kedokteran, dan UNS membuka ilmu kehutanan.
"Setiap ilmu sejatinya terus berkembang, tetapi keterampilan teknis di dalamnya yang bisa kadaluarsa. Oleh sebab itu, negara wajib memiliki peta pendidikan tinggi. Tidak hanya untuk memastikan perguruan tinggi sejalan dengan zaman, tetapi juga menghitung kebutuhan jumlah tenaga kerja agar setiap prodi bisa menyeimbangkan kuota," ujarnya.
Kebijakan pemerintah diperlukan untuk mengatur kuota penerimaan per prodi. Ravik menerangkan, ada tiga sektor pendidikan tinggi yaitu vokasi, akademik, dan profesional. Vokasi memang cara tercepat untuk memenuhi kebutuhan ketenagakerjaan sesuai bidang-bidang industri. Akademik dibutuhkan untuk pengembangan ilmu maupun membentuk fleksibilitas bekerja.
"Adapun profesional adalah melahirkan orang-orang seperti guru dan dokter yang kebutuhan per lima tahunnya harus dihitung agar tidak terjadi surplus," ucap Ravik.
Dinilai efisien
Pelaksanaan SBMPTN berbasis UTBK dinilai Menristek dan Dikti Mohamad Nasir efisien. Selain para peserta mendapat nilai UTBK sepekan setelah ujian sehingga mereka bisa menakar kemampuan, SBMPTN daring ini meniadakan keramaian yang mengakibatkan kemacetan, serta kalang-kabut di tiap-tiap PTN.
"Lebih penting lagi, metode daring ini mencegah kecurangan seperti penggunaan joki," katanya. Terdapat beberapa kasus peserta UTBK berhasil menyelundupkan ponsel ke ruang ujian, memotret tampilan soal di layar komputer, lalu menyebarkannya di media sosial. Namun, tiap sesi UTBK memakai paket soal yang berlainan.
Pola baru SBMPTN ini juga menggeser popularitas PTN. Dulu, ITB, UGM, Universitas Indonesia, IPB University, dan Universitas Padjadjaran selalu menjadi pilihan terpopuler. Sekarang, PTN dengan pelamar paling banyak adalah Universitas Brawijaya, UNS, Universitas Diponegoro, Universitas Pendidikan Indonesia, dan Universitas Negeri Semarang. Dengan demikian, otomatis keketatan seleksinya juga meningkat.
"Berkat UTBK, pendaftar bisa mengukur kemampuan sehingga tidak memilih prodi dengan membabi buta," ucap Nasir. Adapun PTN senior seperti UGM, UI, ITB, Unpad, Undip, dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember tetap tercatat sebagai penerima mahasiswa dengan nilai UTBK tertinggi, yaitu di atas 610.
Ketua Majelis Rektor PTN Indonesia Kadarsah Suryadi yang juga Rektor ITB mengatakan, bagi mereka yang gagal di SBMPTN masih bisa mengikuti ujian mandiri di setiap PTN. Umumnya, kegagalan di SBMPTN ialah karena membidik prodi dengan persaingan terlalu ketat. "Ujian mandiri adalah kesempatan kedua khusus bagi peserta SBMPTN. Syaratnya adalah membawa hasil UTBK ketika mendaftar," tuturnya. (DNE/FAI)