Garap Serius Bahasa Indonesia menjadi Bahasa Internasional
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa internasional kian digemari para penutur dari luar negeri. Oleh sebab itu, butuh perencanaan yang matang dan metode penyampaian yang efektif guna menarik lebih banyak minat penutur asing dan memantapkan bahasa sebagai bagian dari diplomasi budaya.
Hal itu terungkap pada Seminar Internasional Kebahasaan 2019 yang diadakan oleh Badan Bahasa dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Pendidikan di Jakarta, Selasa (9/7/2019). Pemerintah menargetkan Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional pada tahun 2045.
Dadang Sunendar, Kepala Badan Bahasa dan Perbukuan mengungkapkan, Peraturan Presiden 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing mengamanatkan bahwa orang asing yang bekerja di Tanah Air wajib difasilitasi pelatihan Bahasa Indonesia.
"Khusus untuk pengawas operasional dan teknis berkewarganegaraan asing, diharuskan memiliki sertifikat Uji Kompetensi Bahasa Indonesia (UKBI) level madya," ujarnya. Tercatat sekarang sudah ada 32 tempat UKBI yang tersebar di berbagai perguruan tinggi maupun lembaga bahasa.
Penguatan kerja sama satuan kerja Badan Bahasa dengan kedutaan besar dan konsulat jenderal Indonesia di luar negeri harus ditingkatkan. Pasalnya, meskipun Badan Bahasa mengirim pengajar untuk melatih Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA), kedutaan besar yang memiliki kemampuan mempromosikannya di negara-negara tempat mereka berada. Sistem UKBI berbasis komputer juga tengah dimaksimalkan agar bisa diakses dari luar negeri sebelum para penutur asing datang ke Indonesia.
Selain pengenalan bahasa, Dadang meminta agar para penutur asing diajar mengenai sastra Indonesia. Ia mengusulkan agar balai-balai bahasa mengadakan lomba menulis puisi dan prosa yang mudah dibaca oleh penutur asing sebagai perkenalan kepada kesusasteraan Nusantara.
Menyimak belum optimal
Kepala Pengembangan Strategi dan Diplomasi Kebahasaan Badan Bahasa dan Perbukuan Emi Emilia menuturkan, dalam pemelajaran BIPA, menyimak belum dilakukan secara optimal. Bahkan dalam kelas Bahasa Indonesia di dalam negeri pun menyimak masih menjadi masalah.
"Pengajar mengira menyimak membutuhkan laboratorium bahasa yang canggih. Padahal inti dari menyimak adalah siswa menganalisa teks yang dibacakan oleh guru," ujarnya.
Pengajar mengira menyimak membutuhkan laboratorium bahasa yang canggih. Padahal inti dari menyimak adalah siswa menganalisa teks yang dibacakan oleh guru.
Pertanyaan yang diberikan dalam pelajaran menyimak harus bisa membuat siswa membandingkan teks tersebut dengan teks lain, isi teks dengan kehidupan sehari-hari, dan relevansi gagasan di dalam teks dengan situasi di dunia.
Pemastian menyimak masuk dalam pemelajaran BIPA penting. Apalagi, di Filipina per tahun 2020 Bahasa Indonesia akan masuk ke kurikulum SD hingga SMA. Demikian juga dengan Australia yang mengajar Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah dan Universitas Al-Azhar di Mesir yang kini memiliki program studi Bahasa Indonesia.
Di samping itu, lanjut Emi, belum semua pengajar BIPA membuat peta perkembangan kemampuan siswa. Penguasaan Bahasa Indonesia tidak sekadar bisa membaca dan mengobrol, tetapi juga bisa menulis secara tertib kaidah, menganalisa gagasan, dan menngungkapkannya.
Terdapat 23 negara yang masyarakatnya memiliki antusiasme belajar Bahasa Indonesia. Di antaranya adalah Timor Leste, Papua Nugini, Thailand, Perancis, Laos, Myanmar, dan Tunisia. Umumnya, mereka belajar karena menyukai kekayaan budaya Indonesia.
Khusus di Thailand, sebagian pemelajar merupakan anak cucu dari orang Indonesia yang bermigrasi ke sana dan ingin mengenal bahasa tempat orangtua mereka berasal. Dari tempat belajar pun beragam, mulai di kedutaan besar Indonesia hingga ruang publik seperti taman dan rumah ibadah.
Media sosial
Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang merupakan Guru Besar Filsafat Bahasa Sutrisna Wibawa menerangkan, media sosial memiliki kekuatan diplomasi yang besar, terutama untuk Generasi Langgas yang sangat terikat kepada pemakaian internet.
Tokoh-tokoh publik seperti Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Gandjar Pranowo, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dan Duta Besar Jepang untuk Indonesia Masafumi Ishii yang memiliki banyak pengikut di dunia maya merupakan duta potensial kampanye penggunaan Bahasa Indonesia.