Kalangan dunia usaha berpandangan, pemerintah sudah berupaya mendukung kegiatan bisnis, termasuk melalui serangkaian paket kebijakan ekonomi. Akan tetapi, pengusaha tetap meminta agar sejumlah kendala yang masih menghambat diselesaikan.
Melalui kebijakan sistem pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik (online single submission/OSS), misalnya, pemerintah telah berusaha mempermudah perizinan dan mengupayakan sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah. Namun, pengusaha masih melihat berbagai kendala dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.
Mengutip laman Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabu (10/7/2019), pemerintah sudah menerbitkan 16 paket kebijakan untuk mendorong perekonomian.
"Misalnya tentang kewajiban memiliki Sertifikat Laik Fungsi yang tidak mudah," kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Pengembangan Kawasan Ekonomi Sanny Iskandar.
Demikian pula tentang kewenangan pengelola kawasan industri yang dapat mengesahkan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) dari perusahaan industri.
Kewenangan tersebut, tambah Sanny, masih belum ada payung hukumnya.
"Hal-hal yang masih mengganjal seperti ini harus segera diselesaikan," ujarnya.
Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Rachmat Hidayat menyampaikan, kebijakan pemerintah pusat dan daerah masih harus disinkronkan, termasuk yang terkait kebijakan investasi.
Menurut Rachmat, banyak anggota Gapmmi yang berinvestasi di daerah. "Di pusat mereka merasa lancar. Akan tetapi, saat akan mendirikan pabrik di daerah, tidak selancar seperti waktu mengurus perizinan di pusat," katanya.
Persoalan di daerah tersebut antara lain masih dihadapi pelaku usaha saat hendak mendapatkan izin lokasi, izin mendirikan bangunan, dan izin gangguan.
"Hal seperti ini terutama banyak dihadapi di tingkat kabupaten/kota," kata Rachmat.
Menurut Rachmat, pemerintah harus terus membenahi persoalan transportasi dan logistik. Pelaku industri selalu membutuhkan aspek jaminan kelancaran transportasi dan biaya logistik kompetitif.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono menuturkan, kebijakan pemerintah daerah harus mengacu pada aturan di atasnya.
Fajar mencontohkan, kebijakan atau peraturan daerah (perda) terkait sampah seharusnya menginduk pada Undang-Undang tentang Pengelolaan Sampah.
"Apalagi, pengelolaan sampah belum bagus. Masih kumpul, angkut, dan buang. Jadi belum menggunakan konsep pilah, proses, dan jual," kata Fajar.
Terkait kemudahan perizinan, Fajar menuturkan, upaya mewujudkan hal itu masih dalam proses. "Single window belum secepat yang diharapkan. Tapi, ya, kami tahu itu membutuhkan proses. Mudah-mudahan dengan kabinet baru nanti bisa lebih solid," ujarnya.
Meskipun berlokasi di daerah, Fajar mencontohkan, kewenangan terkait investasi-investasi skala besar ada yang di pusat. "Katakan pengusaha ingin mengembangkan smelter atau kawasan industri. Ini terkadang butuh waktu untuk mengurusnya dari bawah hingga pusat," kata Fajar.(CAS)