JAKARTA, KOMPAS— Vonis lepas atas kasasi Syafruddin Arsyad Temenggung dalam perkara dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia diharapkan bisa menjadi pengingat agar Komisi Pemberantasan Korupsi lebih berhati-hati dan lebih cermat menangani perkara. Ini menjadi vonis lepas berkekuatan hukum tetap pertama atas terdakwa sepanjang KPK menangani perkara korupsi.
Namun, KPK menegaskan akan berupaya melanjutkan penanganan perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) demi mengembalikan kerugian negara.
Mahkamah Agung (MA) memutus lepas mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung dalam perkara dugaan korupsi BLBI lewat putusan kasasi yang dibacakan pada Selasa (9/7/2019). Vonis dikejar tenggat penahanan yang habis kemarin.
Putusan kasasi ini membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding. Pada 24 September 2018, majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukum Syafruddin dengan pidana penjara 13 tahun dan denda Rp 700 juta.
Pada 2 Januari 2019, majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menaikkan pidana penjara menjadi 15 tahun dan denda Rp 1 miliar. Majelis hakim tingkat banding menilai tindakan Syafruddin memberikan surat keterangan lunas kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim sebagai tindak pidana korupsi (Kompas, 5/1/ 2019).
Menanggapi putusan kasasi itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, di Gedung KPK, Jakarta, menyatakan, vonis ini tak akan berpengaruh pada penanganan kasus dengan tersangka pemegang saham BDNI, Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim. KPK tetap akan melanjutkan pemeriksaan saksi, pemeriksaan tersangka, dan penelusuran aset.
Terkait vonis lepas Syafruddin, KPK akan menunggu salinan putusan lengkap untuk mengkaji lebih dalam langkah hukum selanjutnya. Namun, KPK tidak akan berhenti menempuh upaya hukum dalam perkara ini, khususnya untuk mengembalikan dugaan kerugian negara Rp 4,58 triliun.
Pendapat berbeda
Dalam putusan kasasi, tiga hakim yang memeriksa perkara berpendapat berbeda. Salman Luthan selaku ketua majelis hakim menguatkan putusan yang dikeluarkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun, hakim anggota Syamsul Rakan Chaniago berpendapat, perbuatan Syafruddin masuk ranah perdata. Sementara hakim anggota Mohammad Askin berpendapat perbuatan terdakwa masuk ranah hukum administrasi.
”Dengan itu, mengadili menyatakan Syafruddin Arsyad Temenggung terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan kepadanya, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana. Melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum. Memulihkan hak terdakwa dan dikeluarkan dari tahanan,” kata Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA Abdullah saat membacakan petikan putusan dalam jumpa pers di Gedung MA.
Meninggalkan rutan KPK
Sesuai dengan ketentuan hukum, KPK harus segera mengeluarkan Syafruddin dari Rumah Tahanan KPK setelah menerima petikan putusan MA. Sekitar pukul 19.55, Syafruddin meninggalkan Rutan KPK. ”Ini adalah proses perjalanan panjang. Ini suatu proses yang sudah saya ikuti sejak dari PN, kemudian ada proses hukum di PT, dan berakhir di kasasi. Alhamdulillah, apa yang kami mintakan dikabulkan. Sebab, saya sebetulnya sudah menyelesaikan segala urusan dan diaudit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) pada 2006,” kata Syafruddin.
Berkaca dari vonis Syafruddin, ahli hukum pidana Universitas Indonesia (UI), Gandjar Laksmana Bonaprapta, mengingatkan agar KPK lebih hati-hati dalam menangani kasus. Terlebih lagi, kasus lama seperti BLBI ini memiliki tantangan yang besar. Sementara terkait pengembangan perkara Sjamsul dan Itjih, Gandjar menyatakan agar KPK tetap melanjutkannya dengan penuh kehati-hatian.
”Ini, kan, perbuatannya meski berkaitan, ada juga yang berdiri sendiri. Bukan tidak mungkin, perkara yang tetap jalan malah menemukan sesuatu yang baru,” kata Gandjar. (IAN)