Sebanyak 100 anak di Rusunawa Marunda di Jakarta Utara terancam tidak melanjutkan pendidikan karena tidak lolos masuk SD dan SMP di area rusun itu. Warga meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan akses khusus bagi anak Rusun Marunda untuk masuk sekolah terdekat tanpa mengikuti ketentuan penerimaan peserta didik baru konvensional.
Oleh
J Galuh Bimantara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 100 anak yang tinggal di Rumah Susun Sederhana Sewa Marunda di Jakarta Utara terancam tidak melanjutkan pendidikan karena tidak lolos masuk sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di area rusun itu. Warga pun meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan akses khusus bagi anak Rusun Marunda untuk masuk sekolah terdekat tanpa mengikuti ketentuan penerimaan peserta didik baru konvensional.
Ketua RW 010 Kelurahan Marunda Nasrullah Dompas mengatakan, 80 persen dari sekitar 12.000 jiwa penghuni Rusun Marunda merupakan warga yang sebelumnya bersedia direlokasi Pemprov DKI untuk mendukung pembangunan Jakarta. Mereka, antara lain, berasal dari Kalijodo, Pasar Ikan, area Waduk Pluit, dan Kampung Aquarium.
Dengan demikian, hak istimewa dalam akses pendidikan bagi anak Rusun Marunda dinilainya wajar. ”Apalagi, warga rusun kebanyakan orang susah. Jika disuruh menyekolahkan ke sekolah swasta, mereka tidak sanggup,” ucap Dompas, Selasa (9/7/2019), di Rusun Marunda, Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing.
Apalagi, warga rusun kebanyakan orang susah. Jika disuruh menyekolahkan ke sekolah swasta, mereka tidak sanggup.
Kondisi itu diungkapkan Karjono (40) dan Bahtiar (47), petugas keamanan Rusun Marunda eks warga Kalijodo. Gaji mereka sesuai upah minimum provinsi, yaitu sekitar Rp 3,9 juta, sehingga tidak mampu membiayai anak mereka untuk belajar di sekolah swasta.
Terdapat satu sekolah dasar dan satu sekolah menengah pertama yang berlokasi di gedung yang sama di kompleks rusun, yaitu SD Negeri Marunda 05 dan SMP Negeri 290. Ada pula satu SD yang tergolong dekat rusun, SDN Marunda 02.
Anak perempuan Karjono, Citra Kirana, terpental dari seleksi masuk SDN Marunda 05 karena masih berusia 6 tahun 5 bulan. Alokasi bangku diprioritaskan bagi calon murid berusia minimal 7 tahun.
Karjono khawatir anak ketiganya itu tidak semangat lagi bersekolah jika ditunda setahun lagi mengingat banyak temannya yang seangkatan di pendidikan anak usia dini (PAUD) sudah bersekolah tahun ini. ”Kalau swasta, pertama tidak kuat bayar, kedua jauh di daerah Cilincing. Itu, kan, jalur truk kontainer, berbahaya,” ujarnya.
Kalau swasta, pertama tidak kuat bayar, kedua jauh di daerah Cilincing. Itu, kan, jalur truk kontainer, berbahaya.
Adapun anak perempuan Bahtiar, Ika Tiara Putri (13), tidak lolos untuk masuk SMPN 290. Itu lantaran nilai ujian nasional Ika yang lulusan SDN Marunda 02 tidak memadai. ”Kalau sekolah dekat, saya mudah mengontrol karena saya kerja jaga di sini,” katanya.
Secara keseluruhan ada 61 calon siswa SD serta 39 calon siswa SMP asal Rusun Marunda yang tidak diterima bersekolah di SDN Marunda 02 dan 05 serta SMPN 290. Mereka berasal dari RW 007, 010, dan 011 Marunda.
Dompas khawatir 100 anak Rusun Marunda ini terjerumus pada kenakalan remaja yang mengarah ke tindak pidana jika tidak bersekolah. Apalagi, sudah ada anak di bawah umur penghuni rusun yang punya riwayat terlibat pencurian kendaraan bermotor serta pencurian di dalam rumah. ”Sindikat kejahatan mengincar mereka karena hukuman pidana untuk anak-anak lebih ringan, kan,” katanya.
Anak rusun diutamakan
Kepala Suku Dinas Pendidikan Wilayah II Jakarta Utara Momon Sulaeman membantah Pemprov DKI tidak mengutamakan anak warga Rusun Marunda untuk bersekolah di SDN Marunda 02 dan 05 serta SMPN 290. ”Kami mengutamakan warga rusun, tetapi, kan, sekolah itu terbatas,” ujarnya.
Kami mengutamakan warga rusun, tetapi, kan, sekolah itu terbatas.
Meski anak warga rusun sudah diutamakan, belum semua tertampung mengingat jumlah mereka terlampau besar. Pemprov, kata Momon, tidak bisa sembarang menambah jumlah rombongan belajar kelas I SD atau kelas VII SMP, karena pihaknya juga mesti mempertimbangkan tahun-tahun ke depan hingga siswa lulus. Jika jumlah kelas atau rombongan belajar ditambah, jumlah kelas atau rombongan belajar untuk kelas II-VI SD serta VIII-IX SMP juga mesti meningkat. Efeknya panjang.
Ia pun menyarankan kepada para orangtua untuk mencari sekolah yang lebih jauh, tetapi masih terjangkau, misalnya di Cilincing dan Rorotan. Jika tetap ingin pendidikan bisa diakses di dalam rusun, ia mengusulkan pembukaan pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM), Kejar Paket A untuk usia SD, dan Kejar Paket B untuk usia SMP.
Dompas mengingatkan, jaminan sosial, termasuk pendidikan, bagi warga rusun eks relokasi bakal menjadi rujukan bagi warga lain yang juga disiapkan untuk direlokasi. Apalagi, Rusun Marunda, menurut dia, jadi percontohan nasional soal relokasi penduduk keluar dari tempat ilegal. Program pemindahan warga terancam gagal karena mereka tidak ingin bernasib sama seperti warga Rusun Marunda.