Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengusulkan revisi peraturan menteri perdagangan terkait impor limbah.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengusulkan revisi peraturan menteri perdagangan terkait dengan impor limbah. Hal itu dilakukan agar masuknya limbah berbahaya dan sampah plastik yang menjadi ikutan dalam impor sampah kertas tidak terulang.
Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non-Bahan Berbahaya dan Beracun. Perlu penegasan dalam aturan tersebut agar ikutan berupa sampah plastik tidak masuk ke Indonesia.
Hal itu disampaikan Khofifah setelah membuka gelaran Tentara Manunggal Membangun Desa di Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (11/7/2019). Menurut Khofifah, lampiran dalam Permendag No 31/2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non-Bahan Berbahaya dan Beracun memuat aturan ”karet” yang menjadi celah adanya ikutan sampah plastik bersama sampah kertas.
”Di sana tertulis diperbolehkan impor sampah kertas untuk bahan baku kertas, tetapi ada tulisan ’dan lain-lain’. Ini yang menjadi celah masuknya sampah plastik. Kami berharap Permendag bisa direvisi sehingga jadi referensi baru,” ujar Khofifah.
Impor sampah kertas untuk bahan baku industri kertas memang diperbolehkan sesuai dengan Permendag dan Konvensi Basel. Konvensi Basel ialah perjanjian internasional yang mengontrol pergerakan sampah dan limbah berbahaya beracun dari satu negara ke negara lain, terutama dari negara maju ke negara berkembang. Konvensi yang digagas PBB pada 1980 tersebut menghasilkan sejumlah kesepakatan yang mulai efektif sejak 1990.
Perlu penegasan aturan agar tidak ada sampah plastik yang menjadi ikutan dalam impor sampah kertas.
Khofifah menilai, tidak ada yang salah dalam impor sampah kertas. Terlebih, hal itu dilakukan karena industri kertas di Jawa Timur menyuplai 40 persen industri kertas nasional.
”Bahan baku industri kertas yang paling ramah lingkungan dan murah itu kertas bekas. Menjadi permasalahan karena ada ikutan berupa sampah plastik. Oleh karena itu, perlu penegasan aturan agar tidak ada sampah plastik yang menjadi ikutan dalam impor sampah kertas,” kata Khofifah.
Mantan Menteri Sosial tersebut mencontohkan, perlu ada harmonized system (HS), kode khusus pada kontainer impor sampah kertas. Hal ini nantinya menjadi referensi bagi petugas kepabeanan agar bisa mengetahui bahwa isi kontainer tersebut murni sampah kertas, bukan sampah plastik.
Kode HS adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan mempermudah penarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan, dan statistik yang telah diperbaiki dari sistem klasifikasi sebelumnya. Saat ini, pengklasifikasian barang di Indonesia didasarkan pada harmonized system dan dituangkan ke dalam suatu daftar tarif yang disebut Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI).
Seperti diberitakan pada Rabu (10/7/2019), Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tanjung Perak, Surabaya, menyita delapan kontainer kertas bekas yang terkontaminasi sampah plastik serta limbah bahan berbahaya dan beracun atau B3. Kertas bekas yang diimpor dari Australia itu direkomendasikan untuk diekspor kembali ke negara asal. Selain itu, 58 kontainer asal Amerika Serikat dan Jerman juga masih diperiksa karena diduga terkontaminasi limbah B3.
”Berdasarkan pemeriksaan fisik bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), delapan kontainer kertas bekas direkomendasikan untuk direekspor,” kata Kepala Kantor Bea dan Cukai Tanjung Perak Basuki Suryanto, Selasa (9/7/2019), di Surabaya.
Sebanyak 282 bal kertas bekas dengan berat 210 ton itu diimpor dari Australia oleh PT MDI. Barang itu dikirim dari Pelabuhan Brisbane dan tiba di Terminal Petikemas Surabaya, Rabu (12/6).
Dalam dokumen disebutkan, isi kontainer berupa kertas bekas dan kertas campuran untuk bahan baku industri daur ulang kertas. Namun, kenyataannya mengandung limbah, antara lain kaleng bekas, botol plastik, kemasan oli bekas, popok bekas, alas kaki bekas, dan barang elektronik bekas.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2016, importir diwajibkan mereekspor paling lambat 90 hari sejak barang tiba di Indonesia. Barang tersebut disegel Bea dan Cukai Tanjung Perak di Terminal Petikemas Surabaya.