Investasi usaha pengolahan ikan triwulan I tahun 2016-2019 rata-rata turun 40 persen. Selain perizinan, kurangnya sarana dan prasarana dinilai jadi penghambat.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Realisasi investasi pengolahan ikan menunjukkan tren menurun. Situasi itu berkebalikan dengan investasi di sektor perikanan tangkap dan budidaya. Selain perizinan, kurangnya sarana-prasarana dinilai jadi penghambat.
Selama triwulan I-2019, investasi di bidang pengolahan ikan mencapai Rp 162,3 miliar atau turun 44,5 persen jika dibandingkan triwulan I-2018. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan, investasi usaha pengolahan ikan triwulan I tahun 2016-2019 rata-rata turun 40 persen. Sebaliknya, investasi di bidang penangkapan ikan rata-rata tumbuh 135,3 persen dan perikanan budidaya tumbuh 114,4 persen.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyayangkan tren penurunan investasi pengolahan ikan. Sebab, pengolahan merupakan bidang yang didorong pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2017 tentang Aksi Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional.
Tren penurunan investasi usaha perikanan bernilai tambah, menurut Halim, dipicu ketidakpastian iklim usaha. Beberapa kendala investasi, seperti regulasi yang membebani pelaku usaha, masih terjadi. Selain itu, sarana dan prasarana, seperti listrik dan gudang pendingin, masih minim.
”Selain kemudahan pengurusan izin usaha perikanan, pemerintah perlu lebih proaktif menyiapkan sarana dan prasarana usaha perikanan,” ujar Halim di Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Secara terpisah, Sekretaris Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Berny Achmad Subki mengemukakan, kebijakan ekonomi dan investasi pemerintah sejauh ini sudah sangat pro terhadap pelaku usaha dan investor.
Produk-produk regulasi dari KKP juga sudah disosialisasikan kepada pelaku usaha, baik melalui asosiasi maupun secara daring. ”Para investor dan pelaku usaha dapat meyakini bahwa kebijakan yang ada memperlihatkan iklim usaha yang positif,” kata Subki.
Perbaiki iklim
Ke depan, pemerintah akan terus mendorong pertumbuhan investasi, antara lain menciptakan iklim yang lebih kondusif untuk kepastian berusaha, melalui kemudahan, penyederhanaan, dan kecepatan layanan perizinan.
Data KKP, Pulau Jawa masih jadi tujuan utama dengan nilai investasi Rp 266,5 miliar, naik 238,7 persen dibandingkan triwulan I-2018. Peningkatan investasi yang signifikan juga terjadi di Sulawesi Selatan, yakni Rp 124,5 miliar atau tumbuh 290 persen.
Peningkatan nilai tambah dan daya saing hasil tangkapan nelayan dan budidaya dilakukan, antara lain, dengan menerapkan sistem rantai dingin dan pengolahan hasil perikanan. KKP membangun fasilitas sistem rantai dingin berupa 10 gudang beku terintegrasi (ICS) berkapasitas 100 ton, yakni di Halmahera Timur, Gorontalo, Flores Timur, Sumenep, Jember, dan Sendang Biru (Malang). Selain itu juga di Aceh, Sibolga, Simeulue (Aceh), dan Kampar. ICS akan dikelola BUMN perikanan, yakni PT Perikanan Nusantara dan Perum Perikanan Indonesia.
Ketua Komite Tetap Industri Pengolahan Makanan dan Protein Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Thomas Darmawan menuturkan, ekspor perikanan bisa dipacu dengan mendorong investasi perikanan budidaya, perikanan tangkap, dan pengolahan ikan. Perbaikan iklim usaha dan regulasi diperlukan untuk meningkatkan minat investasi.
Investasi pabrik pengolahan dan gudang pendingin cenderung stagnan empat tahun terakhir. Produksi pabrik pengolahan juga rata-rata masih 50 persen kapasitas. Selain itu, kendala bahan baku sejumlah pabrik membuat banyak investor kurang tertarik untuk masuk.