Dari hasil evaluasi pemerintah, hanya 57 persen perusahaan daerah air minum yang kinerjanya sehat. Oleh karena itu, kinerja PDAM yang meliputi manajemen, efisiensi, dan efektivitas pengelolaan mesti diperbaiki.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dari hasil evaluasi pemerintah, hanya 57 persen perusahaan daerah air minum yang kinerjanya sehat. Oleh karena itu, kinerja PDAM yang meliputi manajemen, efisiensi, dan efektivitas pengelolaan mesti diperbaiki.
Berdasarkan evaluasi Badan Peningkatan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) tahun 2018, dari 374 PDAM di Indonesia, 223 PDAM atau 57 persen berkinerja sehat. Sementara 99 PDAM atau 25 persen berkinerja kurang sehat, 52 PDAM atau 13 persen berkinerja sakit, dan 17 PDAM 5 persen sisanya belum dinilai kinerjanya.
Peneliti dari Amarta Institute, Nila Ardhianie, mengatakan, dari penelitian yang pernah dilakukan pada 2017, kinerja sebuah PDAM terkait erat dengan skala usahanya. Semakin besar skala perusahaan, kinerjanya akan semakin baik.
”Sekarang ini, kan, hampir semua semua kabupaten dan kota punya PDAM sendiri. Padahal, kadang ada daerah yang jumlah penduduknya kecil. Kalau skala usaha PDAM kecil, kinerja menjadi kurang baik,” kata Nila.
Menurut dia, untuk memperbaiki kinerja PDAM, skala usahanya mesti diperbesar. Hal ini bisa dilakukan dengan menggabungkan beberapa PDAM menjadi satu.
Dari penelitiannya, lanjut Nila, sekitar 38 persen PDAM di Indonesia beroperasi dengan kurang dari 10.000 sambungan kepada pelanggan. Jumlah itu jauh dari skala ekonomi yang menguntungkan. Jika kapasitas operasinya diperbesar melalui regionalisasi lintas daerah, efisiensi dan efektivitasnya dapat dicapai.
Pada 2017, pendapatan semua PDAM di Indonesia Rp 13,7 triliun. Dari jumlah itu, sekitar 22 persen merupakan pendapatan dari DKI Jakarta, yakni Rp 2,55 triliun. Adapun Rp 11,1 triliun diperoleh dari 446 PDAM lain.
PDAM juga dinilai perlu berinovasi dalam mengelola penyediaan air. Ketersediaan air semakin terbatas karena perubahan iklim dan polusi. Di sisi lain, permintaan semakin besar dan berkualitas karena pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan gaya hidup.
Selama ini, inovasi yang dilakukan baru terkait dengan pelanggan, seperti pelanggan bisa mengecek tagihan secara dalam jaringan. Dengan tantangan yang dihadapi saat ini, PDAM perlu berinvestasi dalam hal teknologi.
”Yang diperlukan adalah penerapan teknologi untuk memastikan agar air yang sampai kepada pelanggan bisa optimal, tidak banyak kebocoran. Itu, kan, bisnis intinya,” ujar Nila.
Berdasarkan catatan Amarta Institute, kapasitas terpasang instalasi pengolahan yang dimiliki semua PDAM di Indonesia pada 2016 sebesar 182.300 liter per detik. Namun, hanya 89.600 liter per detik yang dapat dijual kepada pelanggan. Selebihnya, air terbuang dalam proses produksi dan distribusi kepada pelanggan.
Secara terpisah, Kepala BPPSPAM Bambang Sudiatmo mengatakan, pemerintah pusat mendorong agar PDAM memperbaiki kinerjanya melalui fasilitasi bantuan manajemen penyehatan kinerja di PDAM. Selain itu juga ada program restrukturisasi utang dengan skema hibah penyertaan modal daerah oleh Kementerian Keuangan.
Dengan program restrukturisasi utang tersebut, beban PDAM dapat berkurang. Dana yang semula digunakan untuk membayar angsuran pinjaman dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan cakupan pelayanan air minum.