Malaysia Akan Pelajari Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal dari Satgas 115
Malaysia berniat mempelajari metode pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal dari Satgas 115 Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP. Namun, dua menteri Malaysia masih berhati-hati dalam mengomentari apakah akan mengikuti jejak Indonesia dengan menenggelamkan kapal-kapal pencuri ikan.
Oleh
HARYO DAMARDONO
·3 menit baca
KUALA LUMPUR, KOMPAS — Malaysia berniat mempelajari metode pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal dari Satgas 115 Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP. Namun, dua menteri Malaysia masih berhati-hati dalam mengomentari apakah akan mengikuti jejak Indonesia dengan menenggelamkan kapal-kapal pencuri ikan.
Niat untuk berguru dari Satgas 115 diungkapkan oleh Ketua Pengarah Aparat Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) Laksamana Maritim Dato Indera Zulkfli Bin Abu Bakar, Rabu (10/7/2019), di Gedung Parlemen Malaysia di Kuala Lumpur. Niat itu disampaikan saat Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bertemu Menteri Dalam Negeri Malaysia Tan Sri Dato’ Muhyiddin Yassin.
Kunjungan kerja ke Malaysia ini merupakan kunjungan pertama Menteri Susi ke negara ASEAN sejak menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan. Menteri Susi didampingi Koordinator Staf Khusus Satgas 115 Mas Achmad Santosa, Plt. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Agus Suherman, Kepala Korps Kepolisian Perairan dan Udara POLRI Irjen Zulkarnain, Wakil Asisten Operasi KSAL Laksamana Pertama TNI AL Yusup, dan Direktur Operasi Satgas 115 Laksamana Pertama TNI AL Kisdiyanto.
”Kami sudah bersepakat dengan Menteri Muhyiddin, akan ada joint sharing session antara APMM dan Satgas 115 dalam waktu dekat,” ujar Susi.
Satgas 115, yang langsung dikomandani Menteri Kelautan dan Perikanan, dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015 tentang satuan tugas pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal. Satgas 115 selama ini berfungsi mengoptimalkan pengawasan dan penegakan hukum dalam memberantas penangkapan secara ilegal ataupun yang tidak dilaporkan.
Ketika ditanya apakah Malaysia akan menenggelamkan kapal pencuri ikan seperti Indonesia, Menteri Muhyiddin tidak menjawab dengan pasti. ”Itu kewenangan Menteri Pertanian dan Industri Asas Tani,” ujar Muhyiddin. Di Malaysia, urusan perikanan di bawah kewenangan Menteri Pertanian dan Industri Asas Tani.
Namun, ketika bertemu dengan Menteri Pertanian dan Industri Asas Tani Malaysia YB Dato’ Haji Salahuddin bin Ayub, ia mengatakan akan mengkaji regulasi Malaysia terlebih dahulu tentang penenggelaman kapal.
Di hadapan Menteri Salahuddin, Menteri Susi menyampaikan keberhasilan Indonesia dalam memberantas penangkapan ikan ilegal. Keberhasilan ini diperlihatkan dengan kenaikan stok ikan dari 7,3 juta ton pada 2013 ke 12,54 juta ton pada 2017.
Dalam pertemuan dengan dua menteri Malaysia dan sejumlah tokoh di Kuala Lumpur juga dibahas tentang isu penangkapan kapal ikan Malaysia di perairan Indonesia. Menurut pihak Malaysia, nelayan Malaysia banyak ditangkap oleh aparat Indonesia di wilayah laut yang belum disepakati oleh kedua negara atau grey area.
Di sisi lain, Susi mengatakan, apabila ada klaim bahwa penangkapan ikan dilakukan di wilayah Malaysia, hal tersebut harus diuji secara hukum di pengadilan Indonesia.
Kerap terjadi alat navigasi global positioning system (GPS) kapal ikan Malaysia yang ditangkap di Indonesia menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan ikan dilakukan di wilayah Indonesia. Namun, ketika hendak ditangkap, kapal ikan itu langsung melarikan diri ke grey area. Berdasarkan UNCLOS dan UU Perikanan Indonesia, aparat Indonesia tetap boleh melakukan pengejaran dan penangkapan.
Ketika hendak ditangkap, langsung melarikan diri ke grey area.
”Kalau kapal ikan dibawah 10 GT (gross tonnage), ya, kami suruh pulang saja. Kalau lebih dari 10 GT, apalagi pakai alat tangkap trawl, ya ditangkap,” ujar Susi dengan tegas. Ditambahkan Susi, walaupun kapal Malaysia yang ditangkap, anak buah kapal ikan tersebut kebanyakan bukan dari Malaysia.
Pada Januari-Juni 2019, sebanyak 33 kapal ikan asing ditangkap piak KKP. Sebanyak 15 kapal ikan berbendera Malaysia, 15 kapal ikan berbendera Vietnam, dan 3 kapal berbendera Filipina.
Di sisi lain ada juga nelayan Indonesia yang ditangkap di beberapa negara karena berbagai persoalan. Tahun 2019, KKP dan Kementerian Luar Negeri memulangkan 94 nelayan Indonesia yang ditangkap di luar negeri.
Dari 94 nelayan itu, 11 orang dipulangkan dari Malaysia, 11 orang dari Thailand, 18 orang dari Timor Leste, 18 orang dari Australia, dan 36 orang dari Myanmar.
”Malaysia juga komplain ada nelayan yang ditangkap. Ya, kita bantu. Kita, kan, bisa bicara seperti keluarga,” ujar Susi. (HARYO DAMARDONO dari Kuala Lumpur)