Pemprov Jabar mendapatkan dana Rp 1,4 triliun untuk pembenahan Sungai Citarum yang saat ini tercemar limbah domestik dan industri. Pemerintah daerah setempat diminta segera menyiapkan program pemulihan.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
KUNINGAN, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Jawa Barat mendapatkan dana Rp 1,4 triliun untuk pembenahan Sungai Citarum yang saat ini tercemar limbah domestik dan industri. Untuk itu, pemerintah daerah setempat diminta segera menyiapkan program pemulihan sungai sepanjang 297 kilometer tersebut.
”Dana tersebut akan turun semester awal 2020. Sekarang dana ada, tinggal kita kompak bekerja untuk Citarum,” ujar Gubernur Jabar Ridwan Kamil saat Koordinasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Kopdar), Kamis (11/7/2019), di Kabupaten Kuningan. Turut hadir Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum dan kepala daerah dari 27 kabupaten/kota di Jabar.
Menurut Ridwan, bantuan dana dari Bank Dunia tersebut akan difokuskan untuk delapan kabupaten/kota di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Daerah itu adalah Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Cianjur, Bekasi, Purwakarta, dan Karawang.
”Dalam sisa waktu enam bulan ini sebelum anggaran turun, silakan pemerintah daerah di wilayah itu mengusulkan detail program pemulihan Citarum,” lanjut Emil, sapaan Ridwan Kamil. Program itu dapat berupa pembuatan bank sampah, truk sampah, dan biodigester.
Dana Rp 1,4 triliun itu diprioritaskan untuk 22 sektor di 629 desa dari 112 kecamatan yang tersebar di delapan kabupaten/kota. Sampah dari ratusan desa itu mencapai 3.444 ton per hari atau sejumlah 9,68 persen dari produksi sampah Jabar yang mencapai 35.556 ton per hari.
Adapun sampah di Citarum sebagian besar berasal dari wilayah Bandung Raya. Oleh karena itu, menurut Emil, sekitar 70 persen dana tersebut akan diberikan ke Bandung Raya. Emil meminta pemerintah setempat memanfaatkan anggaran tersebut dengan sebaik-baiknya.
Sampah akan diolah sejak rumah tangga, tingkat RT, dan RW.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jabar Bambang Rianto mengatakan, dana itu dapat membantu pelaksanaan Rencana Aksi Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum tujuh tahun sejak 2018. ”Dengan Rp 1,4 triliun ini, sampah di 629 desa itu tertangani semuanya dalam lima tahun ke depan. Sampah akan diolah sejak rumah tangga, tingkat RT, dan RW,” ujarnya.
Pihaknya bakal membuat sejumlah kawasan pengelolaan sampah yang khusus, seperti pusat sampah organik, di sepanjang DAS Citarum. Pihaknya masih mengkaji titik-titik tempat pengelolaan sampah tersebut. Tahun 2021, ratusan desa itu juga ditargetkan bebas dari buang air besar sembarangan.
Target lainnya adalah penanganan 53.298 hektar lahan kritis di DAS Citarum hingga 2024. Lahan kritis dan sangat kritis tersebar di Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Purwakarta, Karawang, Kota Cimahi, dan sedikit di Sumedang.
Sebanyak 1.242 industri yang saat ini berada di Bandung Raya juga akan didampingi untuk mencegah pembuangan limbah industri ke DAS Citarum. ”Limbah dari 13.000 ternak di sekitar Citarum juga akan dikelola menjadi pupuk organik,” ujar Bambang.
KJA ini menghasilkan eceng gondok hingga 100 hektar dengan pertumbuhan 3 persen per hari.
Selain itu, Pemprov Jabar juga bakal menata 156.167 petak keramba jaring apung (KJA) di Waduk Jatiluhur, Cirata, dan Saguling. Penataan dilakukan dengan menyesuaikan jumlah KJA dengan daya dukung lingkungan.
Jika berlebihan, petani KJA akan dilatih untuk beralih profesi. ”KJA ini menghasilkan eceng gondok hingga 100 hektar dengan pertumbuhan 3 persen per hari,” ujarnya.
Melalui berbagai upaya itu, lanjut Bambang, pencemaran di Sungai Citarum dapat dikurangi. Kualitas air di beberapa titik Sungai Citarum pada 2018 dalam kondisi tercemar ringan hingga berat oleh limbah cair domestik hingga industri. Daerah Wangisagara, Koyod, Nanjung, Cisirung, dan Tunggakjati, misalnya, tercemar berat oleh koli tinja, klorin bebas, hingga fosfat total.
Pencemaran itu menyebabkan nilai indeks kualitas air (IKA) di Citarum tercatat 33,43 tahun lalu. ”Artinya, air di Citarum belum bisa dimanfaatkan. Target kami, pada tahun 2023 nilai IKA menjadi 38,57. Pada 2025, nilainya ditargetkan 40,86. Artinya, Citarum dapat menjadi air baku untuk diolah lagi sebagai air minum,” ungkap Bambang.