Data Digital Dimanfaatkan
JAKARTA, KOMPAS
Sejalan dengan perkembangan industri digital yang pesat, proses pemberian kredit tidak bisa lagi hanya memanfaatkan data tradisional tunggal berupa data kredit. Pemanfaatan data digital sebagai alternatif diperlukan untuk menekan risiko kredit.
Direktur Utama PT Pefindo Biro Kredit Yohanes Arts Abimanyu mengemukakan, di tengah maraknya digitalisasi layanan keuangan dan data yang melimpah, informasi perkreditan berperan penting dalam mengurangi informasi asimetris serta pengelolaan risiko kredit.
Biro kredit perlu memanfaatkan berbagai sumber data digital untuk melengkapi data tradisional. Dengan cara itu, lembaga keuangan terbantu dalam proses menganalisis kredit menjadi lebih akurat dan mempercepat proses bisnis.
“Era ekonomi digital yang disruptif mau tidak mau harus diantisipasi pengelola laporan perkreditan dengan memanfaatkan kemampuan dan kekayaan data yang dimiliki guna menyediakan berbagai informasi berkualitas yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar,” kata Abimanyu dalam acara ”Asia Credit Reporting Forum 2019 Pefindo Credit Bureau”, di Jakarta, Kamis (11/07/2019).
Data alternatif yang bisa digunakan sebagai salah satu penilaian kredit antara lain data telekomunikasi, data tagihan listrik dan telepon, serta data sosial media. Data sosial media, misalnya, digunakan untuk menganalisis kebiasaan calon debitur. Dari data alternatif tersebut, profil atau tingkah laku seseorang dapat menjadi pertimbangan dalam pemberian kredit.
Pemanfaatan data alternatif juga dapat meningkatkan inklusi keuangan. Dari jumlah penduduk Indonesia yang sekitar 286 juta orang, baru 48,9 persen yang terakses bank.
Namun, ada sekitar 160 juta penduduk yang memiliki telepon seluler, kendati sebagian di antaranya belum terjangkau bank. “Dengan memanfaatkan data digital, target inklusi keuangan pemerintah sebesar 75 persen pada 2019 diharapkan dapat tercapai,” katanya.
Kehadiran data-data baru dengan frekuensi yang tinggi dapat dimanfaatkan untuk melengkapi informasi debitur. Akan tetapi, dibutuhkan kerja sama antar pelaku industri keuangan dan pemangku kepentingan untuk saling berbagi data, sehingga laporan perkreditan yang disajikan komprehensif dan akurat. Dengan demikian, datadata tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menunjang pertumbuhan ekonomi nasional.
Antisipasi
Abimanyu menambahkan, digitalisasi memudahkan proses pemberian kredit, namun risiko kredit bermasalah (NPL) juga berpotensi meningkat. Untuk mengantisipasi hal itu, diperlukan analisis kredit yang tepat, akurat, dan cepat.
Direktur Pengawasan Bank Otoritas Jasa Keuangan Irnal Fiscallutfi mengemukakan, untuk menciptakan sistem keuangan yang kuat, diperlukan regulasi, infrastruktur, biro kredit, dan layanan informasi keuangan. Industri keuangan dapat saling bertukar informasi untuk menganalisis dan memitigasi risiko sehingga mengurangi risiko kredit.
“OJK akan terus mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, memperbaiki daya saing, dan menjaga stabilitas. OJK juga memperkuat mitigasi untuk ketidakpastian eksternal,” katanya.
Berdasarkan catatan OJK, sampai dengan Mei 2019, kredit industri perbankan tumbuh 11,05 persen, sedangkan industri keuangan lain 5,05 persen. Industri perbankan dinilai dapat mengendalikan risiko. (LKT)